Mengapa Pemerintah RI Tak Ambil Opsi "Lockdown"?

Mereka yang jadi korban umumnya para Lansia, serta yang punya penyakit menahun, seperti diabetes, ginjal, kanker. Di sinilah obat yang dibeli presiden bisa mengobati dalam kondisi berat.

Senin, 23 Maret 2020 | 09:10 WIB
0
285
Mengapa Pemerintah RI Tak Ambil Opsi "Lockdown"?
Doni Monardo (Foto: Detik.com)

Pemerintah melalui Ketua Gugus Tugas percepatan penanganan Covid-19 Doni Monardo menegaskan tidak akan mengambil opsi lockdown. Dianjurkan social distancing, jaga jarak, batasi giat di luar rumah. Keputusan Lockdown ada pada pemerintah pusat. Kini bagian terberat mengendalikan mereka para pembawa virus berkeliaran.

Nah, pemerintah akan melakukan rapid test secara masal. Menurut Yuri pemerintah memesan satu juta alat rapid test, mengingat dihitung ada 600-700.000 yg potensinya besar beresiko terkena covid. Yuri mengatakan, apabila
rapid test menunjukkan seseorang positif corona, maka akan dilakukan peneriksaan ulang dengan menggunakan PCR atau polymerase chain reaction.

Ini bagus karena segera diketahui berapa PDP atau ODP, serta berapa yg terpapar. Korea Selatan juga melakukan test di Daegu, alatnya beli dari AS. Dilansir BBC (21/2/2020), kota Daegu serta Cheongdo dinyatakan sebagai "special care zones". Daegu ini epicenter pendemi Korsel. Jumlah yg terpapar langsung melonjak pada awal ya di atas 5.000, tetapi death rate Korea Selatan rendah. Dari data tgl 21 Maret 2020 total death (104) / total case (8.898) = 1,1 %.

Kita lihat langkah Presiden Jokowi, pemerintah telah memesan dua macam obat, yaitu dua juta obat flu Avigan, yang di antaranya sebanyak 5.000 telah didatangkan. Sedangkan, obat Choloroquine juga telah disiapkan sebanyak tiga juta.

Ini untuk mengobati, sementara rapid test masal mulai dikerjakan. Wisma atlit disiapkan sebagai RS. Ini langkah bagus, karena dengan rapid test, akan ditemukan angka positif terpapar. Jumlahnya akan naik, sisi positifnya death rate akan turun. Dari data tangal 21/3, death rate 8,4 %.

Data tanggal 22/3, kasus positif menjadi 514, naik 64, berhasil sembuh 9 (29) , yang meninggal tambah 10, total 48 orang. Death rate naik menjadi 9,3 %. Menunjukkan bahwa rapid test belum berjalan. Secara teori warga AS 50% akan terpapar, Jerman 70%. Akan tetapi tidak semua yang terpapar harus dirawat, bagi usia produktif dengan tubuh sehat, antibody bisa membentuk imunitas.

Mereka yang jadi korban umumnya para Lansia, serta mereka yang punya penyakit menahun, seperti diabetes, ginjal, kanker. Di sinilah obat yang dibeli presiden bisa mengobati yang dalam kondisi berat.

Nah, kira-kira demikian tentang masalah lockdown yang tidak akan diambil penerintsk pusat. Gubernur DKI Anies Baswedan sudah melakukan pembatasan-pembatasan, semoga masyarakat mentaati.Kita tunggu perkembangan kasus di Indonesia, semoga tidak memburuk spt Italia.

Imbauan saya kepada para lansia, lakukan self isolate, di rumah, batasi ketemu siapapun yang muda, selalu mengerti mengamankan diri. jaga kesehatan, makanan bergizi, vitamin, dan olahraga. Terpenting jaga suasana hati, jangan emosi, sabar, ikhlas...

Good Luck Mr President, wassalam....

Prayitno Wongsodidjojo Ramelan, Old Soldier

***