Tiga RUU yang dikebut DPR menjelang masa akhir jabatan saling terkait dan satu tarikan kepentingan, yakni ingin membela dan memberi kenyamanan bagi pelaku tindak pidana korupsi.
Kalau diteliti secara seksama, tiga RUU yang sedang dibahas DPR dimasa akhir jabatannya, ketiga RUU tersebut dalam satu tarikan Napas kepentingan, yakni ingin membuat "Koruptor Nyaman." Tanya kenapa?
Lihat saja poin-poin draf revisi UU KPK yang sudah disahkan DPR, dari tujuh poin yang sudah disahkan, ada dua poin yang dianggap akan melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Revisi UU KPK
Pada poin 2, tentang adanya Dewan Pengawas KPK, yang memiliki kewenangan melaksanakan tugas dan wewenang KPK, memberi/tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai, memeriksa dugaan pelanggaran kode etik, mengevaluasi kinerja pimpinan dan pegawai KPK setahun sekali.
Keberadaan Dewan Pengawas KPK ini untuk mengganti Tim Penasehat KPK yang dihapus, yang secara struktur terdiri dari satu ketua dan empat anggota dan dipilih oleh presiden.
Poin ini dianggap akan mengurangi independensi dan membatasi kewenangan KPK, karena dalam melaksanakan tugas, KPK harus menunggu wewenang dalam melaksanakan tugas dari Dewan Pengawas.
Poin ini juga dianggap memperlambat kerja KPK, dan memberikan peluang bagi pelaku tindak pidana korupsi untuk menyelamatkan diri.
Begitu juga pada poin status pegawai KPK adalah sebagai Aparatur Sipil Negara atau ASN, yang dianggap akan mengurangi independensi KPK dalam melaksanakan tugas, ketika berhadapan dengan pelaku korupsi dari Pemerintahan.
RUU KUHP
Beberapa pasal yang dianggap kontroversial, ada salah salah satu pasal yang dianggap meringankan hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, yakni Pasal 604, Pidana penjara korupsi paling singkat 2 tahun ( Lebih ringan dibandingkan UU Tipikor dengan ancaman pidana minimal 4 tahun). Sumber
Pertanyaannya, kenapa justeru lebih ringan dibandingkan UU Tipikor.? Apa karena selama ini yang banyak melakukan tindak pidana korupsi adalah Anggota legislatif, sehingga DPR perlu melakukan pembelaan dengan cara memperbaiki UU yang terkait Tipikor.
RUU PAS
Komisi Hukum DPR bersama pemerintah pada Selasa (17/09) baru saja selesai merevisi undang-undang pemasyarakatan (RUU PAS). RUU ini menurut rencana akan disahkan paling lambat minggu depan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mengatakan revisi ini memiliki arah dan tujuan yang sama dengan RUU KUHP yang juga akan disahkan serta RUU KPK, yaitu melemahkan KPK dan memperingan hukuman bagi koruptor.
"Sebenarnya satu napas juga dengan RUU KUHP karena kalau cuma satu saja kita mungkin tidak terlalu jelas tapi karena ini sangat mencolok, untuk soal korupsi saja sebenarnya ada tiga skema ini," ujar Asfina dalam wawancara telepon dengan Deutsche Welle Indonesia, Jumat (20/09). Sumber
Apa yang dikatakan Asfina tidaklah salah, karena memang pada kenyataannya memang demikian. Bayangkan seorang yang dipidana Korupsi, yang sebagai warga binaan lembaga pemasyarakatan, bisa diberikan ijin cuti, dan selama cuti tersebut bisa mengunjungi Keluarga, dan bahkan bisa jalan-jalan ke mall.
Sehingga menjadi koruptor bukanlah sesuatu yang menakutkan, malah dipikirkan kenyamanannya. Jelas ini kontradiktif dengan upaya Pemberantasan korupsi. Apakah seperti itu tugas DPR dalam menjalankan tugas dan fungsinya.?
Jadi Tiga Serangkai RUU yang dikebut DPR menjelang masa akhir jabatan Periode 2014-2019, saling terkait dan satu tarikan Napas kepentingan, yakni ingin membela dan memberikan kenyamanan bagi para pelaku tindak pidana korupsi.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews