Pilpres Usai, Para Pecundang Masih Bergaya

Temuan Aiman ini memberikan gambaran bahwa saat itu sebuab skenario sedang dijalankan. Targetnya membuat kekacauan dan rusuh.

Selasa, 2 Juli 2019 | 21:06 WIB
0
434
Pilpres Usai, Para Pecundang Masih Bergaya
Prabowo dan pendukungnya (Foto: Tribunnews.com)

Penelusuran Aiman Wicaksono, dari KompasTV mengkonfirmasi bahwa korban meninggal pada kerusuhan 21-22 Mei dieksekusi di tempat lain. Lalu mayatnya dibawa ke Petamburan, tempat terjadinya kerusuhan.

Aiman juga mewawancarai saksi warga Petamburan. Malam itu, kata saksi warga, pintu-pintu rumah digedor orang tidak dikenal. "Kampung kita diserang. Kampung kita diserang!," teriak mereka.

Kita tahu. Di Petamburan bentrokan memang terjadi. Segerombol orang menyerang Kompleks Brimob. Posisi Kompleks Brimob itu sendiri berseberangan dengan markas FPI.

Maksudnya jelas. Dengan korban meninggal yang didrop ke lokasi entah dari mana, mereka berharap muncul kerusuhan lebih besar di Jakarta. Polanya mengacu pada kerusuhan 1998. Ada korban meninggal. Masyarakat kalap. Jakarta teebakar. Kerusuhan meluas. Lalu kudeta.

Bukti bahwa korban dieksekusi dari tempat lain terlihat dari bentuk luka tembak. Diperkirakan posisi keenam korban sedang terlungkup ketika ditembak. Mereka dieksekusi jarak dekat.

Logikanya, jika tembakan dilakukan oleh polisi saat itu, gak mungkin terkena mereka yang terlungkup.

Temuan Aiman ini memberikan gambaran bahwa saat itu sebuab skenario sedang dijalankan. Targetnya membuat kekacauan dan rusuh.

Yang tidak mereka hitung, rakyat Jakarta saat ini bukan rakyat Jakarta pada 1998. Demikian juga di kota-kota lai nya. Saat itu hampir semua rakyat sudah muak dengan kekuasaan Soeharto. Mereka memendam kekecewaan akibat tekanan politik dan ketidakadilan. Makanya saat disulut, cepat meledak.

Sedang rakyat hari ini jauh lebih cerdas. Peristiwa 1998 memberikan pelajaran tidak ada yang diuntungkan dari kerusuhan sosial. Ekonomi ambruk. Kehidupan melorot.

Artinya siapapun yang merencanakan skenario itu, adalah kelompok yang menginginkan Indonesia terseret dalam kubangan darah. Betapa kejinya.

Kini ada gerombolan lagi yang bermaksud menggelar demo lagi pada 28 Juni di depan gedung MK. Sesumbarnya mau mengerahkan 22 juta orang. Sepertinya mereka gak kapok. Gagal kerusuhan kemarin, lalu mencoba lagi menghancurkan Indonesia dikesempatan berikutnya.

Poster seruan sang buronan Rizieq, mulai disebarkan. mau memggelar halal bilhalal atau entah apa namanya. Lokasinya di depan gedung MK. Ada video perempuan mengajak 'mujahidah' untuk ikut berjihad.

Rasanya gerombolan mereka memang selalu berusaha memancing kerusuhan agar Indonesia jadi seperti Suriah. Pola Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir dalam mengacaukan sebuah negara ditiru persis disini. Agama dijadikan bahan asongan. Agar rakyat saling bertikai.

Bagi rakyat yang waras, Pemilu sudah selesai. Keputusan MK nanti adalah akhir dari Pilpres. Tidak ada lagi 01 dan 02. Semua kembali menjadi Indonesia.

Tapi, bagi para radikalis selesainya Pilpres hanya menandakan terlewatkannya sebuah momentum. Jika kali ini mereka gagal memancing konflik dan darah, mereka akan mencari momentum lain. Sebab bagi mereka Indonesia adalah musuh. Sekuat tenaga mereka akan berusaha menghancurkannya.

Setelah keputusan MK nanti, tidak ada lagi 01 dan 02. Perbedaan politik hanya cara lain mengungkapkan kecintaan pada Indonesia.

Yang ada hanya orang waras dan orang yang gila konflik. Yang ada hanya kelompok yang mencintai bangsa ini dengan mereka yang membencinya.

Dan mereka yang membenci Indonesia, selamanya akan menjadi musuh kita.

Pemilu sudah hampir selesai. Tapi para pecundang masih saja bergaya.

"Mas, Prabowo apa kabarnya ya?"

Mbuhh...

Eko Kuntadhi

***