Ada Apa dengan Risma? Berani Bantah Khofifah hingga Jokowi!

Sebanyak 24 orang telah mendapatkan perawatan melalui suplemen herbal saat ini. Jumlah tersebut terdiri atas pasien positif Covid-19, PDP dan masyarakat dengan hasil reaktif uji cepat.

Sabtu, 27 Juni 2020 | 14:13 WIB
0
290
Ada Apa dengan Risma? Berani Bantah Khofifah hingga Jokowi!
Pernyataan Presiden Jokowi dibantah Walikora Rismaharini. (Foto: Istimewa)

Bukan Walikota Surabaya Tri Rismaharini jika “tidak berani” membantah pernyataan atasannya, termasuk kepadaPresiden Joko Widodo. Ia membantah pernyataan  yang menyebut 70% masyarakat di Surabaya Raya tak memakai masker di tengah pandemi Virus Corona (Covid-19).

Menurutnya, warga Surabaya telah mematuhi protokol kesehatan Covid-19 dengan memakai masker.

“Eh masak ya, lihat, masak 70 persen. Kamu lihat aja di jalanan itu,” kata Risma, mengutip CNNIndonesia.com, usai menghadiri Rapat Pengarahan Percepatan Penanganan Covid-19, di Hotel JW Marriot Surabaya, Jumat (26/6/2020).

Risma ikut rapat percepatan penangan virus corona yang dihadiri Menko Polhukam Mahfud MD dan Mendagri Tito Karnavian.

Dalam kesempatan ini, Risma mengklaim kasus positif Covid-19 di Surabaya sudah menurun meskipun berdasarkan data pada situs resmi Pemprov Jawa Timur, kasus positif Covid-19 di Surabaya mencapai 5.157 per Kamis (25/6/2020).

“Sebenarnya sudah turun, tadi saya memang tidak menyampaikan angka, saya nanti dikira seolah gak kerja. Sebetulnya angka itu sudah turun,” kata Risma. Mengapa angka itu tak disampaikan ke Pemprov Jatim? Apakah ini yang dimaksud Risma “bekerja”?

Bukankah seharusnya Pemkot Surabaya juga melaporkan ke Pemprov Jatim yang sama-sama dalam satu kesatuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19? Apakah Risma sengaja tidak melaporkannya sehingga kesalahannya ditimpakan ke Pemprov Jatim?

Apalagi ternyata kali ini Risma juga “salah alamat”. Padahal, Presiden Jokowi menyebut 70% tidak menggunakan masker selama pandemi Covid-19 itu dialamatkan pada warga Jatim. Pihaknya akan mengirim masker sebanyak-banyaknya ke provinsi ini.

“Tadi disampaikan oleh Gugus Tugas, masih 70 persen [warga] yang enggak pakai masker. Ini angka yang gede banget,” ujarnya saat meninjau Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jatim, Kamis (25/6/2020).

Presiden Jokowi meminta agar sosialisasi penggunaan masker dilakukan lebih gencar dengan menggandeng tokoh agama maupun tokoh masyarakat setempat. Ia juga meminta pada Menkes  dan Gugus Tugas di tingkat nasional mendistribusikan masker sebanyak-banyaknya ke Jatim.

“Saya juga minta Gugus Tugas Nasional, Pak Menkes, kirim masker sebanyak-banyaknya ke Surabaya, ke Jatim,” kata Presiden Jokowi.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut mengutip paparan Gubernur Jati Khofifah Indar Parawansa yang mengatakan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat di wilayah Surabaya Raya rendah dalam menerapkan protokol kesehatan.

Paparan itu merupakan hasil kajian dan survei Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Surabaya. “Temuan IKA FKM Unair bahwa di tempat ibadah yang aktif masih 81,7 persen, yang tidak menggunakan masker 70,6 persen, kemudian tidak physical distancing masih 64, 6 persen,” ujar Gubernur Khofifah.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden Jokowi juga turut menyinggung kondisi Jatim yang saat ini menjadi provinsi dengan penambahan kasus harian paling tinggi di Indonesia. Pada Rabu, 24 Juni 2020, misalnya, dilaporkan ada penambahan 183 kasus positif.

Presiden bahkan memberi waktu dua minggu bagi Jatim untuk mengendalikan laju penularan Covid-19. “Saya minta dalam waktu 2 minggu ini pengendaliannya betul-betul kita lakukan bersama-sama dan terintegrasi dari semua unit organisasi yang kita miliki di sini,” tegasnya.

Melansir Kompas.com, Jum’at (26/06/2020, 07:34 WIB), dengan situasi virus corona yang belum terkendali, Jokowi mengingatkan Jatim tak terburu-buru menerapkan new normal. Ia menyebutkan, jika kasus Covid-19 di Jatim mereda dalam 2 pekan ke depan, harus dilakukan prakondisi terlebih dulu sebelum menerapkan tatanan kehidupan baru.

Apa yang harus dilakukan Jatim untuk memenuhi target dua minggu penurunan kasus Covid-19 yang diberikan Jokowi? Catatan kasus dan harapan Ahli epidemiologi Universitas Airlangga Windhu Purnomo mengatakan tak bisa menutup mata atas tingginya kasus di Jatim.

Ia menyebutkan, Jatim memiliki angka kematian case fatality rate (CFR) sebesar 7,5%, lebih tinggi dari rata-rata nasional 5,5%. Namun, tingkat penularan di Jatim, katanya, memberikan harapan yang baik, yaitu di bawah 1.

“Kalau melihat tingkat penularannya, Jatim sudah memberi harapan yang bagus. Karena sejak 17 Juni itu RO Jatim sudah di bawah 1,” kata Windhu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/6/2020).

“Salah satu kriteria bahwa kita bisa mengendalikan Covid-19 adalah kalau RO sudah di bawah 1 dan itu konsisten signifikan selama 14 hari berturut-turut,” lanjut dia.

Menurut Windhu, jika kondisi itu bisa dipertahankan hingga akhir Juni, ia optimistis Jatim sukses mengendalikan virus corona.

Terkait tingginya kasus kematian, kata Windhu, angka itu menggambarkan kondisi rumah sakit yang telah melebihi kapasitas. Jumlah pasien yang melebihi kapasitas rumah sakit menyebabkan pasien tidak mendapatkan layanan dengan optimal.

“Jadi CFR tinggi itu menunjukkan kapasitas rumah sakit kita sudah overload. Kapasitas RS tidak hanya bicara soal bed, tapi juga sumber daya manusianya,” jelas Windhu.

Oleh karena itu, Windhu berharap Pemprov Jatim mempersiapkan dan menaikkan kapasitas rumah sakit sejak sekarang.

“Jadi persiapan dua minggu ya itu, kita sabar mengendalikan kepatuhan masyarakat supaya RO tidak naik lagi dengan terus mencari kasus baru dengan testing yang masif. Itu saja yang dilakukan,” kata Windhu.

Mengenai banyaknya warga Jatim yang tidak menaati protokol kesehatan seperti disampaikan Jokowi, Windhu menyebutkan, persoakan itu merupakan PR besar bagi pemerintah daerah.

Menurut dia, ketidaktaatan itu menimbulkan penularan di tingkat hulu. Padahal, mematuhi protokol kesehatan, seperti halnya memakai masker, menjadi syarat mutlak untuk menjalani kehidupan pada era kenormalan baru.

Windhu mengingatkan Pemda untuk betul-betul melakukan kontrol terhadap masyarakat melalui Peraturan Bupati atau Walikota.

“Satu-satunya cara agar masyarakat patuh itu ya dari pemda. Kalau tidak mengendalikan, ya percuma. Enggak bisa kepatuhan diserahkan pada kesadaran warga. Itu sudah terbukti. Harus ada kontrol dari pemerintah lewat aturan,” terang Windhu.

