Ditemukan Potensi Kerugian Rp 3 Miliar di Pemkab Trenggalek

Selasa, 16 Oktober 2018 | 16:50 WIB
0
635
Ditemukan Potensi Kerugian Rp 3 Miliar di Pemkab Trenggalek

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 6 pelanggaran yang berpotensi kerugian Rp 3 miliar di Kabupaten Trenggalek. Itu diketahui setelah ada banyak temuan saat pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Tahun Anggatan 2017 oleh BPK.

Apalagi, ini juga memiliki potensi yang merugikan keuangan daerah. Temuan itu diungkap oleh anggota Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Nandang Suherman, seperti dilansir oleh Harian Radar Trenggalek, Kamis (11/10/2018).

Menurut Nandang, predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) seringkali menjadi “tameng” atau perisai pemda dalam hal pengelolaan dan penggunaan keuangan daerah. Yakni, sebagai bukti kepada publik bahwa telah menjalankan pemerintahan dengan baik.

Ia mengatakan, WTP itu tak ubahnya hanya menunjukkan bahwa pemda sudah melakukan pencatatan keuangan sesuai dengan akuntansi pemda. Artinya, seluruh transaksi yang telah dilakukan oleh pemda (penerimaan, belanja, pembiayaan, serta aset) sudah tercatat dengan benar sekaligus didukung alat bukti.

Tapi, itu tidak menjamin bahwa prosesnya tidak terjadi penyimpangan. Contohnya, dari LHP BPK untuk APBD 2017 saja menunjukkan masih terjadi pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap peraturan peundangan dan berpotensi merugikan keuangan daerah.

Pihaknya mengklaim telah melakukan penelusuran di beberapa kota, tak terkecuali di Kota Keripik Tempe ini. Sedikitnya ada 6 temuan dengan rincian 17 kasus. Mulai dari kekurangan volume pekerjaan/tidak sesuai konstruksi, hingga kelebihan honor/insentif/tunjangan.

Jika dilihat dari potensi kerugian negara yang ditimbulkan, setidaknya mencapai angka lebih dari Rp 3 miliar. “Semestinya DPRD harus melakukan kontrol terhadap hasil temuan ini. Dan melaporkan kepada unsur penegak hukum apabila sampai batas waktu enam bulan belum mengembalikan ke kas daerah,” katanya.

Terkait hal itu, pihaknya juga berharap aparat penegak hukum proaktif untuk menindaklanjuti temuan BPK ini sesuai kaidah hukum yang berlaku.

Nandang menjelaskan, audit oleh BPK ini hanya bersifat sampel alias tidak menyeluruh pada setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh pemda. Untuk itu, fungsi pengawasan yang dimiliki oleh legislatif perlu ditingkatkan.

“Apabila BPK melakukan audit keseluruhan kegiatan yang dilaksanakan OPD (Organisasi Perangkat Daerah), pasti ditemukan lebih banyak temuan dan potensi kerugian daerah akan jauh lebih besar,” ungkap Nandang.

Menurutnya, korupsi bisa tejadi jika diskresi atau kewenangan minus akuntabilitas. Dengan kata lain, kewenangan yang melekat dalam pejabat publik harus disertai dengan transparansi dalam pengelolaan dan bisa dipertanggungjawabkan secara sosial dan politik kepada publik.

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Trenggalek Agus Yahya tidak menampik ada temuan mengenai kekurangan volume atau pun lebih bayar kegiatan dalam audit BPK Tahun Anggaran 2017 lalu.

Hal ini sudah menjadi perhatian pemda dengan menggandeng aparat penegak hukum untuk menyelesaikan persoalan tersebut. “Sebagian sudah ada pengembalia ke kas derah,” katanya kepada Radar Trenggalek, Rabu (10/10/2018).

Pihaknya mengaku tidak ingat secara keseluruhan kasus atau temuan BPK tersebut. Seingat dia, temuan BPK mengenai kekurangan volume atau lebih bayar kegiatan itu tidak hanya terjadi di tahun 2017, tapi juga di tahun-tahun sebelumnya.

“Pertengahan tahun kemarin, kejaksaan berhasil membantu untuk pengembalian kelebihan bayar ini,” ungkap Agus Yahya. Masalah LHP BPK sempat pula disinggung saat Laporan Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Trenggalek APBD 2017.

Dalam LPJ Bupati Trenggalek APBD 2017 tersebut, sejumlah catatan muncul untuk segera ditindaklanjuti oleh Bupati Emil Elestianto Dardak.

Ketua DPRD Trenggalek Samsul Anam, Jum’at (20/7/2018) menyebut bahwa rapat kali ini membahas tentang Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bupati tahun 2017 dengan esensi apa yang pernah dinotakan dan disampaikan Bupati sebelumnya.

“Jadi sebelum ditindaklanjuti komisi, ada pembahasan dari Pandangan Umum (PU) Fraksi terkait hal yang perlu dilakukan tindak lanjut. Kemudian masing-masing komisi menindak-lanjuti laporan tersebut dan dibahas pada rapat kali ini,” ujarnya, Minggu (22/7/2018).

Dalam rapat tersebut, setiap komisi memang memberikan sejumlah catatan terkait program pembangunan di Trenggalek untuk ditindaklanjuti Bupati. Laporan Komisi I menyebut belum banyak Perda, terutama inisiatif DPRD, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Bupati.

Terkait dengan Paten, menurut Komisi I juga, pelayanan di tingkat kecamatan ini juga belum begitu banyak ditindaklanjuti Bupati Emil. Utamanya juga terkait pelimpahan sebagian kewenangan Bupati kepada Camat.

Kemudian komisi II, mendorong bagaimana LHP BPK untuk segera ditindaklanjuti Bupati Trenggalek, sehingga ada kesempurnaan di tahun berikutnya untuk lebih baik daripada yang dicapai saat ini.

Komisi III, banyak kegiatan proyek yang sangat perlu mendapatkan pengawasan intensif dari OPD terkait. Artinya, tidak pada konsultan saja dan kontraktor kepercayaan, tapi bagaimana mem-backup sepenuhnya dari OPD terkait. Sebab, bagaimana pelaksanaan tender ini berjalan sebagaimana mestinya.

Sedangkan di Komisi IV, juga menyoroti tentang pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan laporan keuangan di masing-masing Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD), terutama di Puskesmas. Karena pada BLUD Puskesmas sendiri masih berjalan pada sekitar 2016 lalu.

Sehingga, juga perlu SDM yang mumpuni dalam rangka penyusunan keuangan di badan pelayanan daerah terutama di tingkat Puskesmas. Meski dengan catatan, akhirnya DPRD Trenggalek menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2017 menjadi Perda, Senin (30/7/2018).

Namun, dewan meminta eksekutif agar tidak ada lagi catatan BPK dalam APBD tahun depan. Persetujuan ini dilakukan dewan dalam Rapat Badan Musyawarah di DPRD Trenggalek pada 22 Juni 2018.

Sarat Korupsi?

Indikasi korupsi yang selama ini terjadi di Kota Kripik Tempe ini hampir tidak tersentuh oleh hukum. Dugaan proyek bermasalah ini terjadi pada proyek peningkatan jalan Munjungan dan Nambak Ngulungkulon, Kecamatan Panggul, Trenggalek, senilai 9,6 miliar rupiah.

Melansir dari Sigap88.com, Sabtu (14/4/ 2018), diduga oknum panitia atau Kelompok Kerja (Pokja) diduga bermain anggaran dalam proyek tersebut. Proyek peningakatan jalan tersebut, dianggarkan pada APBD Tahun 2018.

“Proyek itu dianggarkan melalui Dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten Trenggalek, tapi penetapan rekanan proyek yang diduga syarat permainan, maka kami melakukan protes dan menempuh jalur hukum,” ungkap sumber yang dihubungi Sigap88.com.

“Sekarang kita lihat, ada rekanan yang di tetapkan sebagai pemenang pertama dan kedua, dengan nilai tawar lebih rendah, tapi kalah, ini kan aneh ada apa ini,” lanjutnya.

Hasil pengumuman lelang di LPSE Trenggalek, ada empat peserta lelang yang memasukan penawaran. Penawaran pertama dari PT Sriwijaya Perkasa dengan penawaran terendah Rp 8.684.831.492,19.

Kedua, PT Konstruksi Indonesia Mandiri dengan penawaran Rp 9.367.805.736,39; Ketiga, PT Cipta Prima Selaras dengan penawaran Rp 9.377.105.141,72; Dan yang terakhir adalah penawar ke empat dengan harga penawaran terendah, yaitu PT Ayem Mulya Indah (Grup Triple S), dengan nominal Rp 9.652.182.044,23.

Sedangkan HPS pekerjaan ini sebesar Rp 9.658.594.411,78. Dari sinilah letak kejanggalan itu terlihat, dimana PT Ayem Mulya Indah, dimenangkan dengan nilai penawaran tertinggi, dari nominal yang ditawarkan rekanan yang lain turun 0.009 persen, kalau dinominalkan harganya turun sekitar Rp 6.4 juta saja.

“Dengan seperti itu jelas proses lelang dan penetapan pemenang tidak fair, dan diduga ada permainan antara oknum Pokja dan ULP,” jelasnya.

Menurut sumber tadi, karena tak ada alasan yang jelas tentang prosedur penetapan pemenang lelang dengan jelas, dan proses penunjukan juga pada penawar tertinggi, maka tentu sangat mungkin merugikan negara, karena selisihnya bisa mencapai Rp 1 miliar.

“Kalau dilihat dari nominal tiga penawar lain yang lebih rendah, dari pada pemenang tender, ini cuma salah satu proyek yang terindikasi bermasalah di Kabupaten Trenggalek, sementara masih banyak lagi proyek-proyek yang juga diduga syarat masalah di dalamnya,” lanjutnya.

“Datanya lengkap di saya semua, nanti kita akan bongkar satu per satu,” ungkapnya. Kadis PU Sholeh sempat diklarifikasi melalui telepon selulernya terkait masalah tersebut.

”Proyek yang terletak terletak di Crakin-Ngulong Kulon Kecamatan Panggul, Kabupaten Trenggalek ini sepenuhnya ada di ULP dan sampai sekarang masih belum dideligasikan ke Dinas PU,” katanya, seperti dikutip Sigap88.com.

Laporan laporan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat setempat yang ditujukan kepada Bupati Trenggalek tidak ada respon, sehingga masyarakat semakin curiga terhadap masalah korupsi yang ada di lingkungan yang dipimpin Bupati Emil.

Pada Rabu (15/11/2017) misalnya, Joko Prasetyo melaporkan adanya dugaan tindakan pidana korupsi di Trenggalek kepada Ditreskrimsus Polda Jatim. Ia membawa beberapa berkas untuk melaporkan beberapa dinas di Trenggalek terkait dugaan penyalahgunaan wewenang.

Joko melaporkan perihal adanya dugaan tindak pidana korupsi seperti yang disampaikan. “Lho kami malah belum mengetahui itu, saya malah baru tahu,” tegas Kabag Rumah Tangga dan Protokol Pemkab Trenggalek Triadi Atmono kepada TribunJatim.com.

Tidak hanya Triadi. Bupati Emil saat dimintai klarifikasi oleh Pepnews.com melalui nomor WA yang selama ini dipakai hanya menjawab singkat, “Waduh saya ndak tahu tentang ini,” katanya, Minggu (14/10/2018).

***