Memang tidak bisa membandingkan Jokowi dengan Agus Harimurti. Jokowi dan Agus Harimurti berbeda. Namun, yang ingin disampaikan dengan tulisan ini adalah peluang itu ada.
Presiden Jokowi melakukan reshuffle kabinet menjelang akhir tahun 2020. Saya berharap ke-6 menteri baru itu bisa sukses dalam menjalankan tugasnya, dan dapat menghindarkan diri dari tindak korupsi. Harapan itu secara khusus ingin saya tujukan kepada dua menteri yang saya kenal dan saya ikuti rekam jejaknya, yakni Menteri Sosial Tri Rismaharini (59) dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (56).
Saya bahkan ingin mengingatkan keduanya untuk ekstra hati-hati dalam melangkah, mengingat lingkungan di sekitarnya tidak hitam putih, melainkan abu-abu. Batas antara kawan dan lawan pun tidak dengan jelas terlihat. Jika salah dalam mengambil langkah, langsung terjun bebas ke jurang. Rekam jejak yang sudah sekian lama dijaga itu hancur berantakan.
Namun, kali ini saya tidak ingin membahas itu. Yang saya ingin bahas adalah masuknya Sandiaga Salahuddin Uno (51) ke dalam kabinet. Dengan demikian, sama seperti Prabowo Subianto (69), Sandiaga Uno pun seperti mendapatkan ajang pelatihan kepemimpinan dengan menjadi menteri.
Akhir-akhir ini, ada beberapa nama yang sering disebut-sebut dalam pembicaraan calon Presiden 2024-2029, antara lain, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan kini, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Ada satu nama lagi yang dianggap kurang perform sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan kini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (51).
Setiap kali membahas tentang calon presiden 2024-2029, ingatan saya selalu tertuju pada Agus Harimurti Yudhoyono (42). Ia meninggalkan dunia militer yang ditekuninya selama 16 tahun dengan pangkat Mayor. Walaupun ia telah meninggalkan dunia militer, pangkat Mayor tetap melekat dengan dirinya. Bayangkan jika ia dan Prabowo Subianto memutuskan untuk ikut Pemilihan Presiden 2024-2029, maka atribut yang digunakan adalah Mayor melawan Letnan Jenderal. Situasi seperti itu tentunya tidak menguntungkan bagi Agus Harimurti.
Itu sebabnya, dalam tulisan saya, 24 Oktober 2019, sehari setelah Presiden Jokowi mengumumkan kabinet barunya pada periode kedua (2019-2024), saya agak heran karena Agus Harimurti tidak diajak bergabung dalam kabinetnya. Pemikiran saya, kalau saja Prabowo Subianto yang merupakan pesaing tangguhnya dalam Pemilihan Presiden 2019-2024 diajak serta, mengapa Agus Harimurti tidak diajak.
Padahal , dengan menjadi menteri, Agus Harimurti bisa memutus atribut Mayor yang melekat padanya. Oleh karena, atribut berikutnya adalah menteri kabinet. Apalagi jika ia sukses dalam menjalankan tugasnya sebagai menteri. Ternyata, ”Perang Dingin” antara Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri masih berlangsung.
Jurang yang membentang di antara keduanya demikian lebar sehingga Agus Harimurti tidak mempunyai peluang untuk bergabung dalam kabinet Presiden Jokowi.
Agus Harimurti pernah mencalonkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, tetapi gagal.
Bangun Pribadi Sendiri
Jika Agus Harimurti berniat untuk maju sebagai Presiden 2024-2029, mau maju sebagai Gubernur, atau sebagai apapun, ia perlu membangun kapasitas pribadinya sendiri, dan tidak mengandalkan ayahnya. Mungkin ia tidak bermaksud seperti itu, tetapi kesan yang ada mengenai dirinya, adalah ia hanya menjadi kepanjangan tangan ayahnya.
Gunakan nama Agus Harimurti Yudhoyono, atau Agus Harimurti. Penggunaan panggilan akrab AHY, hanya mengingatkan orang kepada ayahnya. Yang mungkin akan merugikan dirinya, karena dianggap sebagai daddy’s boy, anak yang hanya mengandalkan ayahnya.
Ke depannya, Agus Harimurti harus mengubah sikapnya dari sekadar mengkritik kebijakan pemerintah Jokowi, apalagi membandingkannya dengan masa pemerintahan ayahnya—yang waktu dan tantangannya sudah berbeda— dan mulai menjadi bagian dari solusi. Akan jauh lebih baik, jika Agus Harimurti mulai ikut memikirkan solusi bagi masalah besar yang tengah dihadapi bangsa. Dengan kata lain, ia sebagai salah satu putra bangsa terbaik ikut serta memikirkan solusi. Dengan demikian, ia dapat mengangkat kapasitas pribadinya dengan menjadi bagian dari solusi.
Posisi partai oposisi di Indonesia bukan seperti di negara Barat yang bertindak sebagai kabinet bayangan (shadow cabinet), benar-benar berhadapan dengan pemerintah. Bisa menyumbangkan gagasan untuk menyelesaikan masalah bangsa akan mengangkat kapasitas pribadinya.
Jangan khawatir dengan atribut Mayor yang melekat pada dirinya. Jika ia berhasil membangun kapasitas pribadinya sebagai bagian dari solusi, maka itu akan mengangkat posisi tawarnya. Jangan lupa, Presiden Jokowi pun latar belakangnya hanya dua periode menjadi Walikota. Jadi Gubernur DKI Jakarta dua tahun, dan jadi Presiden dua periode. Jokowi yang pada awalnya diragukan bisa perform sebagai Presiden, akhirnya dipilih kembali untuk periode yang kedua.
Jangan lupa, walikota itu dalam bahasa Inggris adalah Mayor. Memang tidak bisa membandingkan Jokowi dengan Agus Harimurti. Jokowi dan Agus Harimurti berbeda. Namun, yang ingin disampaikan dengan tulisan ini adalah peluang itu ada.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews