Jika Jokowi Terbitkan Perppu KPK, Ini yang Terjadi

Yang terjadi adalah, proses Judicial Review UU KPK yang sedang berlangsung saat ini di Mahkamah Konstitusi harus dihentikan

Jumat, 4 Oktober 2019 | 07:37 WIB
0
528
Jika  Jokowi Terbitkan Perppu KPK, Ini yang Terjadi
Foto: DW.com

Meskipun sedang berlangsung proses Judicial review UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini, namun tidak menghalangi Penerbitan Perppu KPK oleh Presiden, bahkan bisa jadi proses Judicial review nya dihentikan jika terbitnya Perppu.

Pakar Hukum Tata Negara Ahmad Redi mengatakan dalam undang-undang MK hanya diatur mengenai larangan permohonan uji materiil bagi peraturan pelaksanaan undang-undang yang sedang di Judicial Review di MK.

"Perppu merupakan hak preogratif Presiden yang tidak terpengaruh cabang kekuasaan lain," jelasnya, Rabu (2/10/2019).

Justru, ia menjelaskan, jika ada Perppu maka permohonan judicial review di MK atas undang-undang tersebut harus dihentikan karena undang-undang yang diuji ke MK telah diubah lewat terbitnya Perppu.

Penjelasan ini mematahkan pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, yang mengatakan bisa salah kalau menerbitkan Perppu disaat sedang ada sengketa terkait UU KPK di MK.

"Pikiran kita adalah karena sudah masuk sengketa di MK, ya salah juga. Kita tunggu dulu bagaimana proses MK menindaklanjuti gugatan itu. Jadi jelas, Presiden bersama Parpol pengusung sudah sama," ujarnya saat dijumpai di gedung parlemen Senayan, Selasa (2/10/2019).

Pernyataan Surya Paloh diatas jelas Baru hanya sebatas pikirannya, bukanlah berlandaskan aturan dan Undang-Undang MK yang berlaku. Jadi argumentasi tersebut bersifat sangat pribadi tidak berdasarkan landasan hukum.

Pernyataan tersebut disampaikannya kepada Presiden Jokowi saat pertemuan dengan beberapa petinggi partai dengan Jokowi di Istana Bogor beberapa hari lalu.

Menurutnya, dalam pertemuan tersebut dibahas soal kesepakatan partai-partai pengusung pemerintah atas beberapa pikiran yang cukup kritis dan aksi mahasiswa untuk terbitkan Perppu KPK.

Sebetulnya secara konstitusional tidak ada halangan bagi Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. Persyaratan adanya kegentingan sudah terpenuhi dengan adanya tuntutan mahasiswa, masyarakat, dan penggiat anti korupsi

 Frasa "kegentingan mendesak" itu bersifat multitafsir, tidak melulu karena adanya kekosongan hukum atau tidak berjalannya Pemerintahan dan penegakan hukum.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai kondisi kegentingan yang dibutuhkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) adalah hak subjektif Presiden Joko Widodo.

"(Kegentingan) itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang, itu hak subjektif presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini dan saya harus ambil tindakan (menerbitkan perppu) itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud MD di Istana Merdeka Jakarta, Kamis.

Yang menghalangi Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK hanyalah Partai koalis pendukung Jokowi. Bahkan politisi PDI-P sendiri menolak dengan tegas penerbitan Perppu KPK, karena dianggap tidak menghormati keberadaan mereka sebagai inisiator revisi UU KPK.

Seharusnya PDI-P lebih sensitif merespon penolakan masyarakat, penggiat anti korupsi, juga mahasiswa terhadap revisi UU KPK, karena reaksi yang diperlihatkan sudah sangat mengancam stabilitas politik dan keamanan negara.

Kalau sampai terjadi Chaos maka yang akan dipersalahkan masyarakat adalah Presiden selaku kepala negara, bukanlah Partai politik. Presiden dalam hal ini jelas akan lebih mendengar tuntutan masyarakat ketimbang Partai politik, meskipun Partai politik juga tidak bisa diabaikan begitu saja.

Jadi jika Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK maka yang terjadi adalah, proses Judicial Review UU KPK yang sedang berlangsung saat ini di Mahkamah Konstitusi harus dihentikan, tidaklah seperti yang dipikirkan Surya Paloh.

Sumber

***