Sketsa Harian [19] "Gue Dapet Apa", Hikayat Para Relawan

Kalo gitu baiknya jangan menamakan diri "relawan", Boss, ganti aja dengan "bukanrelawan" kayak bukan empat matanya Tukul Arwana itu.

Senin, 11 November 2019 | 13:58 WIB
0
322
Sketsa Harian [19] "Gue Dapet Apa", Hikayat Para Relawan
Prabowo dan Joko Widodo (Foto: Kumparan.com)

Pikir-pikir dulu deh sebelum kamu mau menyerahkan sebagian kecil hidupmu sebagai relawan. Relawan apa saja; relawan kemanusiaan, relawan sosial bahkan relawan politik.

Namanya juga rela, ya harusnya bekerja tanpa pamrih. Tanpa harus tahu dan bertanya di ujung, "gue dapet apa?"

Kalo pertanyaan "gue dapet apa" sudah menerungku kepala dan mengerangkeng pikiranmu, sebaiknya dipikirkan apakah kamu pas atau tidak jadi relawan. Ini persoalan serius, jangan sampai memalukan dirimu sendiri kelak di kemudian hari.

Ada berita yang sepertinya biasa-biasa saja, ga cukup seksi untuk sebuah isu politik kalo dibandingkan dengan pengumuman menteri baru Jokowi. Tetapi di balik berita yang kurang seksi itu ada pelajaran etika yang bisa diambil hikmahnya oleh siapa saja, termasuk olehmu. Iya, kamu... kok masih larak-lirik kiri kanan!

Berita itu terkait dengan Projo. Itu loh, ormas Pro Jokowi yang kecewa atas gabungnya Prabowo Subianto ke Joko Widodo sebagai menteri pertahanan, yang dianggap mengecewakan sekaligus menyakitkan. Projo pamit dan "say goodbye" kepada Jokowi.

Apakah harus bersimpati kepada Projo yang telah berkeringat dan "berdarah-darah" dalam mendukung Jokowi saat Pilpres lalu?

Coba berempati dari sisi Projo. Memang sih, melalui perjuangan mereka memenangkan Jokowi, rival satu-satunya yang harus ditenggelamkan (meminjam istilah Bu Susi) adalah Prabowo. Eh, Prabowo malah dipeluk, disambut, dikasih kursi pula pada akhir cerita. Paham dong ya kekecewaan Projo sampai di sini; bagaimana Prabowo yang menjadi sasaran tembak tiba-tiba berbaikan dengan Jokowi.

Ibarat titik bidik di keker senjata otomatis seorang sniper di mana jidat sasaran tembak sudah berada di titik merah, pelatuk tinggal ditarik, eh tiba-tiba badan Jokowi menghalangi Prabowo sejidat-jidatnya. Pemandangan dalam kekeran berganti jadi tubuh Jokowi.

Sebagai sniper dan petarung, tentu kecewa berat tatkala senjata harus dibereskan lagi dan peluru tidak jadi dimuntahkan. Itulah gambaran kekecewaan Projo.

Tetapi benarkah cuma persoalan teknis semacam itu yang menjadikan Projo ngambek dan menyudahi dukungannya kepada Jokowi?

Ga juga. Mengingat pernyataan kekecewaan dimuntahkan berbarengan dengan euforia pengumuman kabinet Jokowi jilid dua, orang langsung menghubungkan kekecewaan Projo karena para pentolannya ga da dapet jatah kursi menteri. Bukan semata akibat kecewa kepada Jokowi yang tos-tosan sama Prabowo.

Kalo begini kejadiannya, namanya jadi sukarelawan yang ga rela dong. Atau kasarnya sukarelawan yang pamrih, yang di ujung bertanya, "gue dapet apa".

Meski tak terkatakan, tidak tersurat dan hanya semata-mata tersirat, toh orang melek politik bisa menangkap makna kegalauan Projo ini, yang sejatinya ternyata menuntut pamrih juga.

Kalo gitu baiknya jangan menamakan diri "relawan", Boss, ganti aja dengan "bukanrelawan" kayak bukan empat matanya Tukul Arwana itu.

Eh, tapi kalo "Bukanrelawan Projo" jadinya "Relawan Prowo" dong. Ya sama-sama pamrih juga dan di ujung ujung-ujungnya bertanya, "gue dapet apa?"

Ah, sutralah...

#PepihNugraha 

***

Tulisan sebelumnya: Sketsa Harian [18] Oposisi Hati