Penumpang Gelap

Jangan-jangan, munculnya istilah penumpang gelap hanya karena tak ingin disebut latah, dengan menyebut istilah ‘kambing hitam’?

Jumat, 16 Agustus 2019 | 07:56 WIB
0
284
Penumpang Gelap
Ilustrasi penumpang gelap (Foto: Blitar Times)

Apa itu penumpang gelap? Sebelum melanjutkan membaca lebih jauh tulisan ini, kita musti sepakat terlebih dulu. Apakah yang dimaksud penumpang gelap karena warna kulitnya gelap? Atau, ini tentang perjalanan malam tanpa penerangan?

Karena menurut Albert Einstein, “Kegelapan adalah ketidakadaan dari sesuatu. Kau bisa mendapatkan cahaya redup, cahaya normal, cahaya terang, cahaya yang berkedip-kedip. Tapi jika kau tidak mempunyai cahaya, kau tidak memiliki apapun. Dan itu disebut kegelapan, bukan? Dalam realitas, kegelapan itu tidak ada. Jika ada, kau akan mampu membuat kegelapan semakin gelap bukan?”

Jadi, kalau ada politikus yang mengatakan di partainya, di garis politiknya, ada penumpang gelap, ia justeru sedang menerangkan apa yang hendak digelapkan! Kenapa? Karena dalam realitas, dunia kenyataan, kegelapan itu tak ada bukan?

Kalau misal ada kegelapan di dunia ini, kau akan mampu membuat gelap menjadi lebih gelap lagi. Tapi lantaran kegelapan itu tak ada, maka logikanya, kau tak bisa membuat gelap semakin gelap. Justeru sebaliknya.

Kalau kau mengatakan ada penumpang gelap, tapi kau sendiri tak mau menjelaskan, siapa penumpang gelap itu, kau menerangkan dengan jelas; Bahwa kau memang bagian dari kegelapan itu. Padahal, gelap itu menurut (lagi-lagi) Einstein, tidak ada. Jadi, apakah kau bagian yang tidak ada itu, dan kemudian diada-adakan?

Banyak di negeri kita ini yang sebenarnya diada-adakan. Tidak ada partai politik, tapi diada-adakan dengan nama Partai Politik Demokrat, Partai Politik Gerindra, Partai Politik Perindo, dan nama-nama yang lain, yang memperlakukan partai politik sebagai PT atau perusahaan keluarga.

Padahal di situ yang ada cuma SBY, Prabowo, Hari Tanoe, dan nama-nama lain. Itu pun, kalau memakai teori Einstein, jangan-jangan juga cuma karena diada-adakan? Karena, kalau mereka tak punya cahaya, tak memiliki (nilai) apapun, itu yang disebut kegelapan bukan?

Kegelapan adalah ketiadaan sesuatu, demikian teori Einstein. Tapi bukankah mereka bisa mendapatkan yang namanya cahaya redup, cahaya normal, cahaya kedip-kedip? Entah itu berasal dari duit mereka, yang bisa bikin media, stasiun televisi, partai politik, atau membayar experties untuk mengatakan bahwa kamu ada?

Nah, sampai di sini, kembali lagi kita menagih; Lantas apa itu penumpang gelap? Justeru menjadi semakin nggak jelas. Kecuali sekedar menjelaskan, bahwa yang menyebut-nyebut penumpang gelap, sebenarnya adalah dirinya sendiri. Karena dia tidak tahu sedang melakukan apa dan di mana.

Atau, jangan-jangan, munculnya istilah penumpang gelap hanya karena tak ingin disebut latah, dengan menyebut istilah ‘kambing hitam’? Karena kerancuan berpikir, melihat kambing berwarna hitam di dalam angkutannya, terus kemudian disebutnya penumpang gelap? Maka kemudian beberapa kambing hitam kemarin disembelih untuk dikurbankan?

Itulah dalam 'Nyanyian Tambur Jalan', Leo Kristi menyebutnya, “Tuding-menuding dalam lingkaran komedi badut-badut!”

***