Ruang Demokrasi dan Pemilu Damai

Selasa, 26 Februari 2019 | 07:00 WIB
0
361
Ruang Demokrasi dan Pemilu Damai
Dok. Elisa Koraag

 

Saya menjadi satu dari 30 penulis yang pada Minggu, 17 Feb 2019, bertempat di Hotel Santika, Slipi, Jakarta, Mendeklarasikan Penulis untuk Pemilu Damai. 

Deklarasi ini di inisiasi Pepih Nugraha dari Pepnews.com. Kang Pepih, begitu kami menyapanya. Dalam sambutannya Kang Pepih berharap, semua mau menulis. Dengan begitu Akan terkumpul banyak informasi yang bisa dijadikan sumber informasi bagi banyak orang, sekaligus mendokumentasikan banyak Hal.

Pepnews.com yang mengidentifikadikan dengan Moto WRITE is RIGHT. Bisa dipahami, menulis adalah Hak. Atau Menulis adalah aktifitas yang benar. 

Deklarasi menghadirkan dua narasumber lain, Kompasianer of the year 2017, Zulfikar Akbar, yang sempat dibully terkait cuitannya tentang seorang Ustad, yang mengakibatkan Zulfikar diberhentikan dari media cetak olahraga, tempatnya bekerja. Ya, Zulfikar, wartawan. Dan narasumber kedua, Ely Salomo, Aktifis'98. 

Zulfikar berbagi kisah tentang pengalamannya dibully, terkait kegiatannya menyampaikan pendapat di media sosial. Apa hal yang mendorong Zulfikar rela mempertaruhkan pekerjaan dan keselamatan Keluarga kecilnya. Zulfikar yang kini suami dari seorang istri dan ayah satu putri, berpegang pada keyakinan, bahwa prilaku dan ucapan harus selaras dengan apa yang diyakini. Sebagai seorang Muslim, asal Aceh dan berlatar pendidikan IAIN. Zul meyakini Islam sebagai agama yang Rahmatan lil alamin

 

Maka tidak benar jika mengaku Islam, tapi tutur kata dan prilakunya tidak mencerminkan Islam yang dipelajari dan dianutnya. Mengikuti nuraninya, maka Zul mencuitkan pendapatnya terhadap sesuatu yang menurutnya salah. Berdasarkan ksyakinannya itu. Islam tidak mengajarkan kebencian apalagi dengan yang berbeda keyakinan. Apalagi sampai mengkafir-kafirkan.

Berdasarkan beberapa kutipan, Zul menjelaskan kebebasan berpendapat dalam ruang demokrasi pada dasarnya dibatasi oleh ujaran kebencian dan info tidak benar/hoax.

Ruang demokrasi adalah sebuah fasilitas dalam Sistem pemerintahan, di mana setiap orang mempunyai hak berpendapat yang di jamin konstitusi. Yang tidak diperbolehkan adalah menyampaikan pesan kebencian dan informasi bohong.

Karena pesan kebencian dan info hoax dapat menghancurkan peradaban. Sesama manusia bisa saling menghancurkan.

Ely Salomo,  sebagai Aktivis Reformasi '98. Berbagi pengalaman saat ia menjadi parlemen jalanan. Peristiwa '98 dianggap sebagai Reformasi/perlawanan terhadap pemerintahan Soeharto/Order Baru, yang membungkam semua suara. Mengendalikan media dan Sistem politik.

Mahasiswa dan masyarakat, sudah sampai titik kulminasi. Tidak lagi bisa menerima keadaan. 1998 adalah tahun pemilu yg diikuti tiga kontestan. 1. Partai Persatuan Pembangunan, 2. Golongan Karya/Golkar (tidak mau disebut partai) Dan 3. Partai Demokrasi Perjuangan.

Prosesnya jalan. Kampanye hingga pemilihan umumnya. Bahkan sosialisasi pemilu dengan jargon LUBER, Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia. Tapi sebelum pemilu, hasilnya sudah Ada. Dengan kata lain proses pelaksanaannya cuma formalitas. Ini yang membuat mahasiswa "berontak". Di Masa orba, kampuspun dibungkam. Tidak boleh bersuara apalagi mengkritisi Pemerintah. 

Di Masa sekarang, bertepatan dengan tahun politik, sebagian orang beranggapan demokrasi sudah kebablasan. Kondisi ini erat kaitannya dengan keberadaan dan perkembangan media sosial. Tiap orang bisa menjadi pembuat pesan. Ketika para pendukung kontestan pemilu, menjadi terpecah entah karena apa, media sosial menjadi tempat sindir menyindir yang dengan cepat menjadi setangguhnya menyerang.

Situasinya dan kondisi tersebut menjadi salah satu alasan adanya Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai. Kami, 30 Penulis bertekad mengawal pemilu, lewat tulisan-tulisan kami. Sejatinya terbuka ya ruang DEMOKRASI memberi kesempatan para semua orang memilih berdasarkan nurani.

Tanpa paksaan apalagi intimidasi. Demokrasi diperjuangkan until membentuk peradaban yang lebih baik. Semoga kami para Penulis bisa berkomitmen melakukan apa yang kami deklarasikan.

Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai 

Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Kami Penulis Indonesia Berjanji;

Menulis dengan hati nurani Menulis dengan jiwa yang sehat Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme

Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian

Kami Penulis Indonesia Berjanji;

Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data

Kami penulis Indonesia Berjanji;

Mendorong terciptanya pemilu damai

Menegakkan yang benar Membela yang tak bersalah

Dengan sepenuh jiwa raga Tetap NKRI

Pemilu 2019 Damai, Damai, Damai!

***