Ini Alasan Mengapa FPI Perlu Dibubarkan

Pada tahun 2012 Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi juga sempat mempertimbangkan untuk membekukan ormas tersebut.

Rabu, 7 Agustus 2019 | 18:32 WIB
0
467
Ini Alasan Mengapa  FPI Perlu Dibubarkan
Rizieq Shihab (Foto: DW.com)

Apabila para pemimpinnya sering menyerang pemerintah dan mengajak anggotanya untuk bertindak beringas. Maka watak anak buahnyapun tidak akan jauh berbeda dengan pemimpinnya. Jika pemimpinnya baik pasti anggotanya juga akan baik. 

Analogi tersebut tentu bisa menjadi acuan bagi kita dalam menyikapi Ormas FPI yang Izinnya telah habis, mengetahui hal tersebut warganet turut berkicau dan menyuarakan tolak perpanjangan izin FPI di berbagai linimasa media sosial.

Lantas apa yang membuat banyak orang tidak merasa respek dengan Ormas pimpinan Habib Rizieq tersebut?. Mungkin kita sudah bisa menerka – nerka jawabannya, karena FPI memiliki rekam jejak kekerasan yang tidak sedikit dan ucapan kasar yang jauh dari kesan sejuk.

Salah satunya adalah ketika Habib Rizieq mengatakan bahwa Gus Dur Buta Mata dan Buta Hati, hal tersebut tentu mendapatkan kecaman dari kalangan NU yang menjadikan Gus Dur sebagai panutan.

Pemberitaan tentang FPI juga tak jauh dengan penyerangan tempat hiburan dan klab malam. Mereka menuduh bahwa hal tersebut melanggar syariat Islam, tapi tahukan mereka jika Indonesia bukanlah negara Islam, tetapi negara demokrasi yang memiliki keberagaman suku, budaya dan agama ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu, kesemua pemeluk agama tersebut hidup berdampingan secara amai, sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Sehingga sangat wajar bisa FPI hanya menambah gerah kehidupan sosial di Indonesia. Karena FPI bergerak sedemikian brutal, hal tersebut ternyata memicu ormas – ormas lain untuk turut serta melakukan hal serupa, hingga akhirnya berdampak pada gerakan politik.

Semenjak ada FPI, maka sebagian orang mulai berani mengatakan kafir dan kafir, tidak hanya kepada pemeluk agama lain, bahkan sesama pemeluk agama Islam saja dikatakan kafir.

Apalagi jika mereka mendukung diterapkannya Khilafah di Indonesia. Hal ini tentu akan sangat berbahaya jika dibiarkan. Kita tentu yakin bahwa Pancasila adalah dasar negara yang sudah final.
Sehingga jika ada sekelompok orang yang memiliki pemikiran tentang merubah dasar negara Republik Indonesia, hal tersebut tentu sudah jauh menyimpang dan berbahaya, hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara telah ‘berubah’, maka otomatis Indonesia sudah tidak ada lagi dan bukan Indonesia lagi namanya.

Terkait dengan perizinan FPI, tentu pemerintah tidak perlu ragu untuk tidak memperpanjang izin operasional FPI. Dalam hal ini pemerintah perlu tegas dalam bertindak karena hal tersebut bukanlah kriminalisasi agama dan phobia islam.

Pengamat Sosial Politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno berpendapat, bahwa fenomena ini merupakan konsekuensi atas citra negatif FPI yang terlanjur mengakar di masyarakat.

Pada tahun 2012 Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi juga sempat mempertimbangkan untuk membekukan ormas tersebut, hal ini dikarenakan dirinya belum bisa melupakan aksi anarkis massa FPI saat unjuk rasa menolak evaluasi sembilan perda miras 12 Januari 2012. Dimana pada saat itu sejumlah kaca gedung kemendagri hancur karena aksi anarkis tersebut.

FPI telah mencatatkan sejarah sebagai ormas yang sering melakukan kerusuhan. Seperti pada aksi damai yang diselenggarakan oleh Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), FPI melancarkan aksinya dengan memukul para peserta aksi dengan bambu, tak sedikit peserta aksi yang berdarah, bahkan tak hanya kaum pria yang menjadi korban, para ibu – ibu yang membawa anaknya pun tak luput dari korban pemukulan.

Sikap intoleran yang berlebihan pun sempat dilontarkan oleh pimpinannya yakni Habib Rizieq Shihab dengan mengatakan, ‘kalau Yesus lahir bidannye siape’ ujaran tersebut tentu bukan mencerminkan sosok orang Indonesia yang menjunjung tinggi sikap toleransi dan kebhinekaan.

Apalagi saat ini Habib Rizieq terkesan mencari perlindungan di Arab Saudi, dan tidak kembali ke Indonesia, tentu alangkah baiknya jika Habib Rizieq dicabut status kewarganegaraan Indonesia dan menjadi warga di Timur Tengah saja.

Dalam kesempatan ceramah, Habib Riezieq terbukti banyak mencaci maki dan pernah pula masuk penjara. Jika sampai hari ini Habib Rizieq tersandung kasus lalu lari ke luar negeri, tentu itu bukanlah sikap yang baik, dan yang harus kita pahami adalah, hal itu bukanlah kriminalisasi ulama, namun ulama yang berbuat kriminal.

***