Waspadai Manuver Jenderal Moeldoko!

Minggu, 21 April 2019 | 17:18 WIB
0
2212
Waspadai Manuver Jenderal Moeldoko!
Moeldoko (Foto: Moeldoko.com)

Kepala Kantor Staf Presiden yang juga Ketua Harian TKN paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin, Moeldoko menegaskan, bagi siapapun yang ingin coba-coba mengancam kedaulatan negara melalui people power, maka mereka akan berhadapan dengan TNI.

Bukan lagi polisi. Hal itu sejalan dengan amanat UU Nomor 34 tentang TNI. “Niatnya tidak baik berkaitan dengan kedaulatan negara atau menggoyahkan kedaulatan negara, maka TNI akan masuk di dalam. Bukan Polisi, itu tugas TNI di dalam UU,” katanya.

Maka dari itu, diingatkannya kepada semua pihak yang ingin coba-coba membuat keributan dan mengganggu kedaulatan Negera untuk mengurungkan niat yang menurutnya tak baik itu. Jelas sekali, ancaman Jenderal Purnawirawan itu ditujukan kepada siapa.

Padahal, sebelumnya, di hari yang sama, mantan Panglima TNI itu telah memberikan isyarat, “Silakan People Power, Tapi Jangan Ganggu Kedaulatan Negara,” seperti dilansir Tempo.co, Sabtu (20 April 2019 06:00 WIB). Manuver psywar ini jelas berbahaya!

Moeldoko mempersilakan jika ada pihak-pihak yang mewacanakan menggalang kekuatan rakyat atau people power untuk menyuarakan protes atau pendapat. Ia mempersilakannya asalkan masih berada dalam koridor demokrasi yang dijamin undang-undang.

People power bisa dikenali dari niatnya, kalau niatnya baik, enggak apa-apa,” ungkapnya, Jumat malam (19 April 2019). Contohnya, penggalangan people power yang berniat baik itu adalah pada acara Konser Putih Bersatu di GBK Senayan pada 13 April lalu.

Di sini rupanya Moeldoko mencoba melabeli Kampanye Paslon Jokowi – Ma’ruf pada Sabtu (13/4/2019) sebagai penggalangan people power. Padahal, sebenarnya itu adalah kampanye terbuka paslon  01, bukan people power seperti pernyataan Moeldoko itu.  

Acara Reuni 212 di Monas beberapa waktu lalu juga disebutnya contoh yang sama karena berlangsung damai. “Kalau niatnya baik, enggak apa-apa, tapi kalau people power sudah mengganggu kedaulatan negara, maka itu salah satu tugas dari TNI,” ujarnya.

Dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Moeldoko menjelaskan, jelas disebutkan bahwa satu tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara. (Perlu dicatat, berita yang ditulis Tempo.co ini masuk kategori Advertising alias “berbayar”).

Dan, “Untuk itu siapapun yang mencoba-coba untuk menganggu kedaulatan negara, maka kita bicara kedaulatan pemerintah, kita bicara kedaulatan wilayah dan masyarakat. Maka itu tugas TNI,” ujar Moeldoko.

Begitu ada niat yang tidak baik berkaitan dengan kedaulatan negara atau menggoyahkan kedaulatan negara, ujar Moeldoko, maka TNI akan masuk. “Bukan lagi polisi, itu tugas TNI sesuai undang-undang,” ujar dia.

Diberitakan, people power dilontarkan Ketua Dewan Pengarah BPN paslon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Salahuddin Uno, Amien Rais pada Minggu, 31 Maret 2019. Saat itu Amien terlibat unjuk rasa berlabel 313 di depan kantor KPU, Jakarta.

Unjuk rasa menuntut KPU menjalankan pemilihan umum 17 April 2019 dengan jujur dan adil. Amien lalu mengatakan memilih people power ketimbang menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi jika ditemukan KPU tak jujur dan adil.

“Kalau kami memiliki bukti adanya kecurangan sistematis dan masif, saya akan mengerahkan massa untuk turun ke jalan, katakanlah Monas, dan menggelar people power,” kata Amien di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Senin, 1 April 2019.

Sehari sebelumnya, Minggu (31/3/2019), Ketua Dewan Pembina PAN Amien Rais berorasi dalam Apel Siaga 313 bersama FUI di depan gedung KPU Pusat, Jakarta. Apel Siaga 313 ini oleh Moeldoko disamakan people power Konser Putih Bersatu di GBK.

Pemilu Curang

Ancaman people power yang dilontarkan Amien Rais tersebut bukannya tanpa sebab. Terkait dengan Pemilu 2019, terutama untuk Pilpres 2019, sudah ada banyak bukti kecurangan yang terjadi. Terlepas siapa pelakunya, langkah ini merugikan paslon 02.

Apalagi, “sihir” Quick Count  dari 6 lembaga survei yang sempat tayang di beberapa stasiun televisi swasta nasional telah menipu rakyat karena tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Ini bisa memicu “kemarahan” rakyat, sehingga berpotensi timbul chaos.

Apalagi, lembaga survei “berbayar” yang hasilnya mengunggulkan paslon Jokowi – Ma’ruf itu tidak disertai dengan data form C1, berbeda jauh dengan rilis perolehan suara dari BPN Prabowo – Sandi yang berbasis data form C1 dari TPS se-Indonesia.

Makanya, selama beberapa kali pidato seusai Pilpres, 17 April 2019, capres petahana Jokowi tidak berani menyatakan “menang” berdasar hitungan form C1, tapi hanya berani menyatakan “kemenangan” berdasar Quick Count yang memenangkan paslon 01 ini.

Boleh jadi, sebenarnya capres petahana ini sudah mengetahui kalau ia memang benar-benar kalah pada Pilpres 2019. Sebagai Presiden, Jokowi bisa saja mendapat informasi tersebut dari Panglima TNI, Kapolri, Ka BIN, atau minimal Kepala KSP Moeldoko.

Tak heran jika Moeldoko juga pernah mengakui kekalahan paslon 01 itu di sejumlah daerah. Berdasarkan QC di Aceh, Sumbar, Jabar, dan NTB, paslon 01 hanya mendapat sedikit suara dibanding paslon 02 yang bisa menang hingga di atas 70 persen.

“Ya kalau kita lihat dari daerah yang kering, itu relatif basisnya Islam, muslimnya yang kuat. Aceh, Sumbar, Riau, Jabar, terus juga NTB. Kenapa begitu terpengaruh? Karena hembusan isu yang dari  awal sudah diwaspadai itu, itu memang luar biasa kuat. Waduh semburannya luar biasa,” jelas Moeldoko, di kantornya, Bina Graha Jakarta, Kamis (18/4/2019).

Isu agama yang kerap dialamatkan ke Jokowi, seperti kalau terpilih maka azan akan dilarang. LGBT juga diisukan akan dilegalkan, hingga pernikahan sesama jenis. Semua itu jelas-jelas hoaks atau tidak benar. Sebelumnya Jokowi juga dihantam isu sebagai kader PKI.

Selama kampanye di daerah-daerah, Jokowi selalu mengangkat isu itu. Ia mengklarifikasi soal kabar bohong. Dalam survei internal pun, menurut Jokowi, yang percaya isu hoaks itu mencapai sekitar 9 juta orang.

Moeldoko mengatakan, ia diberitahu oleh orang-orang Aceh. Bahwa kalau isu agama, maka selesai sudah. Maka di hitung cepat itu, bahkan Prabowo mampu menang hingga 80 persen lebih.

Dihantam isu agama itu, Moeldoko mengakui keberadaan tokoh-tokoh agama yang ada di kubu Jokowi seperti Ustad Yusuf Mansur dan M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang, belum mampu meredam isu seperti itu.

“Masih belum bisa mengubah situasi. karena ya, apa ya, menyentuh emosi, ya. Tapi mudah-mudahanlah nanti, kita sudah tidak lagi bicara di arah itu semuanya sudah fokus pada upaya membangun negara,” ucap mantan Panglima TNI itu.

Jejak digital Viva.co.id, Kamis (18 April 2019 | 16:35 WIB) berjudul “Moeldoko: Kekalahan 01 di Aceh, Jabar karena Isu Agama Tak Terbendung” itu mengisyaratkan bahwa Moeldoko dan Jokowi maupun TKN sudah tahu: paslon 01 kalah!

Peringatan keras Moeldoko terkait people power yang mengancam kedaulatan negara akan berhadapan dengan TNI itu tampaknya diarahkan kepada pendukung paslon 01 yang tidak terima jika Jokowi – Ma’ruf dinyatakan kalah Pilpres 2019.

Karena itulah, sebaiknya baik pendukung paslon 01 maupun paslon 02 menahan diri untuk tidak berbuat kerusuhan terkait keputusan KPU nanti. Sebab, jika terjadi chaos dipastikan, ada pihak lain yang akan ambil-alih kemenangan rakyat ini.

Apalagi, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang kini menjabat Ketum DPP Partai Demokrat membaca situasi politik pasca Pemilu 2019 menunjukkan ketegangan. Tak hanya itu, ia melihat situasi bisa berkembang ke arah yang membahayakan politik dan keamanan.

Oleh karena itu, ia menginstruksikan pengurus dan kader partainya untuk tidak terlibat dalam kegiatan yang bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang serta bertentangan dengan kebijakan pimpinan Demokrat.

Arahan SBY itu ditujukan kepada Ketua Dewan Pembina Demokrat EE Mangindaan, Ketua Dewan Kehormatan Demokrat Amir Syamsuddin, Wakil Ketum Demokrat Syarief Hasan, dan Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Pandjaitan.

Surat juga ditembuskan kepada Kogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono. Peringatan SBY itu juga patut mendapatkan perhatikan. Karena, bisa saja kekhawatiran SBY itu terjadi. Sehingga, SBY perlu mengingatkan melalui pejabat Demokrat.  

Jangan terprovokasi, sehingga berbuat rusuh! Karena bukan tidak mungkin ada pihak yang ingin “menyalip di tikungan”. But the war is over yet. TKN belum mengaku kalah. Semua relawan Pro Perubahan mesti kawal. Hindari provokasi.

Seandainya ada anasir tertentu yang tidak mau kalah, dia bisa memilih cara anarkis. Bakar 1 obyek vital negara, serbu Glodok atau jarah pertokoan. Aksi ini trigger amuk massa. Tidak terkendali. Penguasa bisa merilis Darurat Sipil. Pemilu dianulir, DPR dibubarkan.

Tapi harganya tinggi. Belum tentu sukses. Mata internasional sedang fokus memperhatikan Indonesia. Meleset sedikit, Pangkalan Amherika di Darwin bisa bergerak. TNI tentu memilih bersama pilihan rakyat yang 60%, yang memilih dengan ikhlas tanpa operasi money politic dan ditakut-takuti isu khilafah.

Dengan angka margin seperti itu, sebaiknya pihak-pihak tertentu segera loncat pagar, berdiri di barisan rakyat mayoritas itu supaya tak ada yang berusaha “menyalip di tikungan” tadi!

***