Ancam Perdamaian: Wadi Rababa, Menjadi Target Yahudisasi dan Permukiman di Al-Quds

Kementerian Luar Negeri Italia mengatakan, pihaknya berkali-kali mengungkapkan kekhawatiran dan kekecawaan atas keputusan Israel membangun 800 unit hunian baru di permukiman Yahudi di Tepi Barat.

Kamis, 21 Januari 2021 | 16:13 WIB
0
138
Ancam Perdamaian: Wadi Rababa, Menjadi Target Yahudisasi dan Permukiman di Al-Quds
Permukiman warga Palestina yang akan direbut Zionis Israel. (Foto: Istimewa)

Pemerintah zionis Israel akhirnya mendapat lampu hijau untuk membangun permukiman di wilayah Tepi Barat. Rencananya, pemerintah Zionis itu akan membangun ratusan rumah di atas lahan yang direbut dalam perang 1967.

Seperti dilansir JPNN.com, Senin (18 Januari 2021 – 16:18 WIB) PM Benjamin Netanyahu sudah lama menjadikan proyek pemukiman tersebut program utamanya. Namun, berbagai halangan membuat rencana berulang kali batal dieksekusi.

Pada Minggu (17/1/2021), komite pemerintah akhirnya memberikan ratifikasi akhir untuk 365 rumah dan persetujuan awal untuk 415 rumah lainnya.

Seorang juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengutuk pembangunan itu sebagai ilegal, menuduh Israel melakukan upaya pencegahan untuk melemahkan upaya apa pun oleh Presiden AS Joe Biden untuk meluncurkan kembali proses perdamaian yang terhenti.

Dalam menghadapi Yuhudisasi dan ekspansi permukiman Yahudi, sebanyak 800 warga al-Quds berjuang dengan kegigihan dan ketabahan mereka di Wadi Rababa di Kota Silwan, di sebelah selatan Masjid Al-Aqsha di kota suci al-Quds yang diduduki penjajah Israel.

Wadi Rababa terletak di area sekitar 210.000 m2. Untuk bisa tetap bertahan kelangsungan hidupnya, para penduduknya harus menghadapi kebijakan penjajah Israel dan praktik-praktik para pemukim Yahudi yang bertujuan untuk mengusir mereka dari tanahnya.

Seorang Relawan Indonesia di Palestina, Von Edison Alouisci, mengungkapkan, penjajah Israel berusaha untuk mendapatkan kendali atas Wadi Rababa dengan melaksanakan proyek dan rencana ekspansi permukiman Yahudi.

Proyek yang paling menonjol belakangan ini adalah proyek “Jembatan Gantung”. “Dimulai dari kampung Al-Tsauri, melalui kampung Wadi Rababa, hingga ke daerah Nabi Dawud,” ungkap Von Edison Alouisci.

Di samping pekerjaan lain di tanah kampung tersebut untuk mengubahnya menjadi “jalan dan taman taurat”, ditambah lagi dengan membuat kuburan palsu di beberapa bagian lainnya dari kampung tersebut.

Seorang pakar urusan al-Quds, Nasser Al-Hidmi, menegaskan, Wadi Rababa itu merupakan perpanjangan dari daerah Silwan yang berada dekat dengan Masjid Al-Aqsha.

Dalam pernyataan khusus kepada Pusat Informasi Palestina, Al-Hidmi menyatakan bahwa penjajah Israel sedang fokus menarget Lembah Rababa. Karena daerah tersebut dekat dengan Masjid Al-Aqsha dan dianggap sebagai sisi yang agak lemah.

Ia menjelaskan, banyak tanah di daerah Wadi Rababa kepemilikannya tidak jelas, dan bukti kepemilikan tidak sesuai dengan yang semestinya. Karena itu penjajah Israel menarget dengan memintar agar masyarakat di kampung itu membuktikan kepemilikan mereka.

Al-Hidmi menyatakan, jika warga tidak bisa membuktikan kepemilikan atau tidak terdaftar secara resmi, maka dikonversi dari tanah pendudukan menjadi tanah yang dianggap sebagai “properti tanpa pemilik”.

Yang pada gilirannya, bisa dialihkan kepemilikannya ke organisasi permukiman Yahudi untuk pembangunan permukiman.

Ia menekankan, penjajah Israel ingin masuk melalui sisi ini untuk menembus perkampungan al-Quds dan memecah-mecahnya melalui koloni-koloni permukiman yang dihuni oleh para pemukim ekstrim Yahudi untuk menguasai kota al-Quds dan mencegah komunitas-komunitas warga al-Quds terintegrasi dan saling terhubung.

Kampung ini dinamakan Wadi Rababa, karena bagian atasnya sempit dan bagian bawahnya berkembang melebar secara bertahap, seperti alat musik Arab kuno “Rababa”. Pemberian nama tersebut termasuk baru, dibandingkan dengan penamaan lama.

Dulu, di periode Kanaan, lembah ini disebut dengan “Jai Hinom”, artinya adalah “Lembah Neraka”. Sementara itu orang-orang tua penduduk al-Quds, menyebutnya dengan nama “Tanah Tak Bertuan”, karena merupakan garis pemisah antara bagian timur dan barat kota.

Al-Hidmi menjelaskan, lembah tersebut membentang dari lembah yang memanjang dari sisi Wadi al-Jauz dan bertemu dengan Wadi Qadrun (lembah Neraka), dan meluas ke arah Wadi Rababa yang mengelilingi di bukit tempat dibangunnya Masjid Al-Aqsha yang diberkati.

Ia menyatakan, wilayah Wadi Rababa dianggap tempat suci oleh semua agama yang pernah ada di wilayah tersebut.

Al-Hidmi mengingatkan, Wadi Rababa menghadap ke Gerbang Al-Rahma, yang oleh kaum muslimin dijadikan sebagai kuburan, menghadap ke kuburan untuk orang Kristen dan juga kuburan untuk orang Yahudi, di samping kuburan pagan tua yang berasal dari zaman Firaun yang disebut oleh orang Yahudi “Avi Shalim”.

“Penyerbuan dan aksi-aksi perataan tanah yang terjadi di Wadi Rababa merupakan bagian dari kelanjutan yang terjadi di daerah Al Bustan di Silwan tentang surat-surat pemberitahuan penghancuran rumah dan mengosongkan daerah tersebut,” ujar Al-Hidmi.

Ia mengingatkan, 80 rumah yang oleh pihak penjajah Israel telah diberi surat pemberitahuan penghancuran, dengan dalih bahwa rumah-rumah itu merupakan bangunan yang dibangun di atas tanah yang kepemilikannya tidak jelas.

“Atau dibangun tanpa memperoleh izin yang semestinya di wilayah itu,” lanjutnya. Kampung Wadi Rababa adalah wilayah yang tersisa bagi masyarakat Silwan untuk membangun rumah dan sekolah serta membuat taman pribadi.

Tapi otoritas pendudukan penjajah Israel menolak untuk mengeluarkan izin untuk itu. Mereka mengejar dan memburu warga ketika membangun atau memperluas atau bahkan mengolah tanah dan membangun pagar.

Rencana Yahudisasi

Hanna Issa, Sekretaris Jenderal Organisasi Islam-Kristen, mengatakan bahwa kampung Wadi Rababa adalah bagian integral dari Tanah Suci Kota al-Quds selain lembah-lembah lainnya.

Dalam pernyataan khusus kepada Pusat Informasi Palestina, Issa menyatakan, penjajah Israel sekarang berencana mendirikan apa yang disebut “Yerusalem Raya” di atas lahan seluas 600 kilometer persegi.

“Dengan tujuan untuk melakukan yahudisasi kota tersebut, menciptakan karakter Yahudi baru, dan membangun “Yerusalem Raya” yang mirip dengan ibu kota Inggris, London,” kata Issa.

Menurut Issa, penjajah Israel telah memulai rencananya di Wadi Al-Jauz, Wadi Rababa, dan kampung-kampung lainnya di al-Quds. Ia menyatakan bahwa penjajah Israel mengerahkan semua tekanan pada penduduk Silwan.

Dan, sedang mengerjakan pembongkaran besar-besaran untuk mengosongkan daerah tersebut dari warganya, meratakan wilayah dan memperluas permukiman-permukiman Yahudi, serta mendirikan kampung-kampung permukiman Yahudi yang sejalan dengan “Yerusalem Raya”.

“Kita, sebagai orang Palestina, harus memikirkan, bagaimana mengubah aturan konfrontasi dengan penjajah Israel dengan asas-asas baru. Harus ada pemikiran baru, perjuangan baru dan persatuan nasional berdasarkan fondasi yang kuat dan upaya kolektif semua orang Palestina.”

Bagaimana masa depan Palestina pasca terpilihnya Presiden AS yang baru, Joe Biden? Calon Menlu yang akan dipilih Biden, Antony Blinken, berjanji akan tetap melanjutkan pengakuan AS atas Al-Quds sebagai ibukota Israel, dan melanjutkan keberadaan Kedubes AS di sana.

Situs Rusia Today menyebut, dalam pertemuan di hadapan kongres AS, Blinken menjawab “Ya” dua kali, saat ditanya senator James Rish, “Apakah Anda setuju bahwa Al-Quds ibukota Israel? Dan, apakah Anda komitmen mempertahankan kedubes Amerika di Al-Quds?”

Dalam pertemuan tersebut, Blinken memaparkan dukungannya terhadap solusi 2 negara, dan perundingan damai antara Palestina – Israel menjadi tantangan besar, yang sulit mencapai kemajuan dalam waktu dekat ini.

Sebelumnya, AS di bawah kepemimpinan Donald Trump sangat gencar mendukung semua kebijakan Israel, termasuk mendukung Al-Quds sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya kesana.

Selain itu, Trump menggagas proposal perdamaian yang dikenal dengan Deal of Century, yang menguntungkan Israel dan mempersempit Palestina. Termasuk mendukung rencana aneksasi Israel terhadap wilayah Tepi Barat.

Pihak Italia pada Selasa kemarin menyampaikan keresahannya atas keputusan pemerintah Israel membangun 800 unit hunian di komplek permukiman Yahudi di Tepi Barat, karena melanggar Undang-Undang Internasional dan menggagalkan peluang solusi berdirinya dua negara.

Kementerian Luar Negeri Italia mengatakan, pihak Italia berkali-kali telah mengungkapkan kekhawatiran dan kekecawaannya atas keputusan Israel membangun 800 unit hunian baru di permukiman Yahudi di Tepi Barat.

Kemenlu Italia menambahkan, pihaknya kembali meminta seperti yang sudah disampaikan pada 17 November 2020 lalu kepada Israel untuk mengkaji ulang keputusan tersebut.

***