Konon, Bu Iriana suka ‘cemburu’ karena cucunya itu lebih dekat ke Eyang Kakungnya. “Gak masalah, silahkan saja,” jawab Jokowi sambil tersenyum. Deal.
Sehari setelah penghitungan suara Pilpres, 18 April 2019, kami mendapat kesempatan mewawancarai Presiden Jokowi di Istana Negara. Sesuai permintaan protokol kami sudah siap di Istana pukul 09.00.
Tak cuma detik.com, ada Metro TV dan Kompas TV yang diberi jadwal sama. Kamera dan peralatan terkait ditata. Metro mendapat lokasi di ruang tengah utama, Kompas di koridor menuju ruang tamu, dan detik.com di sudut kanan ruang tamu.
Tapi hingga pukul 12.00 tak ada kejelasan waktu wawacara akan dimulai. Presiden dan para menteri masih rapat di Istana Merdeka. Sejam kemudian baru sidang kabinet berakhir. Para petinggi media diminta ke Istana Merdeka. Direktur Pemberitaan sekaligus Pemred Detik.com, Alfito Deannova meminta saya untuk ikut serta. Ternyata Direktur Pemberitaan sekaligus Pemred Metro TV Don Bosco pun mengajak Aviani Malik yang semlohay (istilah mas J Osdar, Kompas). Cuma Budiman Tanuredjo dari Kompas TV yang tanpa pendamping.
Selain Pak Jokowi, tampak mendampingi Sekretaris Negara Prof Pratikno, Kepala Biro Pers Bey Machmudin, dan Ketua Tim Pemenangan Jokowi - KH Maruf Amin, Erick Thohir. Pada intinya, Jokowi meminta pengertian kami untuk membatalkan sesi wawancara. Pidato kedua Prabowo di hari pencoblosan membuat situasi pollitik menjadi runyam.
"Saya tidak ingin situasi menjadi lebih tidak kondusif bila memberikan wawancara sekarang," ujar Jokowi.
Kami terhenyak. Suasana mendadak senyap. Tegang. Saya melihat Erick yang lebih banyak menunduk. Sementara Pratikno pun menatap kami datar. "Mohon pengertian saudara-saudara," Jokowi kembali menegaskan seraya meminta respons kami.
Sebagai senior, Don Bosco angkat bicara, lalu Budiman dan Alfito. Intinya kami juga memohon pengertian Presiden untuk tetap berkenan diwawancarai. Setelah saling lempar pernyataan, kesepakatan dicapai. Pertanyaan hanya seputar pencoblosan dan capaian sementara hasil hitung cepat. Artinya, semua daftar pertanyaan yang telah disampaikan harus diabaikan. Waktu wawancara pun dipangkas dari semula dijadwalkan 30 menit untuk tiap media. "Saya pikir 5-10 menit cukup," ujar Jokowi.
“Waduh, 5 menit sih doorstop bukan wawancara khusus,” saya membatin. Untunglah setelah negosiasi akhirnya disepakati masing-masing media dijatah 15 menit.
Persoalan berikutnya muncul. Setelah Pratikno membisikan sesuatu, Presiden meminta agar wawancara berlangsung di luar istana. Alasannya agar tidak memicu polemik yang tidak perlu. Jokowi tak mau menerima wawancara di dalam istana karena khawatir akan dinilai memanfaatkan fasilitas negara.
“Kalian kan wawancara saya sebagai capres, incumbent,” ujarnya. "Silahkan disiapkan kameranya di Gazebo saja, di halaman tengah," imbuhnya.
Kami keberatan. Selain matahari sangat terik, memindahkan kamera akan menyita waktu lagi. “Saya pikir di dalam istana tidak masalah, toh Bapak kan Presiden yang memang berhak menggunakannya,” timpal Sekretaris Kabinet Pramono Anung yang baru memasuki ruangan. “Bener lo ya, gak akan jadi gaduh..?” Jokowi meminta garansi. Kami cuma tertawa, lalu satu persatu menyalami sang Presiden dan para pejabat yang mendampingi.
Kembali ke Istana Negara, kami langsung menyantap menu makan siang yang sudah lama tersaji. Selesai makan, saya mendekati Erwin Dariyanto, produser Blak-blakan.
Dialah yang sejak awal mengurus lobi-lobi untuk wawancara Jokowi. Saya meminta dia kembali merumuskan pertanyaan-pertanyaan baru. “Abaikan pointers yang kita kirim kemarin, bikin yang baru. Perut gue mules,” ujar saya sambil ngeloyor mencari toilet.
Mendapat kesempatan terakhir wawancara menjadi beban tersendiri. Narasumber kemungkinan sudah lelah dan boring bila pertanyaannya sama. Dengan waktu yang relatif pendek, pertanyaan pembangun suasana nyaris tak bisa leluasa disampaikan. Apalagi Presiden Jokowi menolak untuk dirias.
“Pak, kalau saya tanya soal Jan Ethes ibu akan marah tidak?” saya berbisik kepada Jokowi yang sedang memasang clip-on. Sebelumnya seorang teman dan staf di Istana mengingatkan saya untuk tidak menyinggung soal cucu pertama sang Presiden. Konon, Bu Iriana suka ‘cemburu’ karena cucunya itu lebih dekat ke Eyang Kakungnya. “Gak masalah, silahkan saja,” jawab Jokowi sambil tersenyum. Deal.
Ketika protokol mengacungkan penada digital bahwa wawancara sudah memasuki menit ke-14, saya pun mengakhiri dengan pertanyaan soal Jan Ethes yang digandrungi para Mahmud Abas. Hasilnya? Jokowi memperlihatkan ekspresi seperti di penggalan video tersebut. Plong….
Hari ini, Presiden Jokowi tepat berusia 59 tahun. Dirgahayu Bapak Presiden.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews