Ada sejumlah fakta menarik yang tergambar saat Deklarasi Ulama Madura Dukung Jokowi di Bangkalan, Madura, Rabu (19/12/2018). Sesumbar La Nyalla Mattalitti bakal mendatangkan ratusan ribu dan seribu kiai-ulama Madura hadir tak terbukti.
Ternyata hanya ada 13 ulama yang naik ke panggung dan membacakan deklarasi dukungan itu. Jelas ini merupakan suara lonceng kematian bagi La Nyalla yang bertaruh potong leher jika Jokowi kalah di tanah Madura. Akankah dilakukannya?
Enggannya ulama Madura mendatangi acara tersebut merupakan tamparan keras. Padahal, Yenny Wahid sudah bekerja keras merayu para ulama ternama yang menolak kedatangan Jokowi, agar bersikap melunak, dan mau hadir di acara itu.
Yenny Wahid juga sampai susah payah datang naik helikopter dan memasang foto Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid, ayahnya) di sampul undangan deklarasi. Tetap saja yang banyak datang adalah wartawan, Banser, dan aparat keamanan.
Bagaimana dengan warga dan santri? Ini lebih mengejutkan lagi! Puluhan warga dan santri yang duduk di bawah tenda di luar gedung serbaguna Ratu Abuh, malah terang-terangan menyanyikan yel-yel 'Jokowi Mole'. Jokowi pulang saja.
Gerakan tanpa tedeng aling-aling menolak Jokowi dengan cara gembira dan damai ini, jelas bisa menjadi 'virus' semangat yang penularannya ke seluruh Indonesia bisa tidak terbendung. Bisa mewabah secara nasional. Lucu dan sensasional!
Rakyat gembira, tanpa kekerasan, dan konstitusional. Itulah Madura, Madunya Negara! Tak perlu dipersekusi! Mereka tetap menghormati Joko Widodo sebagai Presiden RI dan capres yang bertarung menghadapi capres Prabowo Subinto.
Sebuah pertarungan “ulang” pada Pilpres 2019 nanti dengan cawapres yang berbeda, Ma’ruf Amin untuk Jokowi dan Sandiaga Uno paslon Prabowo. Mereka menolak kedatangan Jokowi cukup dengan yel-yel “Jokowi Moleh” (Jokowi Pulang).
Untuk menyambut Jokowi, MC Acara mengajak santri menyanyi lagu “Jokowi Polè” (Jokowi Lagi), namun para santri malah serentak bernyanyi Jokowi Molè (Jokowi Pulang). Ini artinya, mereka justru menyuruh pulang Jokowi: Jokowi Moleh!
Mungkin saja maunya Panitia lewat MC itu santri disuruh mendukung Jokowi 2 periode, tapi ditolak dengan menyuruhnya pulang. Di sini tampak sekali ada banyak yang menolak Jokowi terus berkuasa lagi (untuk kedua kalinya). Itulah fakta!
Memang tak mudah menaklukkan Madura! Meski Jembatan Suramadu sudah digratiskan, tak berarti mereka bisa dirayu untuk menentukan pilihan pada Pilpres 2019 nanti. Kasus batalnya Mahfud MD menjadi cawapres telah menyakiti mereka.
Jokowi dan koalisi parpol pendukungnya dianggap sudah “khianati” orang Madura. Meski Mahfud MD mengaku legowo dan tak menyoal, tapi sikap koalisi PDIP pimpinan Megawati Soekarnoputri itu secara nyata telah menyakiti Madura.
Iming-iming cawapres Ma’ruf Amin yang seorang ulama (baca: Ketua Umum MUI dan Rois Syuriah PBNU) pun tak berpengaruh pada pilihan mereka. Karena mereka tahu, ada beberapa diantara parpol pengusungnya “menentang” ajaran Islam.
Bagi orang Madura, hal-hal yang menyangkut ajaran Islam itu sangat sensitif. Tidaak sepetutnya diutak-atik. Sekalipun Jokowi telah membagikan 2.050 sertifikat tanah kepada warga empat kabupaten di Madura, mereka tak kepincut memilihnya.
Sebagian besar warga Madura sudah punya pilihan: Prabowo Presiden, Khofifah Gubernur! Dalam Pilkada Jatim 2018 lalu, Khofifah Indar Parawansa menang telak atas Saifullah Yusuf yang didampingi Puti Guntur Soekarno yang diusung PDIP.
Catatan Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi – Ma'ruf, perolehan suara Prabowo Subianto – Hatta Rajasa se-Madura pada Pilpres 2014 sebanyak 830.968 suara, Jokowi – Jusuf Kalla 692.631 suara. Jadi, Prabowo – Hatta unggul 138.337 suara dari Jokowi – JK.
Dan kini, berdasarkan hasil survei The Initiative Institute, paslon nomor urut 02 Prabowo – Sandi unggul atas paslon Jokowi – Ma'ruf di Madura. Prabowo – Sandi unggul di Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan, dengan angka 43 persen.
Paslon Jokowi – Ma’ruf mendapatkan angka 20,5 persen, sementara swing voters mencapai 36,5 persen. Menurut CEO The Initiative Institute Airlangga Pribadi, lemahnya elektabilitas Jokowi – Ma'ruf di Madura karena swing voters yang tinggi.
Selain itu, juga karena tidak adanya fatwa ulama untuk menguatkan pilihan kepada Jokowi – Ma'ruf. “Di Madura, dukungan ulama sangat penting,” ungkap Airlangga, seperti dilansir Kompas.com, Senin (17/12/2018). Inilah ujian berat Jokowi!
Sesumbar La Nyalla Mattalitti yang akan mendatangkan ratusan ribu pendukung dan 1.000 kiai-ulama hadir saat Deklarasi Dukungan Ulama Madura itu ternyata hanya pepesan kosong belaka. Jokowi telah di-PHP mantan Ketua Umum PSSI ini.
Sebelumnya, mantan politisi Partai Gerindra itu mengatakan, akan ada deklarasi dukungan untuk pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin di Madura hari ini, Rabu (19/12/2018).
Menurutnya, ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan dukungan untuk Jokowi – Ma'ruf di Madura. Ia mengatakan, acara ini akan dihadiri oleh Yenny Wahid dan Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jatim Terpilih.
“Tenang Pak Jokowi, (di Jawa Tengah) menang mutlak. Liat saja hari ini kita bikin deklarasi di Madura yang hadir ratusan ribu. Nanti deklarasinya oleh 1.000 kiai ulama Madura,” ujar La Nyalla ketika dihubungi, Rabu (19/12/2018).
Deklarasi ini digelar di Gedung Serbaguna Rato Eboh di alun-alun Bangkalan. La Nyalla mengatakan, sejak dulu Jokowi memang selalu kalah di Madura. Namun, ia yakin pada Pilpres 2019 nanti Jokowi akan menang di sana.
“Harus terdongkrak di sana,” kata La Nyalla. Bagaimana jika hasilnya ternyata tidak juga terdongkrak? Akankah La Nyalla “potong leher” seperti sesumbarnya jika Prabowo menang di Madura, ia akan memotong lehernya sendiri?
Hasil survei The Initiative Institute yang digelar pada 10-18 Oktober kepada 5.500 responden yang menyebar di 38 kabupaten-kota di Jatim menyebut, elektabilitas paslon Jokowi – Ma'ruf Amin unggul dengan angka 57,7 persen.
Sementara paslon Prabowo – Sandi 19,7 persen. “Jumlah swing voters lebih tinggi dari angka pendukung Prabowo – Sandi, yakni 21,1 persen,” kata CEO The Initiative Institute Airlangga Pribadi, mengutip Kompas.com, Senin (17/12/2018).
Sementara itu, paslon Prabowo – Sandi unggul di sejumlah daerah di Madura: Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan, dengan angka 43 persen. Paslon Jokowi – Ma'ruf mendapatkan angka 20,5 persen, sementara swing voters mencapai 36,5 persen.
Untuk menaklukkan Madura memang tidak mudah. Kerja keras TKD Jokowi – Ma’ruf perlu ditingkatkan. Unggul di Jatim juga belum jaminan menang. Ingat, wilayah Tapal Kuda dan Pendalungan itu masih “berbau” Madura yang patuh pada ulama.
Kampanye Pancasilais, Bhinneka Tunggal Ika, Intoleran, NKRI, dan yang bernada negatif yang selama ini “dijual” Tim Jokowi – Ma’ruf tidak laku di sana. Mereka sudah melakukan hal itu. Mereka bisa berbaur dengan suku dan agama lainnya.
Dan, semua itu dipraktekkan saat Jokowi datang ke Bangkalan. Tidak ada persekusi, meski beda pilihan. Mereka cukup ucap, “Jokowi Moleh”!
Ciderai Tradisi Ulama
Deklarasi Ulama Madura untuk mendukung paslon Jokowi – Ma'ruf pada Rabu, 19 Desember 2018, di Bangkalan, dinilai KH Abd. Muqshit Idris, kiai sepuh pengasuh Ponpes Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, mencedrai etika kepesantrenan dan tradisi NU.
Menurut Kiai Muqshit, soal pelanggaran etika kepesantrenan yang dilakukan oleh Panitia Penyelenggara kegiatan deklarasi itu adalah dicantumkannya nama Kiai Muqshit sebagai salah satu pengundang (turut mengundang) dalam acara tersebut.
Padahal ia mengaku tidak pernah dihubungi panitia penyelenggara dan ditanya kesediaannya. “Ini termasuk akhlak madzmumah dan keluar dari tradisi NU,” lanjut Kiai Sepuh Sumenep, seperti dilansir MEMOonline.co.id, Selasa (18/12/2018).
Selain itu, Ketua Dewan Masyayikh PP Annuqayah ini juga memaparkan soal pencatutan nama Ketua PCNU NU Sumenep KH Pandji Taufiq yang juga tidak pernah dikonfirmasi kesediaannya sama sekali.
Perilaku semacam itu menurutnya dinilai merupakan kesalahan fatal, bila dilihat dari ajaran pesantren dan ke-NU-an. “Saya sungguh keberatan. Dan, sungguh menyayangkan hal ini terjadi di Madura,” ungkapnya.
“Saya berdoa, semoga yang melakukan perbuatan ini segera diberi syafaat sehingga tak mengulangi perbuatannya lagi,” lanjutnya. Hingga kini, ia belum pernah mendeklarasikan dukungannya pada paslon pada Pemilu 2019 nanti.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews