Menanti Jiwa Negarawan dan Patriotisme pada Pengumuman KPU

Kecurangan harus dibuktikan lewat lembaga yang konsitusional yaitu Mahkamah Konsitusi, jika tidak bisa dibuktikan situasi yang terjadi hanya mengakibatkan kegaduhan.

Kamis, 16 Mei 2019 | 08:26 WIB
0
670
Menanti Jiwa Negarawan dan Patriotisme pada Pengumuman KPU
Ilustrasi negaraan (Foto: Media Indonesia)

Pemimpin politik yang  taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan jauh ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan bisa disebut seorang negarawan, atau bahkan bisa dikategorikan sebagai pahlawan.

Sementara  sikap yang berani, pantang menyerah, dan rela berkorban demi bangsa dan negara, baik pengorbanan harta benda maupun jiwa raga bisa disebut hal itu adalah  Patriotisme.

Tanpa sikap negarawan dan patriotisme dari segenap lapisan masyarakat Indonesia sejak dulu utamanya para toko tokoh bangsa dan elite politik, mungkin saja Indonesia telah hancur tercerai berai dan porak poranda oleh ancaman dalam negeri maupun luar negeri.

Pada pengumuman  hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilu ( pilpres & pileg ) pada 22 mei yang akan datang, akan menjadi hari pembuktian jiwa jiwa kenegarawanan dan patriotisme tokoh tokoh bangsa dan para elite politik dalam bangsa Indonesia.

Sementara dari sumber berita m.detik.com Capres Prabowo Subianto menolak hasil penghitungan Pemilu 2019 yang dilakukan KPU karena merasa penuh kecurangan, dan juga menolak mengajukan protes melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

Dalam berita itu juga Yusril Izha Mahendra Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus juga pakar Hukum Tata Negara mengatakan bahwa sebuah kecurangan haruslah dibuktikan lewat lembaga yang konsitusional yaitu Mahkamah Konsitusi (MK) jika tidak bisa dibuktikan kecurangannya situasi yang terjadi hanya akan mengakibatkan kegaduhan saja.

Berkaca dari hal itu, jika sudah tidak lagi niat menempuh jalur jalur yang konsitusional dan akhirnya  mengakibatkan kegaduhan yang tiada henti di tengah tengah masyarakat, bukankah ini sangat merugikan bangsa dan negara, energi yang harusnya mampu dipergunakan untuk membangun bangsa dan negara terbuang sia sia untuk bertikai satu sama lain dan aparat hukum pun akan menghabiskan anggaran yang sangat besar untuk pengamanan demi keutuhan bangsa dan negara.

Pada tanggal 22 mei 2019 pada saat pengumuman pemenang oleh KPU, adalah menjadi sebuah cermin yang sangat besar bagi tokoh tokoh bangsa, elite politik  untuk berkaca terlebih kepada mereka mereka merasa diri sudah menjadi seorang yang negarawan dan patriot, rakyat akan melihat siapa siapa sebenarnya yang layak disebut sebagai negarawan dan patriot bangsa dan siapa yang harus dimasukkan dalam sejarah sebagai penghianat pemecah persatuan Indonesia.

Luber Sitanggang

***