Budiman saat ini bukan saja mengalami Stockholm Syndrome, orang yang diculik mencintai penculiknya.
Seperti disambar petir di malam yang gelap gulita meski hari tidak hujan!
Begitu lah yang dirasakan Teman-teman Aktivis 98 saat mendapat kabar pada Selasa (18/7) malam Budiman Sudjatmiko - salah satu tokoh penting gerakan mahasiswa yang heroik berhasil menumbangkan Rezim Militer Orde Baru Pimpinan Soeharto yang selama tigapuluh dua tahun berkuasa - melakukan langkah politik yang sangat mengagetkan dan bikin geger menjelang pemilihan presiden tahun depan.
Budiman, memakai kemeja batik kombinasi warna hitam-cokelat-biru dan celana kain warna hitam, dalam keadaan riang gembira dan penuh senyum mendatangi salah satu tokoh militer penting dibalik terjadinya peristiwa Tragedi Berdarah 98 yang diwarnai kerusuhan, penculikan, pembunuhan, pembakaran toko-pusat perbelanjaan-gedung perkantoran, dan pemerkosaan bernuansa SARA yang meneror dan membuat trauma warga keturunan Tionghoa saat itu.
Teman-teman Aktivis 98 tidak habis pikir mengapa Budiman “tega” melakukan hal itu. Kunjungannya ke Rumah Kertanegara pada malam 1 Sura dianggap sebagai dukungan kepada tuan rumah yang saat ini sedang mempersiapkan diri maju dalam kontestasi pemilihan presiden tahun 2024 mendatang.
Padahal tokoh militer itu (yang kini sudah jadi purnawirawan) punya catatan sejarah sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas hilangnya sejumlah aktivis mahasiswa dan seniman sebelum terjadinya Tragedi Berdarah 98 dan sampai detik ini orang-orang yang hilang itu tidak diketahui keberadaannya dan nasibnya apakah masih hidup atau sudah mati dan kehadiran mereka masih ditunggu-tunggu keluarga masing-masing hingga saat ini.
Kita melihat Budiman penuh suka cita mendatangi rumah penculik teman-temannya itu. Ia seperti orang yang minder saat masuk ke dalam halaman dengan menunduk dan membungkuk seperti sikap orang yang merasa diri lebih rendah di depan tuannya.
Bukan cuma itu saja. Budiman pun makan bareng satu meja berhadap-hadapan dengan orang yang dulu memburunya sampai ke lubang tikus. Ia terlihat lahap menyantap berbagai hidangan yang tersaji di atas meja makan besar dan dilayani para pramusaji yang gagah dan ganteng.
Usai makan malam Budiman mengaku berbincang dengan orang yang menjadi seteru beratnya dulu tentang masa depan Indonesia yang harus diperbaharui tiap duapuluh lima tahun sekali.
Sebelum pulang, di depan para wartawan, Budiman memuji tuan rumah sebagai bakal calon pemimpin yang mumpuni menjelang pemilihan umum tahun depan. Bahkan ia berjabat tangan dan melakukan salam komando sebelum meninggalkan rumah besar di kawasan elite itu.
Budiman seperti tanpa membawa beban berat apapun malam itu. Ia lupa teman-temannya yang “rela” hilang - dan mungkin saja mereka semua sudah mati - demi berjuang bersama-sama dengannya untuk menumbangkan Rezim Militer Orde Baru dan membuka harapan terbukanya jalan reformasi dan tumbuhnya demokrasi.
Budiman seperti orang yang sedang putus asa menatap masa depannya sendiri dan berupaya mencari solusi atas situasi dan kondisi yang dialaminya saat ini.
Budiman mungkin pernah bermimpi jadi presiden juga sebagai aktivis yang pernah masuk penjara karena berani menantang dan melawan pemerintah yang berkuasa dengan sewenang-wenang seperti yang pernah dialami Soekarno, Nelson Mandela, dan Aung San Suu Kyi.
Tapi fakta yang terjadi orang-orang “the have” yang tidak jelas perjuangannya untuk membela rakyat kecil dan tidak pernah ikutan gerakan menumbangkan Rezim Militer Orde Baru - tidak pernah sama sekali digebuki polisi/tentara, dikerangkeng di dalam penjara, dan hidup hedon di Amerika - justru saat ini yang punya peluang besar menjadi bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden, sementara posisi Budiman semakin jauh terpinggirkan dari lingkungan dan lingkaran istana.
Budiman saat ini bukan saja mengalami Stockholm Syndrome, orang yang diculik mencintai penculiknya.
Tapi Budiman sudah menciptakan syndrome untuk dirinya sendiri: Budiman Syndrome. Syndrome bahwa ia merasa orang hebat yang harusnya menjadi pemimpin masa depan Indonesia meskipun dengan siasat yang sangat jahat.
Memilih menjadi amnesia dengan melupakan teman-temannya yang hilang diculik - dan mungkin sudah mati - untuk berpelukan, bergandengan tangan, makan bareng satu meja, ngobrol intim berjam-jam, dan tertawa terbahak-babak bersama salah satu tokoh penting penculik teman-temannya.
Budiman Syndrome mengubah Budiman Sudjatmiko sebagai anak muda kurus kerempeng yang heroik dan tidak takut mati melawan Rezim Militer Orde Baru menjadi seorang badut politik yang takut tidak punya kekuasaan-jabatan dan tak mau hidup kelaparan di masa depan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews