Gubernur Khofifah Respon Sampah Popok Warisan Soekarwo

Minggu, 17 Februari 2019 | 15:33 WIB
0
709
Gubernur Khofifah Respon Sampah Popok Warisan Soekarwo
Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa turun langsung bersih-bersih sampah popok bayk (diapers) di kawasan Rolak, Surabaya, Minggu (17/2/2019). (Foto: SuaraSurabaya.net).

Janji Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa untuk bersih-bersih sampah popok bayi (diapers) benar-benar direalisasikan. Minggu (17/2/2019), Khofifah turun langsung ikut bersih-bersih sampah diapers di kawasan Rolak, Surabaya.

Masalah sampah popok bayi (diapers) yang selama ini dibuang ke sungai, menjadi salah satu program kerja Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa – Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak yang baru dilantik Presiden Joko Widodo, Rabu (13/2/2019).

Khofifah mengungkapkan data, ada sebanyak 2,9 juta diapers yang dipakai setiap harinya di Jatim. Yang memprihatinkan, dari jumlah itu, sekitar 1,2 juta di antaranya dibuang ke sungai. Menurutnya, kebiasaan buruk masyarakat itu bisa mencemari air.

Selain itu, juga membuat ekosistem sungai seperti ikan terkontaminasi mikroplastik akibat memakan bahan diapers. Untuk mengatasi persoalan ini, ia telah menyiapkan program kerja yang melibatkan relawan, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Menurut Khofifah, perlu ada tempat sampah khusus untuk membuang diapers bekas pakai, berupa truk/tronton di 99 buah jembatan sekitaran sungai. Selain itu, dengan program yang diberi nama Adopsi Sungai Brantas, Khofifah mengajak masyarakat Jatim secara sukarela bersama-sama membersihkan sungai setiap hari bebas kendaraan.

Khofifah menegaskan, pembiayaan program tersebut non-APBD karena bekerja sama dengan CSR perusahaan dan relawan yang benar-benar peduli lingkungan. Ada 2,9 juta diapers bayi yang dipakai setiap hari di Jatim dan 1,2 juta di antaranya dibuang ke sungai.

Ia ingin mengajak sukarelawan dan CSR perusahaan agar menyediakan tempat pembuangan berupa truk yang ada di 99 jembatan. “Kami juga mengajak bersih-bersih sungai dengan program Adopsi Sungai Brantas,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Mantan Menteri Sosial itu berharap ada kesadaran masyarakat Jatim untuk menghentikan kebiasaan membuang sampah (diapers) ke aliran sungai. Setelah dilantik sebagai Gubernur dan Wagub Jatim periode periode 2019-2024, keduanya siap merealisasikan janjinya.

Khofifah – Emil menarget mengimplementasikan sejumlah janji kampanye yang terangkum dalam Nawa Bhakti Satya, dalam 99 hari pertama bekerja sebagai pemimpin Jatim. Program kerja 99 hari pertama itu, nantinya terbagi menjadi 3 termin, di mana setiap termin berdurasi 33 hari.

Selain menjaga lingkungan hidup, Khofifah – Emil juga berjanji akan meningkatkanlayanan kesehatan, pendidikan, menekan angka kemiskinan serta mereduksi ketimpangan antara kota dan desa di Jatim.

Warisan Soekarwo

Semakin tak terkendalinya pembuangan sampah popok di DAS Brantas, mendorong 2 (dua) perempuan Menggugat Pemerintah yang gagal dalam pengendalian dan melindungi DAS Brantas dari Kerusakan Lingkungan.

Selain mengancam kepunahan perikanan, sumbang polusi plastik di lauta,n sampah popok sudah menjadi momok bagi PDAM Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik, mengingat Air Brantas yang menjadi bahan baku PDAM sudah tercemar sampah popok.

Mega Mayang Mustika (35) dan Riska Darmawanti (35) melalui kuasa hukumnya Abdul Fatah dan Rulli Mustika Adya, Senin (11/2/2019) mendaftarkan gugatannya ke PN Surabaya di Jl. Arjuno 18 Surabaya.

Keduanya melawan GubernurJatim, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

“Ada Empat institusi yang akan digugat oleh Mega dan Riska di PN Surabaya melalui mekanisme Gugatan Citizen Law Suit, GubernurJatim, PUPR, KLHK, dan BBWS Brantas,” ungkap Rulli Mustika Adya di PN Surabaya.

Booming sampah popok di DAS Brantas itu menyebabkan keempat institusi ini layak digugat karena:

Pertama, Gubernur Jatim (semasa dijabat Soekarwo) tidak melakukan Tugas dan Tanggungjawab mutlak dan kewenangan melakukan pengawasan, penanganan, dan pengelolaan sampah popok di DAS Brantas.

Kedua, Menteri PUPR telah gagal melindungi dan mencegah terjadinya pencemaran air di DAS Brantas akibat pembuangan sampah popok di DAS Brantas.

Ketiga, Menteri LHK gagal melakukan koordinasi dalam pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan di DAS Brantas.

Keempat, BBWS Brantas belum melakukan pengelolaan dan pemeliharaan sumberdaya air DAS Brantas.

Menurut Rulli Mustika Adya, selama ini pihak tergugat tidak melakukan kewajiban yang tercantum dalam UU 11/1974 tentang Pengairan, UUPPLH 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU Pengelolaan Sampah 18/2008.

Selain itu, “Perda 4/2010 tentang Pengelolaan Sampah Regional Jatim dan PP Pengelolaan Sampah 81/2012, dampaknya Sungai Brantas Tercemar sampah popok,” lajut alumni FH Universitas Bhayangkara Surabaya ini.

Koordinator Brigade Evakuasi Popok (BEP) Ajis mendukung upaya kedua perempuan ini menggugat pemerintah karena perilaku masyarakat membuang popok di DAS Brantas sudah tidak terkendali. ”Semua jembatan yang melintasi sungai Brantas dan anak sungainya jadi tempat buang sampah popok,” ungkap Azis.

Lebih lanjut Azis menyatakan dampak jutaan sampah popok ngendon di sungai, remah-remah sampah popok telah berubah menjadi Mikroplastik (serpihan plastic ukuran< 4,8 mm) dan ditemukan pada 80% ikan yang hidup di Sungai Brantas.

Kedua perempuan ini menuntut Gubernur Jatim untuk memasang 2020 CCTV di sepanjang DAS Brantas agar bias mengawasi pelaku pembuang popok dan meminta para tergugat untuk melakukan kegiatan Clean Up sampah popok atau pembersihan tuntas sampah popok di DAS Brantas, hingga Sungai Brantas Bersih total (steril) dari sampah popok.

“Kami ingin agar air Kali Brantas sebagai sumber air minum dan sumber kehidupan bebas dari kontaminasi sampah popok, tidak layak sebagai bangsa yang besar meminum air bercampur sampah popok,” harap Mega Mayang menuturkan dorongannya untuk menggugat pemerintah.

Limbah B3

Menurut Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi, sejak 2016 yayasan yang dipimpinannya ini sudah mengadukan adanya temuan timbunan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di beberapa wilayah di Jatim, terutama di kawasan militer.

Alih-alih melakukan pengendalian dan pemulihan lingkungan, sebaliknya pada Oktober 2017 Pemprov Jatim malahan memberikan izin pengumpulan limbah B3 di AURI Raci, Pasuruan. Izin hanya dijadikan kedok.

“Kini puluhan hektar lahan AURI berubah jadi timbunan limbah B3,” ungkap Prigi Arisandi kepada Pepnews.com. Sebelumnya, Azis telah melayangkan somasi kepada Gubernur Jatim semasa dijabat Soekarwo. Namun, surat itu tak digubris.

Sebanyak 190 juta ton limbah B3 dihasilkan setiap tahun oleh Industri di Jatim, tak lebih dari 36% yang diolah, sisanya diterlantarkan dan ditimbun di kawasan Pemukiman (seperti Desa Lakardowo), Persawahan dan tanggul/irigasi (Sumobito dan Kesamben), bekas Galian C (Paciran, Ngoro, Wringinanom, dan Jetis).

Dan yang memprihatinkan, limbah ini juga ditempatkan di instalasi/sarana militer di Bumi Marinir Karangpilang Surabaya, Satuan Radar 222 Ploso Jombang, Pusdiklat AURI Kenjeran dan beberapa lokasi kawasan militer di Sidoarjo dan Surabaya.

Terbaru, yaitu melalui surat izin pengumpulan limbah (B3) skala provinsi dengan nomor: P2T/9/17.03/01/X/2017 Pemprov telah memberikan izin pengumpulan limbah B3 di AURI Raci Pasuruan.

“Pada September 2017 terjadi kecelakaan di lokasi timbunan limbah B3 yang menyebabkan kecelakaan terhadap masyarakat, sehingga menyebabkan kaki warga melepuh terkena bekas timbunan Limbah B3 yang masih panas,” ungkap Prigi Arisandi.

Pasca adanya kejadian kecelakaan limbah B3 di AURI Raci, September 2017, pihak AURI melalui pengelola koperasi Primkopau I Lanud Surabaya baru melakukan proses perizinan. 

Ecotonsejak 2016 telah melaporkan temuan ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutananan, Kantor Staf Presiden RI, Gubernur Jatim, Kepala DLH Jatim, dan DPR RI Komisi VII.

Hasil pengaduan ini tidak ditanggapi serius karena hingga Minggu pertama Februari 2019 tidak ada gelagat penindakan dan adanya rencana pemulihan. Setidaknya ada dua praktik pembuangan sampah itu.

Pertama, Praktik Open Dumping atau pembuangan limbah B3 di kawasan militer tersebut telah menyalahi UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 101/2014 tentang Pengelolaan B3.

Kegiatan ini karena adanya persengkongkolan dengan transporter dan atau perusahaan pengelola atau pemanfaatn seperti PT Putera Restu Ibu Abadi (PRIA), PT Tenang Jaya Sejahtera (TS), PT Lewind, PT Jaya Sakti Lingkungan Hidup, PT Bumi Anugerah Abadi, PT Surya Wijaya Megah, dan PT Berkat Rahmat Jaya.

Kedua, Terkait pencemaran Limbah B3 yang ada di Kawasan Militer dan Area Pemukiman Warga yang mempunyai kedudukan di Provinsi Jatim, Gubernur Jatim sebagaimana yang diamanahkan dalam UU 32/2009 mempunyai Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Ecoton menuntut Gubernur Jatim, pertama, mencabut izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi dengan nomor: P2T/9/17.03/01/X/2017 di AURI Raci.

Kedua, Melakukan pemulihan lingkungan di AURI Raci dan Desa Lakardowo serta menyusun Roadmap Clean Up dan mencabut izin dan mempidanakan transporter dan Perusahaan Pengelola dan Pemanfaat Limbah B3 yang melakukan pelanggaran.

***