Secara mengejutkan tiba-tiba Wakil Presiden M. Jusuf Kalla bersuara soal lahan ratusan ribu hektar yang “dikuasai” capres 02 Prabowo Subianto yang di Kalimantan Timur (220 ribu ha) dan Nangroe Aceh Darussalam (120 ribu ha).
Wapres JK menilai, wajar jika ada sekelompok orang menguasai pengelolaan ratusan ribu hektare lahan di Indonesia. Menurutnya, penguasaan lahan tersebut adalah hal yang biasa dalam dunia industri di Indonesia.
“Itu malah banyak perusahaan yang menguasai lebih dari itu. Ada yang menguasai 1 juta (hektare), kalau digabung dan sebagainya. Itu hal yang biasa,” kata JK, ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa 19 Februari 2019.
“Ini kan mereka bikin industri untuk ekspor. Untuk industri ekspor kan butuh bahan baku. Kalau tidak ada penguasaan wilayah, untuk bahan baku gimana?” lanjut Wapres JK, seperti dilansir Viva.co.id, Selasa (19 Februari 2019 | 14:28 WIB).
Wapres JK bahkan mengungkapkan, lahan Prabowo yang ada di Kaltim itu justru diberikan atas izinnya. Setelah kredit macet dan sempat diambil alih bank, pengelolaan lahan tersebut kemudian dibeli oleh Prabowo.
“Kebetulan waktu itu saya yang kasih itu. Itu ada di tangan BPPN, kemudian di tangan Bank Mandiri, karena itu kredit macet. Prabowo (bilang) bahwa dia mau beli. Saya tanya, you beli tapi cash, tidak boleh utang. Siap! Dia beli, pakai cash,” ujar JK.
Hal itu terjadi pada sekitar 2004, belum lama ketika JK menjabat menjadi Wakil Presiden. Wapres JK menilai, pengelolaan lahan itu lebih baik diambil Prabowo, ketimbang jatuh ke tangan asing.
“Lebih baik dia daripada perusahaan asing. Waktu itu. Saya yang putuskan. Mungkin baru satu minggu saya menjabat Wapres,” ungkap JK. Sebelumnya, Prabowo mengakui memiliki lahan ratusan hektare di Kalimantan dan Aceh.
Namun, lahan yang dikuasai Prabowo merupakan Hak Guna Usaha (HGU) dan milik negara. “Terkait tanah itu benar, tapi itu HGU milik negara. Jadi setiap saat negara bisa ambil,” tegas Prabowo dalam Debat Capres kedua di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/2/2019).
Serangan pribadi capres petahana Joko Widodo kepada capres Prabowo Subianto ini bermula saat Ketua Umum Gerindra tersebut mempertanyakan pembagian sertifikat tanah selama era pemerintahan Jokowi.
Alih-alih menjawab, Jokowi malah menyinggung Prabowo yang memiliki lahan seluas 220 ribu ha di Kaltim dan 120 ribu ha di Aceh. Jokowi pun mengisyaratkan kepemilikan tanah Prabowo itu tersebut tidak dilakukan masa pemerintahan dia.
Usai debat tersebut, Wakil Ketua TKN paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding menambah panas suasana. Karding mengatakan, kapan dan bagaimana cara Prabowo Subianto memperoleh lahan seluas itu memang patut dipertanyakan.
Karding menyatakan, hal itu penting diketahui publik karena mereka akan memilihpemimpin. “Menurut saya harus ditanyakan aset 220 ribu ha dan 120 ribu ha itu cara memperolehnya bagaimana, pada saat kapan, lalu apakah sudah pernah bayar pajak,” ujarnya.
“Lalu, aset itu selama ini digunakan untuk apa saja?” tanya Karding di Media Center Jokowi - Ma’ruf, Jakarta, Senin (18/2/2019). Jika menyimak ucapan yang terkesan begitu “mengejar” lahan Prabowo ini, bukan tidak mungkin, Jokowi dapat info dari Karding.
Jawaban atas lahan Prabowo dari Wapres JK sebenarnya sudah cukup jelas. Bahwa tidak ada yang salah dengan status lahan Prabowo tersebut. Jadi, sudah dianggap selesai. Tak perlu lagi diperpanjang dan dipermasalahkan. The End, Tamat!
Serangan capres Jokowi atas rivalnya itu setidaknya telah menyedot energi Tim Kampanye Nasional (TKN) paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin untuk mencari pembenaran dengan berbagai dalih. Termasuk, Ketua Umum TKN Erick Thohir.
Bahkan, Erick Thohir sampai perlu menjelaskan, pernyataan capres petahana Jokowi perihal lahan Prabowo itu tak bermaksud menyerang pribadi. Pernyataan saat itu hanya menjelaskan kebijakan pemerintah yang populis dan tidak bermaksud menyerang pribadi.
“Kalau dianggap menyerang pribadi, ya mohon maaf,” kata Erick Thohir di kantor El Royale Kelapa Gading pada Rabu, 20 Februari 2019, mengutip Tempo.co. Klarifikasi Erick Thohir ini memang perlu dilakukan. Apalagi, ternyata dia juga “penguasa” lahan.
Nama Erick Thohir dan kakaknya, Garibaldi Thohir, ternyata juga menguasai lahan tambang seluas 482.171 ha di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Selatan melalui PT Adaro Energy Tbk. Garibaldi Thohir tercatat sebagai Presiden Direktur Adaro.
Dalam skema yang dibuat Tempo.co, selain kakak-beradik itu, di kubu Jokowi – Ma'ruf, ada Surya Paloh (Dewan Pembina TKN), Oesman Sapta Odang (Dewan Pembina TKN), Luhut Binsar Pandjaitan (Inisiator Tim Bravo 5), yang juga “penguasa” lahan.
Ada pula Hary Tanoesoedibjo (Dewan Pembina TKN, Ketua Umum Partai Perindo), Sakti Wahyu Trenggono (Bendahara TKN), dan Saleh Husin (Wakil Ketua Umum Partai Hanura). Mereka ini “penguasa” lahan di beberapa wilayah Indonesia.
Dalam tulisan Tempo.co terungkap bahwa sebanyak 29 taipan telah menguasai lahan hampir setengah luas Pulau Jawa. Sebanyak 25 grup perusahaan kelapa sawit menguasai lahan seluas 5,1 juta ha atau hampir setengah Pulau Jawa yang luasnya 128.297 km2.
Dari 5,1 juta ha (51.000 km2) itu, sebanyak 3,1 juta ha diantaranya telah ditanami sawit dan sisanya belum ditanami. Total luas perkebunan sawit di Indonesia saat ini sekitar 10 juta ha.
“Kelompok perusahaan itu dikendalikan 29 taipan yang perusahaan induknya terdaftar di bursa efek, baik di Indonesia dan luar negeri,” kata Direktur Program Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia, Rahmawati Retno Winarni, Jumat (13/2/2015).
Lembaga TuK dan Profundo merilis hasil riset dengan judul “Kendali Taipan atas Grup Perusahaan Kelapa Sawit di Indonesia”.
Penelitian yang dilakukan sejak tahun lalu itu mendapatkan data bahwa kekayaan total mereka pada 2013 sebesar US$ 71,5 miliar atau Rp 922,3 triliun. Angka konservatif ini diperoleh dari kajian yang dibuat Forbes dan Jakarta Globe.
Sebagian besar kekayaan itu diperoleh dari bisnis perkebunan sawit, dan beberapa bisnis lainnya. Menurut Rahmawati Retno Winarni atau Wiwin, pemilihan 25 grup bisnis sawit terbesar itu didasari data dari laporan tahunan, website perusahaan, kajian Thomson dan Bloomberg, serta lembaga lainnya.
Masih menurut laporan Tempo.co, ada 11 perusahaan yang terdaftar di bursa efek di Jakarta, kemudian 6 di bursa efek Singapura, 3 di Kuala Lumpur, dan satu perusahaan di bursa efek London.
Namun perusahaan terbuka itu tak sungguh-sungguh dimiliki publik, karena taipan adalah pemegang saham dominan, dengan penguasaan 20-80 persen saham. “Kepemilikan saham dilakukan melalui ‘perusahaan cangkang’ di negara-negara ramah pajak,” kata Wiwin.
Luar biasa bukan? Jadi, wajar kalau Wapres JK akhirnya terpaksa “buka suara” soal lahan Prabowo yang disinggung Jokowi saat Debat Capres lalu itu. Apalagi, ternyata lahan yang disoal itu justru digunakan untuk kepentingan masyarakat sekitar.
Seperti dilansir KOMPAS.com, Kamis (21/2/2019), terkait lahan Prabowo di Aceh. Lahan ini berada di bawah PT Tusam Hutani Lestari (PT THL). PT THL merupakan perusahaan yang didirikan pada 1993 hasil patungan (joint venture) antara PT Alas Helau yang disebut telah dibeli Prabowo dengan saham 60 persen, dan PT Inhutani IV (saham 40 persen).
Unit bisnis PT THL meliputi usaha di bidang industri pengolahan kayu, pengelolaan hutan alam, dan pengelolaan hutan tanaman. Lahan itu ternyata memiliki luas 97.300 ha dengan beberapa blok yang berada di areal THL di 4 Kabupaten, yakni Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen.
Masing-masing blok diberi nama blok Gunung Salak, Blang Kuyu, Lampahan, Burni Telong, Bidin dan blok Jambo Aye. Tapi tidak banyak masyarakat yang tahu, sebagian dari lahan PT THL yang mendapatkan Hak Penguasaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) ini telah dikuasai oleh masyarakat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Kompas.com menulis, terdapat beberapa blok yang berada di areal THL di 4 Kabupaten, yakni Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen, yakni blok Gunung Salak, Blang Kuyu, Lampahan, Burni Telong, Bidin dan blok Jambo Aye.
Khusus lahan di blok Burni Telong di Kabupaten Bener Meriah, selain telah digunakan oleh masyarakat, terdapat pula lahan yang sudah dipakai pemerintah untuk pembangunan dan pengembangan sejumlah infrastruktur.
“Di blok Burni Telong sudah digunakan untuk pembangunan Bandara Rembele, gedung perkantoran, bangunan dan komplek Batalyon 114 Satria Musara, kantor polisi, dan kantor-kantor lain,” ucap Bagian Perencanaan dan Administrasi Umum PT THL Husein Canto.
Ia menambahkan, meskipun lahan yang digunakan oleh negara itu sudah tidak dikelola oleh THL, pajak atas pemakaian lahan tersebut tetap dibebankan kepada perusahaan seluas lahan yang diizinkan.
“Pajak Bumi Bangunan yang dibayarkan kurang lebih untuk Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah kurang lebih Rp 600 juta, Bireuen dan Aceh Utara hampir mencapai Rp 600 juta,” katanya.
“Kontribusi untuk PAD Kabupaten Aceh Tengah per tahun itu kira-kira Rp 1 miliar, sementara untuk Kabupaten Bener Meriah mencapai Rp 700 juta hingga Rp 800 juta, karena dua kabupaten ini yang aktif kegiatan penyadapan getah.”
Jadi, benar kata Wapres JK. Lebih baik diserahkan ke Prabowo ketimbang ke Asing, seperti lahannya yang di Kalimantan Timur itu untuk kemakmuran rakyat sekitar.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews