Mewaspadai Provokasi di Media Sosial

Sebagai warga negara yang baik, tak salah berkontribusi membangun negeri. Tetap waspada akan apapun upaya provokasi yang dinilai akan merusak bumi pertiwi tetaplah menjadi prioritas.

Sabtu, 28 September 2019 | 15:01 WIB
0
278
Mewaspadai Provokasi di Media Sosial
Kerusuhan akibat demosntrasi (Foto: Kompas.com)

Ramainya aksi demonstrasi ini ditengarai dipicu oleh provokasi melalui media sosial. Sehingga perlu waspada akan berita negatif yang menyerukan ajakan untuk melakukan tindakan ini.

Kecanggihan teknologi dewasa ini memungkinkan penggunanya untuk mengakses berita di seluruh dunia. Sayangnya berita yang diakses ini agaknya belum tentu benar atau tidaknya. Bahkan, ada pula beria hoax yang ramai dan viral namun akhirnya hilang ditelan bumi.

Dalam hal ini tidak terbuktinya berita tersebut secara benar. Mengingat banyak sekali berita meresahkan semacam ini beredar. Jika tak hati-hati, bisa-bisa kita akan mudah terprovokasi.

Sebelumnya di beberapa kota di wilayah Indonesia juga ramai aksi unjuk rasa. Banyak dari mereka yang menyuarakan HAM, aspirasi rakyat, rasa solidaritas juga suara lainnya. Namun, terkadang sayang aksi unjuk rasa yang semula damai harus berakhir ricuh. Pemicunya ialah media sosial. Teknologi ini dinilai memiliki peranan penting dalam menyebarkan sebuah berita. Ya kalau beritanya positif, jika tidak hancur sudah.

Sebagai contoh aksi demonstrasi berujung tindakan anarkis di Jawa Barat. Aksi demonstrasi ini dilakukan guna menyikapi RKUHP dan Revisi UU KPK di depan Gedung DPRD Jawa Barat, wilayah Kota Bandung. Dilaporkan setidaknya terdapat seratusan lebih korban jiwa. Mahasiswa yang melakukan aksi demo mengalami luka-luka, sesak napas, hingga kelelahan saat bentrok dengan aparat keamanan. Bahkan, terdapat enam diantaranya harus mendapatkan perawatan secara intensif.

Kabar juga datang dari wilayah lain, demonstrasi berujung ricuh akibat berita hoax yang tersebar ke pengguna ponsel pintar. Salah satunya ialah di Wamena, dimana aksi tersebut dipicu oleh ujaran rasialis guru terhadap murid. Parahnya lagi berita tersebut sengaja digiring agar memiliki efek dramatisasi yang lebih kuat.

Sehingga mampu membuat orang lain untuk ikut terprovokasi. Padahal setelah di cek kebenarannya, kabar tersebut hanyalah isapan jempol belaka. Bahkan ,saking daruratnya akses internet ditutup sementara guna mencegah pemberitaan yang kian menyimpang.

Faktanya meski berita hoax ini bisa dibuktikan pergerakkannya, namun masih banyak pula insiden maupun kejadian serupa yang terjadi. Yakni, terprovokasi media sosial untuk ikut berunjuk rasa. Aksi sudah berlalu, suasana telah kondusif namun luka dan traumatik yang dialami akan membekas hingga waktu yang tak dapat ditentukan bukan?

Tak hanya itu saja ,wajah buruk demonstrasi juga terjadi di wilayah ibu kota Jakarta, Bandung, Makassar hingga provinsi dan juga kota lainnya. Tujuannya memang baik, menyuarakan aspirasi rakyat. Namun, seharusnya memiliki porsi yang pas.

Aksi demo ini juga seharusnya memiliki efek positif bagi seluruh masyarakat. Apalagi jika sampai mengganggu ketertiban publik, pengrusakan akses maupun fasilitas umum, pembakaran gedung Bupati, hingga rumah-rumah warga yang tak tahu menahu soal demonstrasi ini turut menjadi korban.

Bukan hanya dari kalangan sipil saja yang nantinya menjadi korban, aparatur keamanan juga memiliki resiko untuk menjadi korban saat bentrok tak terelakkan. Meski teknologi media sosial memiliki fungsi untuk memudahkan si pengguna. Namun, tetap ada baiknya menyaring seluruh kabar berita yang beredar. Guna membentengi diri agar tak terjerumus kedalam tindakan yang tidak diinginkan.

Faktor lain datang dari kualitas SDM pengguna media sosial. Seorang dengan tingkat kecerdasan tinggi juga belum tentu menjamin ia akan terbebas dari upaya provokasi, loh! Namun, tak dipungkiri ada saja pihak yang memanfaatkan kecerdasan seseorang guna meyakinkan dan memprovokasi pihak lainnya agar ikut ke dalam arus negatif. Sehingga cerdas dan melek teknologi saja tak cukup.


Hal ini lebih cenderung pada kebijaksanaan dalam menyikapi segala berita maupun peristiwa yang terjadi. Kita tidak boleh serta merta membenarkan segala isu atau informasi yang mana belum diketahui faktanya. Kita diharapkan agar tidak gegabah dan menanggapi secara berlebihan akan berita yang tersebar di dunia maya tersebut.

Polemik media sosial juga tak lepas dari upaya pendomplengan pihak ketiga. Yang mana memiliki tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan atau sejenisnya. Upaya mereka tercermin dalam penyediaan fasilitas demonstrasi. Jangan tanya bentuknya seperti apa, coba saja lihat pemberitaan di media massa, miris bukan?

Sebagai warga negara yang baik, tak salah berkontribusi membangun negeri. Hanya saja tetap waspada akan apapun upaya provokasi yang dinilai akan merusak bumi pertiwi tetaplah menjadi prioritas.

***