Satu-satunya cara melihat kasus ini adalah lingkaran hobi-nya itu. Lingkaran yang mencoba mengangkangi Jakarta sebagai taman bermain mereka.
Pertama, pemahaman dasarnya harusnya korupsi adalah korupsi. Titik! Harusnya publik juga tidak sekedar paham, tapi sadar sampai ke urat nadi bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Tidak ada argumentasi apa pun yang membenarkan orang memperkaya diri sendiri atau orang lain sebagai alasan untuk korupsi.
Apalagi jika korupsinya itu adalah bantuan sosial, apalagi (selanjutnya) jika itu dilakukan di masa pandemik global. Itu jelas adalah kejahatan kemanusiaan pangkat tiga! Dalam kasus Juliari P. Batubara, semestinya hukumannya adalah mati. Itu sudah sangat jelas dalam UU yang terkait kebencanaan nasional. Indikasi kasusnya sudah terang benderang, ketika mengubah format bansos dari bentuk uang tunai menjadi bentuk barang!
Mau ngeles dimana lagi?
Kedua, apakah ada intrik atau permainan politik di sana? Apa ada permainan oknum KPK di sana. Pasti ada, tapi apa pentingnya di saat seperti ini? Kejahatan yang dilakukan oleh Kementrian Sosial, siapa pun yang ada di dalamnya itu memang mesti ditangani cepat dan kongkrit. Mosok duit hasil utang negara ke sana kemari. Dimanipulasi bentuknya, diserahkan pada lingkaran kekuasaan mereka, lalu bukan sekedar disitribusikan secara ngawur. namun dengan kualitas dan kuantitas yang jelas dikurangi sana-sini nilainya.
Untuk yang kali ini, sialnya harus masuk ke sisi SARA yang menyebalkan. PNS yang ditangkap dan Menterinya berasal dari agama yang sama! Dan ini menjadi garis bawah, kok bisa? Konon si pejabat pembuat komitmen inilah yang menyeret Pak Menteri. Bahwa si uang yang disita adalah untuk dirinya. Makanya, ketika ada yang prihatin kok yang disasar Menteri yang Batak, gak usah mellow si pejabatnya orang Jawa!
Korupsi adalah korupsi, gak da hubungannya dengan etnik dan agama!
Ketiga, adakah ini tujuannya menghantam PDI-Perjuangan? Terutama setelah rekan sekoalisi-nya, Partai Gerindra mengalami hal yang sama belum lagi lewat sebulan. Kalau dilihat dari delik kasus dan proses penangkapannya harusnya tidak!
Satu-satunya indikasi bahwa hal ini terhubung adalah si menteri adalah ia memang kader partai tersebut dan saya tidak tahu apakah masih. ia diangkat jadi Mensoss, karena sebelumnya adalah Bekas Wakil Bendahara Umum partai tersebut.
Dalam lingkaran ini, saya lebih tertarik menyoroti "fatal"-nya penunjukan figur ini. Sejujurnya, saya tidak pernah percaya pada siapa pun figurnya bila sudah berbau dengan organisasi bernama Ikatan Motor Indonesia (IMI). Bagi saya sebagai laki-laki, kok hebat betul ada organisasi yang sedemikian glamour dan hedonis. Seleranya duniawi banget, tapi sedemikian beruntung dan berkuasa. Silahkan cek satu persatu reputasi para mantan Ketua Umum IMI sejak era Orde Baru di masa-masa akhirnya.
Memang saya juga sempat kaget orang-orang dengan reputasi baik, seperti Emil Salim dan Frans Seda pun sempat menduduki posisi tersebut. Tapi setelah era Tommy Soeharto, lalu Bob RE Nasution dan di belakangnya ada Juliari Batubara dan terakhir Sadikin Aksa kita dapat melihat korelasinya.
Ketua Umum-nya yang terakhir dan saat inilah, orang yang dianggap terkait langsung dengan rencana pagelaran Formul-E yang jelas menyalahi aturan dan mengacak-acak Monas sebagai tetenger bangsa itu.
Jadi, gak usah melihat asal-usul etnisnya. Apalagi dari partai mana ia diusung. Ini segerombolan bangsat, yang sesungguhnya juga cuma pengusaha karbitan. Tampak pengusaha, namun sebenarnya hanya mewarisi tinggalan orang tuanya. Ia generasi "konglomerasi semu" yang melulu berwatak hedonis perilaku hidupnya dan masif jika sudah mencuri. Saya lebih suka melihat kasus JPB ini dari lingkaran sosial darimana ia berasal? Dari hobinya yang mahal dan sama sekali tak ada urusannya dengan kemaslahatan umat!
JPB itu sejenis bajingan yang lain, menjelaskan kenapa ia ditempatkan di Kementrian Sosial. Ia adalah mesin uang atau akses dana bagi banyak kepentingan. Tidak hanya dari partainya saja.
Apakah itu mau atau pilihan Jokowi? Jelas ia adalah titipan partai yang sangat ngawur. Dan itu bisa partai apa saja, bukan melulu partai dari mana ia berasal. Ini sindikasi multi-partai yang memang sengaja membuat publik terkecoh. Ini mafia domestik yang bagi saya sangat jahat dan telengas. Orang Jawa kalau sudah menyebut telengas itu berarti skalanya memang harusnya hukuman mati!
Jika hari ini, ia tertangkap gak usah nangis. Gak perlu bikin analisis politik ini itu. Saya sarankan lihatlah masa lalu-nya. Lihatlah saja, betapa hal ini memulihkan citra dan meringankan beban Jokowi.
Satu-satunya cara melihat kasus ini adalah lingkaran hobi-nya itu. Lingkaran yang mencoba mengangkangi Jakarta sebagai taman bermain mereka. Gila, gila, dan gila, siapa pun yang menempatkannya di posisi itu. Itu seperti menyerahkan ayam sayur ke tukang jagal.
Ketika semestinya ayam sayur cukup disembelih pakai pisau dapur, ini terpaksa harus pakai kampak yang besar. Setelah agomo dijadikan senjata, lalu sekarang "teman sepermainan" dijadikan alat. Mafia Sicilia juga gak begini-begini amat!
Apa yang saya sebut linier, logis dan niscaya!
Masih mau ngomong agama dan politik? Ini masalah perlawanan terhadap kecongkakan, keserakahan, dan kerakusan....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews