Corona dan Kejinya Teori Konspirasi

Alih-alih memberi jalan keluar, memperkeruh suasana adalah sebuah hobby. Hal yang juga bukan dari bagian teori manapun, mereka hanya tercatat sebagai bagian dari "yang terdampak".

Rabu, 18 Maret 2020 | 01:38 WIB
0
768
Corona dan Kejinya Teori Konspirasi
Ilustrasi virus corona (Foto: liputan6.com)

Otak paling keji, selalu mengkaitkan segala peristiwa kecil atau pun besar sebuah buah kerja konspirasi. Yang kecil, misalnya saja peristiwa "norak" yang terjadi di Jogja beberapa waktu lalu. Ketika NU mau mengadakan sebuah acara di Masjid Kauman Jogja. Lalu warga lokal, yang notabene berasal dari organisasi Muhammadiyah menolak. Mereka menganggap hal seperti ini sebagai "upaya provokasi di kampung liyan".

Sekalipun pihak NU telah berusaha berkomunikasi secara bijak dengan semua pihak. Pun pimpinan teras Muhammadiyah, menunjukkan sikap yang arif dan menyejukkan. Toh yang pegang kendali adalah mereka yang disebut "pemilik akar rumput". Akhirnya pihak NU mengurungkan niatnya tersebut, dan di tempat lain toh acara bisa berlangsung dengan baik.

Sampai di sini clear. Hingga saya membaca tulisan yang muncul di media sosial, yang justru menganggap bahwa peristiwa ketegangan sesaat ini adalah buah kerja sekelompok orang Katolik yang memang punya posisi kuat di internal Kraton. Mereka dianggap salah, sebagai penyebab "gagalnya pihak NU menggunakan Masjid Kagungan Ndalem". Kelompok Katolik dianggap sebagai kerikil, yang punya agenda besar mempersiapkan Yogyakarta sebagai sebuah kerajaan mereka di masa depan. Weleh-weleh.....

Tulisan tersebut bahkan secara agitatif menyeret jauh ke belakang bahwa upaya merebut "kuasa budaya Jawa" telah dilakukan sejak masa awal misionaris Romo Van Lith. Teori konspirasi ini tampak gagah, tapi tentu saja berlebihan. Ketika saya kritik secara santai saja, maka berhamburanlah komentar yang intinya saya gak ngerti sejarah masa lalu dan realitas hari ini. Deal aku rapopo....

Dalam situasi yang lebih besar, yang lagi global hari ini pun demikian. Dua kelompok penulis dari dua pihak yang berbeda, mencoba merekonstruksi bagaimana awal mula munculnya Virus Corona, yang hari ini memiliki nama resmi Covid-19.

Di satu pihak yang pro-Amerika menganggap bahwa ini hasil kerja sistematis pihak China. Tujuannya untuk men-shut down sejenak situasi ekonomi dunia. Menurunkan levelnya, memporak porandakannya sehingga harga-harga saham perusahaan Barat jatuh. Mereka menyebutnya sebagai "China Winter", sebagai sebuah padanan "Arab Spring" yang juga buah konspirasi yang menjatuhkan rezim-rezim otoriter di Semenanjung Afrika Utara.

Mereka berteori langkah ini, dilakukan menjelang winter, saat kondisi China memang memasuki musim dingin yang katakanlah lalu lintas manusia relatif rendah. Namun sekaligus ada dramatisasi bagaimana virus ini lebih mudah membuat panik, karena iklim-nya memang musim penyakitan.

Teori ini menunjukkan bagaimana cepatnya China, mulai menyerahkan sampel virus tersebut ke WHO. Hal ini merupakan indikasi bahwa seolah mereka adalah "pencipta"-nya. Dan situasi "diperburuk" dengan justru cepatnya mereka mengatasi persolaan ini di dalam negerinya.

Rumah sakit raksasa yang dibangun berfungsi nyaris tak sampai 2 bulan, kemudian kosong. Karena jumlah penderita yang terindikasi semakin turun, dan bahkan jumlah pasien yang sembuh makin banyak. Dan perusahaan besar yang konon tergabung dalam Fortune 500 sebagian sangat besar telah beralih kepemilkan. China menang banyak.....

Di pihak yang lain teori konspirasi, justru berasumsi bahwa virus Covid-19 adalah ciptaan dua seiya-sekata Mamarika-Wahyudi, dengan tentu saja Mossad sebagai aktor intelektual sekaligus pelaku lapangannya. Cara kerjanya nyaris mirip Peristiwa 11 September, mengorbankan "hal kecil" untuk kepentingan yang lebih besar. Inilah ilmu yang kalau orang Jawa bilang "banjir bandang segara asat". Sekali tepuk semua musuh lingkang pukang.

Sasaran utamanya adalah China dan Iran, dua negara yang dianggap sebagai rival yang paling potensial mengganggu dominasi AS. Ndilalah keduanya memiliki hubungan yang juga sangat erat dalam banyak bidang kerjasama. Mereka satu poros, dengan tambahan Korea Utara di sisi yang lain.

Dan terbukti, krisis yang lebih kritis berhasil diciptakan di Iran. Jumlah penderita maupun korbannya sangat eskalatif. Tak pandang bulu, mulai rakyat kecil hinga para mullah. Sindikasi Zionis ini dianggap berhasil untuk mengurangi semangat jihad yang diinspirasi dari meninggalnya Qassem Soulameny yang gugur dalam penyerangan brutal. Ia dianggap sebagai inspirator kebangkitan dan kedigadayaan militer Iran, sehingga disebut sebagai "panglima bayangan" yang mendapat otoritas langsung operasi dari Pimpinan Tertinggi Iran. Sejenak China dan Iran shut down...

Akan halnya, bahwa peristiwa penyebaran virus ini telah menjangkau lebih dari 100 negara. yang membuat kelabakan banyak negara yang barangkali bukan bagian dari teori kosnpirasi tersebut. Mereka diangga sebagai korban tambahan. Keji nian!

Bahwa realitas di Itali, virus ini telah bermutasi jadi jenis virus yang lain yang berbeda dengan yang pertama kali di China. Bukan dianggap sebagai bagian teori busuk ini. Pun ketika, di negara tropis seperti Indonesia yang penduduknya "kemproh, tidak hygienis" penyebarannya justru sangat lambat sangat dipermasalahkan. Di mana menyerang pemerintah yang lagi bingung adalah sebuah kesenangan tersendiri.

Alih-alih memberi jalan keluar, memperkeruh suasana adalah sebuah hobby. Hal yang juga bukan dari bagian teori manapun, mereka hanya tercatat sebagai bagian dari "yang terdampak".

Semua hal tersebut, hanya membuktikan betapa rapuh dan absurdnya teori konspirasi. Mereka yang bergelimang di dalamnya, adalah mereka yang saya pikir di luar tidak punya empati adalah mahkluk-makhluk keji. Mereka hanya berpikir di alam mengawang, pikiran hampa yang tidak memijak bumi.

Tampak gagah dan cerdas, tapi jahat dan telengas sekali....

***