Yang terjadi adalah, proses Judicial Review UU KPK yang sedang berlangsung saat ini di Mahkamah Konstitusi harus dihentikan
Meskipun sedang berlangsung proses Judicial review UU KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini, namun tidak menghalangi Penerbitan Perppu KPK oleh Presiden, bahkan bisa jadi proses Judicial review nya dihentikan jika terbitnya Perppu.
Pakar Hukum Tata Negara Ahmad Redi mengatakan dalam undang-undang MK hanya diatur mengenai larangan permohonan uji materiil bagi peraturan pelaksanaan undang-undang yang sedang di Judicial Review di MK.
"Perppu merupakan hak preogratif Presiden yang tidak terpengaruh cabang kekuasaan lain," jelasnya, Rabu (2/10/2019).
Justru, ia menjelaskan, jika ada Perppu maka permohonan judicial review di MK atas undang-undang tersebut harus dihentikan karena undang-undang yang diuji ke MK telah diubah lewat terbitnya Perppu.
Penjelasan ini mematahkan pernyataan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, yang mengatakan bisa salah kalau menerbitkan Perppu disaat sedang ada sengketa terkait UU KPK di MK.
"Pikiran kita adalah karena sudah masuk sengketa di MK, ya salah juga. Kita tunggu dulu bagaimana proses MK menindaklanjuti gugatan itu. Jadi jelas, Presiden bersama Parpol pengusung sudah sama," ujarnya saat dijumpai di gedung parlemen Senayan, Selasa (2/10/2019).
Pernyataan Surya Paloh diatas jelas Baru hanya sebatas pikirannya, bukanlah berlandaskan aturan dan Undang-Undang MK yang berlaku. Jadi argumentasi tersebut bersifat sangat pribadi tidak berdasarkan landasan hukum.
Pernyataan tersebut disampaikannya kepada Presiden Jokowi saat pertemuan dengan beberapa petinggi partai dengan Jokowi di Istana Bogor beberapa hari lalu.
Menurutnya, dalam pertemuan tersebut dibahas soal kesepakatan partai-partai pengusung pemerintah atas beberapa pikiran yang cukup kritis dan aksi mahasiswa untuk terbitkan Perppu KPK.
Sebetulnya secara konstitusional tidak ada halangan bagi Presiden Jokowi untuk menerbitkan Perppu KPK. Persyaratan adanya kegentingan sudah terpenuhi dengan adanya tuntutan mahasiswa, masyarakat, dan penggiat anti korupsi
Frasa "kegentingan mendesak" itu bersifat multitafsir, tidak melulu karena adanya kekosongan hukum atau tidak berjalannya Pemerintahan dan penegakan hukum.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai kondisi kegentingan yang dibutuhkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) adalah hak subjektif Presiden Joko Widodo.
"(Kegentingan) itu gampang, kan memang sudah agak genting sekarang, itu hak subjektif presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu. Presiden menyatakan keadaan masyarakat dan negara seperti ini dan saya harus ambil tindakan (menerbitkan perppu) itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud MD di Istana Merdeka Jakarta, Kamis.
Yang menghalangi Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK hanyalah Partai koalis pendukung Jokowi. Bahkan politisi PDI-P sendiri menolak dengan tegas penerbitan Perppu KPK, karena dianggap tidak menghormati keberadaan mereka sebagai inisiator revisi UU KPK.
Seharusnya PDI-P lebih sensitif merespon penolakan masyarakat, penggiat anti korupsi, juga mahasiswa terhadap revisi UU KPK, karena reaksi yang diperlihatkan sudah sangat mengancam stabilitas politik dan keamanan negara.
Kalau sampai terjadi Chaos maka yang akan dipersalahkan masyarakat adalah Presiden selaku kepala negara, bukanlah Partai politik. Presiden dalam hal ini jelas akan lebih mendengar tuntutan masyarakat ketimbang Partai politik, meskipun Partai politik juga tidak bisa diabaikan begitu saja.
Jadi jika Presiden Jokowi Terbitkan Perppu KPK maka yang terjadi adalah, proses Judicial Review UU KPK yang sedang berlangsung saat ini di Mahkamah Konstitusi harus dihentikan, tidaklah seperti yang dipikirkan Surya Paloh.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews