Betapa menggemaskan, hanya untuk mengirim balasan aplikasi whatsapp, perlu menunggu dalam hitungan menit.
Tidak hanya koneksi telepon yang disediakan operator swasta, tetapi juga koneksi inetret yang ada di hotel, juga sementara bermasalah.
Ketika saya mengadu ke front office hotel, mereka menyampaikan “sudah biasa, Pak. Setiap hari juga begitu”.
Sebuah kepasrahan atas apa yang terjadi. Sayapun kemudian harus kembali ke kamar. Penggantinya akses menggunakan paket data perusahaan BUMN, bisa mendukung untuk menggunakan zoom sampai selesai.
Dua kali kegiatan dengan menggunaan zoom tetap bisa digunakan, walau ada sesekali hambatan yang ada.
***
Itu adalah keluhan. Sementara Tanah Papua menjadi tempat paling nyaman kalau mau mengeluh. “Hanya saja, mengeluh tidak ada menyelesaikan masalah. Kalaulah mengeluh menyelesaikan masalah, mari mengeluh bersama,” begitu diantara obrolan bersama dengan Bapak Dr. H. Rustamadji, penerima anugerah tokoh perubahan Republika.
Baginya, hanya dengan berusaha akan menjadi sebuah solusi. Maka, tidak ada pilihan lain kecuali dengan “bertarung” untuk sebuah ikhtiar dalam menggapai daya sanding global.
Sementara Rektor Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena tetap memacu kelembagaan UNAIM Yapis Wamena, sekalipun sudah menjadi universitas yang sebelumnya sekolah tinggi. Dr. H. Rudihartono Ismail, M.Pd., mendapatkan apresiasi yang juga menjadi citra lembaga.
Perguruan tinggi ini bertransformasi menjadi universitas, sejak Januari 2020. Dimana, dengan kelembagaan sekolah tinggi sudah beroperasi sejak 2003. Walau di masa itu, izin operasional sudah ada sejak 1999.
Kondisi kota Wamena memungkinkan, STIA Amal Ilmiah Yapis Wamena beroperasi. Hingga kini, sudah meluluskan 1.300 orang. Diantaranya sudah menjadi pegawai, pengusaha, dan bahkan tiga alumni sementara menduduki kursi DPRD di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Semangat Yapis (Yayasan Pendidikan Islam) menjadi spirit tersendiri. Thaha Al Hamid, akrab dipanggil Bang Cho mengemukakan bahwa diantara usaha yang memudahkan untuk memberdayakan masyarakat dapat dimulai dengan pendidikan.
Olehnya, Yapis menjadikan usaha pendidikan untuk menjadi amal usaha pertama dan utama.
Sebagaimana dilaporkan Ketua Yapis Cabang Jayawijaya bahwa di Wamena sendiri terdapat enam unit pelaksana teknis (UPT) Yapis.
Kesemuanya ini untuk memberikan pengalaman belajar dan proses formal Pendidikan bagi warga.
“Tidak hanya untuk muslim” begitu semangat Yapis. Walaupun didirikan oleh kalangan muslim dan tidak untuk mengadakan Islamisasi. Pendidikan yang dikelola Yapis disediakan bagi siapapun tanpa mengenal agama.
Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena dikenali dengan singkatan Unaim, kini melangkah dengan tantangan baru. Tidak lagi dalam kelembagaan untuk upgrading dari sekolah tinggi ke universitas.
***
Malam terakhir dalam perjalanan di Wamena, berjumpa dengan pimpinan dan juga dosen-dosen Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena.
Ada semangat optimisme yang tergambar di sana. Bahkan dalam perhelatan tiga wisuda terakhir sejak transformasi semuanya dilaksanakan di pelataran kampus. Ini juga dikarenakan pembangunan fasilitas kampus dengan peletakan batu pertama sejak 2007, mulai tersedia fasilitas yang lengkap.
Dosenpun mulai bertambah, sekarang sudah mencapai angka 62 orang yang mengampuh delapan program studi. Bahkan, satu prodi yang saat ini masih diploma tiga, sementara diusulkan untuk perubahan menjadi diploma empat.
Ada semangat yang tercermin. Begitupun juga usaha yang terus menguruskan perubahan kea rah yang selalu lebih baik.
Komentar pimpinan LLDikti wilayah XIV semasa memasuki wilayah kampus “sepertinya pagar ini baru. Saya tidak melihatnya di kunjungan terakhir,” begitu kata Dr. Surel Mofu, Kepala LLDikti wilayah Papua dan Papua Barat.
Saya menangkap pesan bahwa selalu ada “pembangunan” yang tidak hanya dalam fisik. Tetapi juga pengembangan keilmuan.
Keberadaan jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, atau kadang pula disebut planologi menjadi tanda bahwa pengembangan keilmuan juga telah beriringan.
Dalam satu diskusi dengan mitra kerjasama, mulai dipercakapkan persiapan untuk membuka program studi magister.
Itu perlu waktu, setidaknya diperlukan paling tidak lima orang doktor dalam bidang ilmu yang sama. Sehingga ini memungkinkan untuk mengajukan usul mendapatkan izin.
Kota Wamena yang dingin dihangatkan dengan ikhtiar untuk terus bergerak. Setidaknya dimulai dengan menyingkirkan pesimisme bahwa kita berada di daerah terpencil.
Ini yang terkadang menjadi sebuah masalah tersendiri. Dimana akademisi Papua, selalu saja merasa tertinggal. Padahal rendah hati wajib, namun rendah diri justru menjadi sebuah halangan untuk mengusahakan kemajuan.
Jsutru dengan berada di Papua, menjadi wilayah paling awal menikmati pagi di tanah air. Justru ini sebuah kesempatan untuk menggapai kemajuan paling awal. Tentu dengan paling awal mengupayakan profil dosen.
Walaubagaimanapun, dengan keterpencilan Wamena, di kota ini terdapat tujuh perguruan tinggi. Lagi-lagi kata Dr. Surel. Semuanya memiliki legalitas yang sama dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Karena kesamaan legalitas dan juga keberadaan masyarakat yang mengusahakan pembiayaan secara mandiri menjadi sebuah optimisme. Bahkan dengan adanya LLDikti yang semakin dekat, sebelum ini berada di Ambon. Lintas pulau untuk melakukan komunikasi dengan institusi kementerian dengan jarak paling dekat sebelum mencapai Jakarta.
Justru ini menjadi kemewahan tersendiri. Sehingga memacu dan memicu perguruan tinggi untuk mencapai daya sanding global bukan lagi sebuah kemustahilan.
Sayapun bergegas untuk segera rehat. Pesawat berangkat ke Jayapura, tak lama setelah mendirikan salat subuh.
Di Wamena, udara boleh dingin. Kekeluargaan yang hangat dan juga penyambutan yang bersahaja selalu ada di sini.
Sesegera mungkin untuk kembali ke sini, sehingga bisa melihat kembali. Sejauhmana percakapan usai isya di malam ahad dapat diwujudkan selangkah demi selangkah. Tentu ada tantangan, tapi semuanya dapat dielakkan dengan kebersamaan.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews