Terus meratapi keadaan bukanlah solusi untuk mengatasi keadaan. Mengutuk kegalapan bukanlah cara untuk mengatasi persoalan. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan.
Memimpin negara dengan penduduk 270 juta jiwa bukanlah perkara yang mudah, tapi memimpin itu adalah sebuah amanah, yang mau tidak mau, dan tidak memberikan pilihan lain selain dari mengemban amanah tersebut sampai titik darah penghabisan.
Disinilah kapasitas seorang pemimpin diuji, baik mentalitas, mau pun moralitasnya. Sekali menerima amanah pantang surut kebelakang, kecuali masyarakat yang di pimpin memang sudah tidak menghendaki.
Tapi itu pun tergantung kehendak Tuhan, selama Tuhan masih menghendaki, maka tidak ada satu manusia pun bisa menghalangi, karena tidak ada satu persitiwa pun diatas muka bumi ini terjadi tanpa diketahui, dan tanpa persetujuan/ridho Tuhan.
Kegamangan pemerintah dalam menerapkan berbagai kebijakan dalam menangani covid-19, merefleksikan ketidak-siapan pemerintah, itu tidak bisa dipungkiri, namun bukan cuma pemerintah Indonesia saja yang tidak siap, beberapa negara lainnya, bahkan negara Adikuasi Amerika Serikat pun juga juga tidak siap menghadapi musuh yang tidak nyata ini.
Bertubi-tubi kritik dialamatkan ke pemerintahan Jokowi, baik dari luar pemerintahan, maupun dari dalam pemerintahan sendiri. Semua hanya melihat ke satu arah kesalahan, dan menyalahkan, tidak melihat secara objektif apa yang sudah diupayakan pemerintah.
Situasi dan kondisi, juga kultur masyarakat yang sangat majemuk, sangat mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam menangani covid-19. Pada awalnya wabah mulai terkonfirmasi, dan penyebarannya begitu masif, tekanan dari berbagai elemen masyarakat agar pemerintah menerapkan kebijakan Lockdown, untuk memutus rantai penyebaran covid-19.
Pemerintah tidak langsung meng-amini permintaan tersebut, mengingat tidak semua negara berhasil menerapkan kebijakan tersebut, kultur dan karakter masyarakat pada satu negara sangat berbeda-beda, apa lagi Indonesia yang sangat majemuk. Sehingga akhirnya pemerintah mengambil jaan tengah, dengan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Sebagai Presiden, Jokowi sangat sadar kalau yang dihadapi negara saat ini musuh yang tidak nyata, dan itu bukan cuma covid-19, situasi dan kondisi ini sudah diboncengi berbagai kepentingan lain, dan itu kepentingan politik. Itulah makanya sejak awal dalam menangani covid-19, Jokowi juga melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN).
Baca Juga: Menanti Perang Berakhir
Desakan untuk menerapkan lockdown, bukanlah semata-mata ingin memberikan solusi, tapi sudah diboncengi kepentingan lain untuk memanfaatkan situasi. Penerapan PSBB saja dampaknya sudah begitu terlihat, dimana tingkat kedisiplinan masyarakat sangat sulit untuk di kontrol, tapi setidaknya proses pemutusan mata rantai penyebaran covid-19 sudah membuahkan hasil.
Hampir rerata pada negara yang berhasil memerangi covid-19, itu karena didukung kedisiplinan masyarakatnya yang patuh dengan himbauan pemerintah, juga dikarenakan masyarakatnya sudah terbiasa disiplin, disamping juga kekompakan seluruh elemen masyarakatnya, yang bergotong-royong dan saling bahu membahu demi kepentingan negara dan bangsanya.
Indonesia termasuk negara yang beruntung, dengan penduduk yang berjumlah 270 juta jiwa, mampu menekan kasus masih dalam hitungan dibawah lima puluh ribu jiwa.
Berdasarkan data pemerintah yang dilansir Kompas.com, yang masuk hingga Rabu (20/5/2020) pukul 12.00 WIB, ada 693 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Penambahan itu menyebabkan total ada 19.189 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Artinya pemerintah sudah bekerja, meskipun belum maksimal. Kalau mau dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Amerika, Rusia yang sampai saat ini, dengan jumlah penduduknya tidak terlalu jauh dibandingkan Indonesia, tentunya Indonesia cukup lebih baik.
1. Amerika Serikat, 1.568.518 kasus, 93.407 orang meninggal, total sembuh 362.571. Jumlah penduduknya 333.302.000 jiwa/18 Mei 2020
2. Rusia, 299.941 kasus, 2.837 orang meninggal, total sembuh 76.130. Jumlah penduduknya 146.877.088/18 Mei 2020 (sumber)
Memang kalau kita melihat cara pemerintah dalam menangani covid-19 terkesan amburadul, tidak menyalahkan anggapan tersebut, terutama akhir-akhir ini, yang menimbulkan sikap pesimistis para nakes (tenaga kesehatan) yang menangani dilapangan. Tidak konsistennya aturan pemerintah dalam hal physical distancing sehingga memunculkan anekdot "Indonesia Terserah" yang viral dimasyarakat.
Sehingga anekdot ini menjadi trigger memantik rasa pesimistis terhadap apa yang dilakukan pemerintahan Jokowi. Padahal berhasil atau tidaknya penanganan covid-19 tidak sepenuhnya tergantung pada pemerintah, apa pun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kalau tidak dipatuhi masyarakat, selamanya kita akan berhadapan dengan covid-19.
Negara-negara lain yang berhasil pun tidak sepenuhnya karena hasil kerja pemerintah, tapi karena dukungan masyarakatnya secara total, yang berusaha mematuhi apa yang dihimbau oleh pemerintah, dan pemerintahnya pun mampu bersinergi dengan masyarakat, dan memenuhi, juga mencukupi semua kebutuhan nakes dalam penanganan covid-19.
Sebagai masyarakat kalau kita hanya melihat hal-hal yang pesimistis, yang berseliweran di media sosial akan membuat kita pesimis terhadap berbagai keadaan dan situasi saat ini. Perlu juga kita melihat sikap otimistik para tokoh, apa lagi yang berprofesi sebagai seorang dokter, seperti dokter Handrawan Nadesul.
Di Timeline Facebook-nya dokter Handrawan, yang juga seorang penulis yang kerap menulis di berbagai media sejak tahun 1968, menuliskan sebuah artikel yang berjudul, "Menghadapi Covid-19: Tribute Buat Presiden Kita". Dalam artikel tersebut dokter Handrawan memberikan apresiasi terhadap kinerja Presiden Jokowi dalam mengatasi covid-19. Seperti yang saya kutip dari timeline Facebook-nya;
"Saya sangat salut dan menghargai prestasi Presiden kita, untuk langkah demi langkah yang dipilih, dan eksekusinya. Dan ini saya pikir sebuah prestasi. Bayangkan, populasi Indonesia 271 juta jiwa, tersebar disekian banyak pulau, belum semua rakyatnya mengenyam bangku sekolah, Presiden Jokowi masih mampu mengendalikan covid-19, dengan hasil yang tidak terlalu buruk amat.
Eropa berapa saja populasinya, dan rakyatnya sudah lebih terpelajar. Korea selatan berapa saja, Vietnam berapa saja, Jepang berapa saja dibandingkan dengan Indonesia ". Selengkapnya baca disini
Membaca artikel ini, memberikan inspirasi, bahwa apa yang sudah dilakukan pemerintah tidak sepenuhnya buruk. Sehingga membuat kita optimis, disamping juga menyadari ada kelemahan pmerintah dalam penanganan covid-19, dan kelemahan tersebut adalah sesuatu yang manusiawi, karena berbagai keterbatasan, dan kemampuan secara ekonomi yang dimiliki pemerintah.
"Terus meratapi keadaan bukanlah solusi untuk mengatasi keadaan. Mengutuk kegalapan bukanlah cara untuk mengatasi persoalan. Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan".
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews