Politik identitas punya andil besar dalam mematikan demokrasi, karena terjadinya pemaksaan kehendak sekelompok orang, dengan berbalut agama sudah membunuh demokrasi.
Demokrasi itu memang erat kaitannya dengan kedaulatan rakyat. Demokrasi ada karena rakyat berdaulat. Tapi dalam berdemokrasi juga harus punya adab, itu kalau bangsa yang memang memiliki adab.
Bangsa Indonesia ini sangat kental dengan adat ketimuran, dan tidak identik dengan budaya kekerasan.
Kalau berdemokrasi dengan perilaku hewani, maka demokrasi juga bisa mati, karena salah dimaknai dalam penerapannya.
Demokrasi bukanlah sebuah kebebasan berorasi untuk memaki siapa saja, karena itu bertentangan dengan adab dan etika. Jangan bilang dalam demokrasi itu bisa bertindak bebas semaunya, tanpa hukum dan aturan.
Negara ini didirikan atas kesepakatan bersama, untuk mensejahterakan dan memajukan bangsa, meskipun itu sangat terbatas pada persepsi masing-masing.
Itulah pentingnya menghidupkan demokrasi agar semua permasalahan bangsa ini bisa dibicarakan dengan duduk bersama, sebagai pengejwantahan musyawarah dan mufakat
Seperti itulah akhlak dalam berdemokrasi, ada yang memimpin, dan ada yang dipimpin. Kedua pihak tidak bisa seenak udelnya, yang dipimpin mau sesuka jidatnya, yang memimpin juga menggunakan kekuasaannya.
Adanya pembangkangan dalam berdemokrasi itu biasa, itulah tantangan bagi sebuah negara.
Sebuah negara bisa tegak berdiri secara kokoh, kalau hukum bisa ditegakkan secara adil, dan memenuhi rasa keadilan. Pemangku jabatan juga mampu menterjemahkan rasa adil itu dalam persepsi yang sebenarnya, bukan atas dasar kepentingan politiknya.
Tidak perlu bermuslihat untuk memperlihatkan diri sudah menjalankan fungsi, kalau pada kenyataannya tidak berfungsi.
Tidak tegaknya demokrasi dalam suatu wilayah atau daerah, adalah tanggung jawab pemangku jabatan tertinggi di wilayah tersebut.
Harusnya sudah bisa diantisipasi secara simultan, dan tidak perlu mencari kesalahan. Matinya demokrasi, karena aturan dan hukum ditegakkan secara tebang pilih, tidak ditegakkan secara secara berkeadilan.
Pilkada DKI tahun 2017, mencerminkan demokrasi bar-bar yang dipertontonkan secara gamblang. Dimana intimidasi dan provokasi oleh sekelompok ormas, dengan dukungan partai politik yang mengusung politik identitas, mengeleminir nilai-nilai demokrasi.
Selanjutnya kelompok ini juga yang berteriak tentang kematian demokrasi. Apa lacurnya? Pemerintahan yang terpilih dan berkuasa terkebiri hutang-budi, dan tidak bisa bertindak apa-apa saat menegakkan hukum dan aturan.
Politik identitas punya andil besar dalam mematikan demokrasi, karena terjadinya pemaksaan kehendak sekelompok orang, dengan berbalut agama sudah membunuh demokrasi itu sendiri secara perlahan-lahan. Efeknya demokrasi mati suri sebelum menemui ajalnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews