Inilah yang harus diawasi. Kita tidak bisa membiarkan Partai politik mengangkangi Pemerintahan dengan seenaknya.
Hampir setiap hari pemberitaan media, terutama media online memberitakan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Seakan-akan korupsi tidak ada habisnya, dan OTT tidak ada pengaruhnya terhadap perilaku tersebut.
Setelah jajaran kepala daerah dan anggota legislatif, sekarang gilirannya pejabat dibawah naungan berbagai BUMN yang disasar OTT. Sepertinya ada yang salah dalam pemberantasan korupsi. Antara penanggulangannya dan penerapan sanksi hukumnya tidak seimbang.
Lihat saja produk hukum yang dilegislasi DPR, tiga diantaranya terkait dengan tindak kejahatan Korupsi. UU KPK yang baru disahkan, RKUHP yang ditunda pengesahannya, dan UU Pemasyarakatan.
Baca juga: DPR Bikin Koruptor Nyaman dengan RUU Ini
Dari ketiga produk Undang-Undang tersebut, ada poin-poin yang memang memberikan kenyamanan pada koruptor.
Mau sehebat apapun Pemberantasan korupsi dilakukan, setiap menit dan setiap jam OTT dilakukan, jika pelaku Tipikor tidak diberikan sanksi yang maksimal, kejahatan Korupsi akan terus ada.
Anggaran KPK
Kita tidak sungguh-sungguh dalam Pemberantasan korupsi. Padahal anggaran yang dikucurkan Pemerintah kepada KPK untuk Pemberantasan korupsi tidaklah sedikit. Pagu anggaran KPK untuk tahun 2020 sebesar 1,4 Triliyun.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan penambahan anggaran Tahun 2020 sebesar Rp 580,14 miliar dari pagu indikatif yang telah ditetapkan yang sebesar Rp 828,17 miliar.
Bukan berarti dengan anggaran yang segitu besar, KPK harus selamatkan uang negara lebih besar dari itu. Esensinya bukanlah seperti itu. Pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK harus efektif, mampu mengurangi tindak kejahatan korupsi.
Memang apa yang dilakukan KPK cukup meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), dari 37 naik satu poin menjadi 38 untuk tahun 2018, namun kerja KPK akan terasa lebih efektif lagi jika sanksi hukum yang diterapkan pada pelaku Tipikor lebih berat lagi, yang dapat memberikan efek jera pada Koruptor.
Sinergisitas antara KPK dengan lembaga penegakan hukum lainnya, juga lembaga pemasyarakatan harus lebih baik lagi. Tidak terkoordinasinya kerjasama antar lembaga akan mempengaruhi efetivitas Pemberantasan korupsi.
Lihat saja para Koruptor merasa nyaman-nyaman saja di lembaga pemasyarakatan. Sebagai tersangka korupsi, mereka adalah binaan lembaga pemasyarakatan. Istilah binaan ini sangat subjektif, tidak terpantau secara efektif dalam kesehatannya.
Yang lebih hebatnya lagi, para Koruptor ini tidak kehilangan hak politik. Mereka tetap bisa mencalonkan diri menjadi anggota legislatif, juga tetap bisa mencalonkan diri dalam Pilkada. Inilah istimewanya Koruptor dinegeri ini.
Jadi tidak heran kalau OTT KPK hampir rerata orang-orang yang terkait dengan Pemerintahan. Seperti, Kepala Daerah, Anggota Legislatif, dan direksi BUMN, juga Menteri di Kabinet.
Mereka inikan orang-orang yang berada digarda terdepan, penentu kebijakan. Korupsi adalah kejahatan sindikasi yang terorganisir, yang pelakunya berjamaah dalam menguras uang rakyat. Makanya kejahatan korupsi tergolong Extra Ordinary Crime, bukan kejahatan biasa. Seharusnya sanksi hukum yang diterapkan lebih berat lagi.
Betapa geramnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, begitu tahu beberapa direksi BUMN tertangkap tangan KPK. Sri mencap mereka sebagai penghianat negara, dan perilaku tersebut bisa merusak kinerja karyawan dilingkungan BUMN.
Sebagai masyarakat tentu saja kita juga mengecam tindakan tersebut, tapi wewenang masyarakat cuma sebatas menggugat Undang-Undang yang dihasilkan DPR, sementara kejahatan korupsi sendiri banyak menjerat kader Partai politik, baik di lembaga legislatif, maupun yang menjadi kepala Daerah, juga di Kabinet.
Apalah daya masyarakat, kalau semua kekuasaan ada ditangan Partai politik, yang sudah sangat oligarkis. Semua dikooptasi dan diorganisir sesuai dengan kepentingan politik partai. Inilah yang harus diawasi. Kita tidak bisa membiarkan Partai politik mengangkangi Pemerintahan dengan seenaknya.
Mahasiswa yang menyalurkan aspirasinya haruslah memiliki kemampuan dan pengetahuan yang argumentatif, tahu persoalan dan mengerti apa yang menjadi tujuan, bukan sekedar ramai dan banyak, tapi cuma menjadi buih dilautan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews