DPR Bikin Koruptor Nyaman dengan Tiga RUU?

Tiga RUU yang dikebut DPR menjelang masa akhir jabatan saling terkait dan satu tarikan kepentingan, yakni ingin membela dan memberi kenyamanan bagi pelaku tindak pidana korupsi.

Sabtu, 21 September 2019 | 09:00 WIB
0
749
DPR Bikin Koruptor  Nyaman dengan Tiga RUU?
3 RUU siap dikebut pemerintah dan DPR (Foto: MSN.com)

Kalau diteliti secara seksama, tiga RUU yang sedang dibahas DPR dimasa akhir jabatannya, ketiga RUU tersebut dalam satu tarikan Napas kepentingan, yakni ingin membuat "Koruptor Nyaman." Tanya kenapa?

Lihat saja poin-poin draf revisi UU KPK yang sudah disahkan DPR, dari tujuh poin yang sudah disahkan, ada dua poin yang dianggap akan melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Revisi UU KPK

Pada poin 2, tentang adanya Dewan Pengawas KPK, yang memiliki kewenangan melaksanakan tugas dan wewenang KPK, memberi/tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai, memeriksa dugaan pelanggaran kode etik, mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK setahun sekali.

Keberadaan Dewan Pengawas KPK ini untuk mengganti Tim Penasehat KPK yang dihapus, yang secara struktur terdiri dari satu ketua dan empat anggota dan dipilih oleh presiden. 

Poin ini dianggap akan mengurangi independensi dan membatasi kewenangan KPK, karena dalam melaksanakan tugas, KPK harus menunggu wewenang dalam melaksanakan tugas dari Dewan Pengawas.

Poin ini juga dianggap memperlambat kerja KPK, dan memberikan peluang bagi pelaku tindak pidana korupsi untuk menyelamatkan diri.

Begitu juga pada poin status pegawai KPK adalah sebagai Aparatur Sipil Negara atau ASN, yang dianggap akan mengurangi independensi KPK dalam melaksanakan tugas, ketika berhadapan dengan pelaku korupsi dari Pemerintahan.

RUU KUHP

Beberapa pasal yang dianggap kontroversial, ada salah salah satu pasal yang dianggap meringankan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, yakni Pasal 604, Pidana penjara korupsi paling singkat 2 tahun ( Lebih ringan dibandingkan UU Tipikor dengan ancaman pidana minimal 4 tahun). Sumber

Pertanyaannya, kenapa justeru lebih ringan dibandingkan UU Tipikor.? Apa karena selama ini yang banyak melakukan tindak pidana korupsi adalah Anggota legislatif, sehingga DPR perlu melakukan pembelaan dengan cara memperbaiki UU yang terkait Tipikor.

RUU PAS

Komisi Hukum DPR bersama pemerintah pada Selasa (17/09) baru saja selesai merevisi undang-undang pemasyarakatan (RUU PAS). RUU ini menurut rencana akan disahkan paling lambat minggu depan.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan revisi ini memiliki arah dan tujuan yang sama dengan RUU KUHP yang juga akan disahkan serta RUU KPK, yaitu melemahkan KPK dan memperingan hukuman bagi koruptor.

"Sebenarnya satu napas juga dengan RUU KUHP karena kalau cuma satu saja kita mungkin tidak terlalu jelas tapi karena ini sangat mencolok, untuk soal korupsi saja sebenarnya ada tiga skema ini," ujar Asfina dalam wawancara telepon dengan Deutsche Welle Indonesia, Jumat (20/09). Sumber

Apa yang dikatakan Asfina tidaklah salah, karena memang pada kenyataannya memang demikian. Bayangkan seorang yang dipidana Korupsi, yang sebagai warga binaan lembaga pemasyarakatan, bisa diberikan ijin cuti, dan selama cuti tersebut bisa mengunjungi Keluarga, dan bahkan bisa jalan-jalan ke mall.

Sehingga menjadi koruptor bukanlah sesuatu yang menakutkan, malah dipikirkan kenyamanannya. Jelas ini kontradiktif dengan upaya Pemberantasan korupsi. Apakah seperti itu tugas DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya.?

Jadi Tiga Serangkai RUU yang dikebut DPR menjelang masa akhir jabatan Periode 2014-2019, saling terkait dan satu tarikan Napas kepentingan, yakni ingin membela dan memberikan kenyamanan bagi para pelaku tindak pidana korupsi.

***