Salahkah Menjadi Penerima Kartu Prakerja?

Saldo pelatihan di Kartu Prakerja bisa saya gunakan untuk kursus atau pelatihan secara offline di balai-balai latihan kerja. Ya, walaupun sekadar kursus setir mobil, itu sudah sangat berarti.

Minggu, 3 Mei 2020 | 05:15 WIB
0
511
Salahkah Menjadi Penerima Kartu Prakerja?
Ojek Online (Foto: finroll.com)

Saya driver ojek online di Jabodetabek. Pandemi COVID-19, terutama setelah adanya PSBB di Jabodetabek membuat pendapatan harian menurun drastis. Kadang sehari cuma dapat 1 atau 2 orderan saja. Bahkan pernah 3 hari menghidupkan aplikasi tidak ada satu pun orderan yang masuk. Mau tidak mau ikat pinggang harus dikencangkan.

Ketika pemerintah mengeluarkan program Kartu Prakerja, angin segar serasa menerpa muka. Sejuk. Meskipun saya tahu ini tidak mudah. Kenapa kartu prakerja? Sebab, untuk menghadapkan bantuan sosial dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah rasanya sudah mustahil. Tempat tinggal saya dan alamat KTP berbeda. Jadinya di tempat tinggal saya tidak diperhitungkan.

Begitu pula, mungkin, di tempat alamat sesuai KTP. Jadi, satu-satunya harapan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah ya lewat Kartu Prakerja. Apalagi sejak awal, perusahaan tempat saya bernaung sudah mengirimkan pesan massal kepada mitranya untuk ikut mendaftar Kartu Prakerja. Jadi, okelah saya akhrinya mendaftarkan diri.

Gelombang pertama saya dinyatakan gagal. Oke, akhirnya ikut seleksi di gelombang kedua. Puji syukur, akhirnya saya dinyatakan lolos di gelombang kedua. Sesudah dinyatakan lolos, perlu waktu 2-3 hari menunggu saldo Rp1.000.000,00 masuk ke akun. Saldo ini yang akan dipakai untuk ikut pelatihan di platform-platform yang ada. Setelah saldo masuk, saya membeli satu pelatihan dan langsung mengikuti video yang ada.

Saya mengikuti dengan serius, bahkan sampai membuat coretan di kertas. Setelah selesai, saya dinyatakan lulus ujian dengan hanya satu jawaban salah. Akhirnya saya pun mendapatkan sertifikat, dan berharap insentif yang dijanjikan sebesar Rp600.000,00 per bulan bisa cair. Kapan? Entahlah!

Nah, di saat harapan itu muncul, tiba-tiba di media sosial saya membaca berbagai penolakan terhadap Kartu Prakerja dengan berbagai alasan. Salah satu alasan yang paling sering digaungkan adalah penghamburan uang negara sebesar Rp5,6 triliun untuk membayar video-video pelatihan yang ada di platform-platform digital yang bekerja sama. Kartu Prakerja dianggap hanya memperkaya orang-orang yang berada di balik platform-platform digital tersebut.

Jujur, saya jadi merasa bersalah dan merasa menjadi salah satu sebab penghamburan uang negara itu. Tapi mau dikata apa. Saya sudah mengikuti pelatihan, sudah dapat sertifikat, tinggal nunggu insentif cair, masa iya harus mundur begitu saja? Oh ya, saya cuma mengikuti satu pelatihan--yang menurut ketentuan itu sudah cukup untuk mencairkan insentif selama 4 bulan ke depan--dengan harga hanya Rp161.000,00. Jadi, saya masih mempunyai saldo Rp839.000,00.

Lalu untuk apa saldo pelatihan itu? Kalau memang ketentuannya harus dihabiskan untuk membeli pelatihan di platform digital mitra, tentu akan saya gunakan. Namun, saya masih punya harapan semoga pandemi COVID-19 ini segera berakhir. Dan, saldo pelatihan di Kartu Prakerja bisa saya gunakan untuk kursus atau pelatihan secara offline di balai-balai latihan kerja. Ya, walaupun sekadar kursus setir mobil, itu sudah sangat berarti.

Jadi, apakah saya salah jika menjadi salah satu penerima Kartu Prakerja?

***