"Moral Obligation" Toko Sebelah dan Dusta Amatiran Sudirman

Senin, 25 Februari 2019 | 07:48 WIB
0
22911
"Moral Obligation" Toko Sebelah dan Dusta Amatiran Sudirman
Sudirman Said (Foto: Suara.com)

Sudirman Said marketing toko sebelah, menyerang Jokowi. SS bertutur soal pertemuan rahasia Presiden dengan boss Freeport. Fakta akhirnya menunjukkan, SS pendusta amatiran.

Jika semula media online (yang punya reputasi pun) hanya menuliskan pernyataan SS, di medsos amatiran kayak fesbuk justru bisa didapat fakta yang sangat telak membantah omongan SS.

Setelah diresufle Jokowi, ia kini bagian toko sebelah, lawan Jokowi. Sepertinya dia sakit, kemudian putar haluan. Soal Freeport, sebelumnya SS menyatakan; siapa yang takut, menteri (SS) atau Jokowi? Ia persis Rizal Ramli. Culas.

Celakanya, SS telah menebar angin. Di Majalah TAMBANG (edisi November 2015) termuat wawancara panjang lebar dengannya, soal Freeport (saya mengutip Yustinus Prastowo, di akun fesbuknya, “Sudirman Said, Siapa yang Berdusta?” 21/2).

Dalam pengakuan di majalah itu (tentang pertemuan Presidan dengan Moffet yang terkesan rahasia), SS menjawab, “Presiden menjalankan tugas negara, dan itu bukan merupakan operasi rahasia. Itulah cara beliau mengurangi kegaduhan. Akan salah kalau Presiden dan Moffet membuat kesepakatan sendiri, baru kemudian mengundang saya. Presiden ketika bertemu Moffet selalu mengajak menteri teknisnya. Saya sebagai menteri teknis berkewajiban menindaklanjuti.”

Bagaimana SS mengingkari omongannya? Manusia model gituan banyak. Dari Said Didu, Anies Baswedan (meski kini oleng, karena proyek 10 tahun dari pemerintah pusat), sampai Rizal Ramli sang ekonom senior. Belum lama lalu RR ngomong Jokowi (presiden yang) tidak kredibel. Kita tak tahu kredibilitas RR.

Mereka yang bekerja di ruang publik, entah itu pejabat publik pemegang kebijakan, politikus, penerbit media dan jurnalis, demikian juga para akademisi, mesti dituntut "moral obligation" yang tinggi. Tanggung jawab moral. Karena apa yang dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, menyangkut dan berakibat pada hajad hidup orang banyak.

Sebagai politikus apakah dia ngomong jujur? Sebagai jurnalis ngomong secara berimbang? Sebagai ilmuwan, apakah akan ngomong seperti Siti Zuhro, atau Rocky Gerung, yang dari sisi objektivitas akademiknya sangat sumir? Sebagaimana doktor Amien Rais menuding partai lain partai setan, ngeklaim partainya masuk partai Allah, tapi kader-kader elite ketangkep KPK?

Musuh kita ialah ketidakwarasan, kegemblungan, juga logika korsleting. Hanya atas nama kepentingan kehilangan adab. Agama dihina beramai-ramai oleh mereka yang ngaku paling saleh, dan yang lain kafir. Beberapa jurkam di masjid dan majelis takelim acap mengatakan memilih Jokowi siap diazab Allah, tapi mereka tak berani menjamin kalau milih Prabowo masuk sorga.

Karena apa? Karena tak ada moral obligation? Karena ongkos masuk sorga sudah dipatok Neno Warisman minimal Rp 5 juta. Sementara di bawah, cuma dapet nasbung, selembar kertas bertuliskan doa-doa, dan janji sorga kelak kalau sudah mati.

***