Jejak Kelompok Radikal di Indonesia

Senin, 14 Januari 2019 | 22:39 WIB
0
431
Jejak Kelompok Radikal di Indonesia
Ilustrasi Radikalisme (Foto: Sinar Harapan)

Untuk mencari jejak digital kelompok radikal di Indonesia ini tidak sulit kok. Bahkan sudah cukup banyak beberapa aktivis dan penulis yang mengungkap kedok kelompok radikal di Indonesia yang kerap kali membawa-bawa nama Islam dengan tujuan mendirikan Khilafah.

Kelompok radikal ini tidak ujug-ujug berdiri di Indonesia tanpa sokongan dana. Bahkan mereka pun menghimpun dana dari masyarakat untuk terlibat dalam konflik di Timur Tengah. Keberpihakan kelompok radikal ini justru bertentangan dengan penguasa yang sah. Dengan kata lain mereka sama-sama melakukan makar demi mendirikan negara Islam versi mereka sendiri.

Mereka bergabung dengan milisi bersenjata untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan cara perang dan kekerasan keji terhadap rakyat pro pemerintah, misalnya seperti di Suriah.

Tujuan yang sama pun bisa jadi sedang disusun untuk mendirikan negara Islam di Indonesia dengan cara apapun termasuk dengan menyebarkan berulang-ulang hoaks yang menyesatkan.

Salah satu tokoh yang pro terhadap kelompok radikal di Suriah adalah ustaz Bachtiar Nasir. Ustaz Bachtiar Nasir adalah sosok yang bertanggung jawab dalam aksi 4 November 2016 dengan membawa nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-MUI. Kini lulusan Universitas Islam Madinah ini menjadi dewan pembina GNPF-Ulama.

Seperti yang diungkap oleh Dina Sulaeman tentang keterlibatan Indonesian Humanitarian Relief (IHR) yang dipimpin oleh Ustaz Bachtiar Nasir. IHR disinyalir mengalirkan dana kepada IHH (IHH (Insan Hak ve Hurriyetleri ve Insani Yardim Vakfi/ Yayasan untuk Hak Azasi Manusia, Kebebasan dan Bantuan Kemanusiaan), sebuah LSM terbesar di Turki.

Dina Sulaeman pun bukan orang sembarangan yang baru kemarin sore menulis status Facebook tentang konflik di Timur Tengah. Doktor lulusan Hubungan Internasional UNPAD ini sudah mendalami konflik timur tengah sejak tahun 2014.

Benang merah dari konflik Timur Tengah ini tak lain adalah bermuara pada kepentingan Amerika Serikat dan sekutunya yang menimbulkan konflik di negara-negara yang kaya akan minyak. Artinya kelompok jihadis di negara-negara berdaulat seperti Libya dan Suriah memang sengaja didanai oleh US dengan kepentingan tertentu. Itulah juga yang berada di balik konflik-konflik yang berusaha dimunculkan di Indonesia.

Dalam penelusurannya, Dina Sulaeman menunjukan bukti keterlibatan IHR terhadap dukungannya kepada pasukan makar di Suriah. IHR memberikan bantuan dana ke IHH dan IHH pun menyokong kebutuhan para pemberontak dengan kedok bantuan.

Bantuan-bantuan yang seharusnya dikirimkan kepada rakyat yang menderita akibat konflik justru disumbangkan pada para pemberontak. Bahkan kedok bantuan tersebut berisi amunisi dan senjata.

Temuan ini juga menunjukan bahwa Turki terlibat dalam pemberontakan di Suriah. Jadi, di sinilah mengapa beberapa kelompok di radikal Indonesia begitu mengagungkan Erdogan ketimbang pemimpinnya sendiri. Ada benang merah yang selama ini tidak banyak diketahui oleh publik.

Sayangnya penyelidikan polisi terhenti dengan hiruk pikuk kondisi politik yang selalu diguncang dengan gelombang isu yang silih berganti. Padahal, jika polisi serius menelusuri dana Indonesian Humanitarian Relief, akan menambah bukti panjang keterlibatan tokoh-tokoh radikal di Indonesia yang memiliki misi khusus tersebut.

Pengacara Bachtiar Nasir, Kapitra Ampera bahkan sudah membenarkan ada aliran dan ke Suriah yang dialamatkan ke NGO asal Turki IHH. Namun, Kapitra saat itu (23/2/2017) menampik keterlibatan kliennya dengan sokongan dana untuk para pemberontak di Suriah.

HTI dan Pilpres

HTI jelas sakit hati setelah ditetapkan sebagai organisasi terlarang. HTI kini punya kepentingan mendukung salah satu paslon. Benih radikalisme yang sudah ditanam HTI sejak lama kini musnah dan luluh karena dibumihanguskan oleh pemerintah dengan pembubaran HTI.

Langkah pemerintah sudah tepat dengan pembubaran HTI. Karena, selama inilah narasi kebencian tersebut diembuskan oleh HTI hingga timbul perpecahan di antara umat Islam itu sendiri. HTI sudah sejak lama bercokol di Indonesia dengan kedok dakwah, padahal menyerukan pendirian negara Islam pro Khalifah yang tidak cocok diterapkan di Indonesia yang amat beragam ini. Indonesia sudah punya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.

Tidak sulit untuk mengetahui arah angin calon presiden yang gemar melakukan hoaks. Propaganda ini juga yang dilakukan HTI di beberapa negara untuk menimbulkan konflik. Jejak dan strategi kelompok radikal ini ternyata ditiru oleh salah satu paslon.

Bisa saja otak itu semua memang berasal dari organisasi yang kerap menyerukan pro Khalifah. Apapun dilabrak demi mendapatkan kekuasaan.

Rakyat tetap harus berpegang teguh melawan kejahatan hoaks. Jangan sampai Indonesia di Suriahkan dengan perpecahan saudara. Narasi-narasi kebencian dan hoaks harus dipatahkan dan dilaporkan.

Seperti yang dilakukan KPU dengan melaporkan narasi hoaks 7 kontainer surat suara yang sudah tercoblos. Jangan biarkan mereka menebar bara api yang menyulut keberagaman Indonesia yang selama puluhan tahun aman, damai, dan tentram.

***