Namun, ia menilai, penerapan peraturan daerah di Jatim saat ini kurang maksimal karena tak ada sanksi yang diberlakukan bagi pelanggar protokol kesehatan.

“Dalam 2 minggu ini, isi peraturannya harus ditambahi sanksi. Itu harus ditegakkan, sehingga orang itu mikir kalau mau melanggar, karena ada punishment,” ujar Windhu.

Data hingga Kamis (25/6/2020) menunjukkan, angka kasus Covid-19 di Jatim tercatat 10.545 kasus dengan 767 kematian. Angka ini hampir mendekati DKI Jakarta yang melaporkan 10.600 kasus dengan 608 kematian akibat Covid-19. Bahkan, dalam beberapa hari terakhir, Jatim mencatatkan penambahan jumlah kasus harian terbesar di Indonesia.

Sembuh Corona

Sebenarnya untuk kendalikan pandemi Covid-19 di Jatim tidaklah sulit. Apalagi, menurunkan tingkat kematian akibat Covid-19. Gubernur Khofifah bisa minta data riil pasien Covid-19 di semua RS Rujukan yang ditunjuk Pemprov Jatim. Terutama data hasil rontgen pasien.

Sebab, berdasarkan hasil otopsi di China, Italia, dan Amerika Serikat, misalnya, semua pasien yang meninggal akibat Covid-19 tersebut pada paru-parunya terdapat genangan cairan kental seperti dahak (ingus). Begitu pula pasien positif Covid-19 di Jakarta.

Seorang Engineer, karyawan perusahaan swasta, yang domisili di Jakarta, terpapar Covid-19, dan hasil labnya: positif. Hasil rontgen, paru-parunya tenggelam oleh bercak-bercak putih, hampir 90%. Disertai gejala: demam/panas, batuk, nafas sesak, pusing.

Hasil rontgen tersebut bisa menjadi acuan dan prioritas penanganan Covid-19 di Jatim. Berdasar data hasil rontgen inilah, Gubernur Khofifah yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, bisa memutuskan langkah strategis.

Hasil rontgen pasien Covid-19 yang menunjukkan adanya genangan cairan dahak itu menjadi bukti bahwa Covid-19 telah menyerang pasien. Pisahkan pasien Covid-19 ini dengan pasien yang hasil rontgen-nya tidak menggambarkan genangan cairan tersebut.

Gubernur Khofifah harus berani membuat langkah penganganan seperti yang dilakukan oleh Walikota Malang Sutiaji dengan memberikan perawatan khusus berupa ramuan herbal. Tim khusus akan menggencarkan penggunaan ramuan tersebut di masyarakat.

“Ini sebagai suplemen agar daya imunitas tubuh semakin meningkat,” kata Sutiaji kepada wartawan di Balaikota Malang, seperti dilansir Republika.co.id, Senin (15/6/2020).

Sutiaji berharap, peningkatan imunitas melalui ramuan herbal bisa diterapkan pada prolanis. Hal ini terutama terhadap masyarakat dengan penyakit penyerta atau komorbid itu. Dengan demikian, angka masyarakat terinfeksi Covid-19 bisa ditekan ke depannya.

Sebanyak 24 orang telah mendapatkan perawatan melalui suplemen herbal saat ini. Jumlah tersebut terdiri atas pasien positif Covid-19, PDP dan masyarakat dengan hasil reaktif uji cepat (rapid test).

Ia mengklaim, suplemen tersebut telah menunjukkan hasil baik secara klinis. “Mereka  mengalami percepatan kesembuhan dibandingkan pasien lainnya. Orang yang tadinya reaktif setelah beberapa kali minum suplemen, hasil rapid test berikutnya dinyatakan nonreaktif.”

“Kini perlu kita gencarkan bersama sebagai ikhtiar kita melawan Covid-19,” jelas Sutiaji. Ini yang dimaksud dengan langkah strategis tadi.

***