30 penulis, Bertempat di hotel Santika, slipi Jakarta ( Minggu: 17 Feb 2019) mendeklarasikan Penulis untuk Pemilu Damai. Saya mendapat kehormatan membacakan, yang kemudian diikkti semua yang hadir. Ini isi deklarasi tersebut.
Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Menulis dengan hati nurani Menulis dengan jiwa yang sehat Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme
Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data
Kami penulis Indonesia Berjanji;
Mendorong terciptanya pemilu damai
Menegakkan yang benar Membela yang tak bersalah
Dengan sepenuh jiwa raga Tetap NKRI
Pemilu 2019 Damai, Damai, Damai!
Sebetulnya perlu ngak sih deklarasi semacam ini?
Tergantung masing-masing penulis berdasarkan wawasan, pendidikan dan tujuan dari kegiatan menulisnya. Saya seorang perempuan yang menulis untuk menyalurkan kebawelan yang tidak berlawan. Artinya saya tidak bisa berbicara karena nggak ada orang lain, makanya saya perlu menulis. Karena untuk menulis saya nggak perlu orang lain. Kaitannya dengan pemilu?
Otomatis pemilu dan segenap komponennya menjadi topik-topik yang saya tuliskan. Baik itu cuma status di media sosial atau sebagai tulisan artikel yang utuh. Pemilu 2019, menjadi ajang kontestasi politik yang “panas”. Visi, misi dan program kerja tidak menjadi topik yang diperbincangkan. Justru hoax atau informasi yang nggak berdasar, menjadi ajang perdebatan.
Mengutip Pramoedia Ananta Toer: “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” Pesan Pram, adalah salah satu motivasi saya menulis. Saya nggak merasa perlu menjadi terkenal, yang penting buah pikir saya bisa tersampaikan dan dimengerti. Jadi bila Pram mengatakan menulis adalah bekerja untuk kebadian, saya setuju banget.
Seorang kawan sempat berkata, mungkin kalau capres-cawapresnya ada tiga pasang, situasi dan kondisinya nggak terbelah seperti sekarang. Karena capres cawapres cuma dua pasang, otomatis terbentuk dua kubu/pihak, seperti sedang berperang.
Saya sendiri agak sulit memahami, mengapa pilpres 2019 terasa “menyeramkan”, seolah kita memang sedang berperang. Padahal pemilu adalah pesta demokrasi dan pesta demokrasi ya harus disambut dengan sukacita, penuh kegembiraan, bukan menakutkan atau saling menakut-nakuti.
Sebelum janji penulis untuk pemilu damai di deklarasikan, Pepih Nugraha, sang inisiator dari PepNews.com menyampaikan harapan, bahwasannya para penulis yang hadir dan mau berjanji mengawal pemilu karena menyadari pentingnya peran para penulis. Pembuat pesan dalam kontestasi politik adalah para penulis. Artinya para penulis memegang peranan besar, bakan bisa dibilang para penulis adalah pengendali. Pesan apa yang akan dibuat lalu disebarkan bisa mengarahkan ke satu tujuan. seperti motonya Pepnews.com, WRITE IS RIGHT. dengan menulis kita sudah melakukan yang benar atau bisa juga dipahami, menulis adalah hak. Ya setiap WNI memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan dijamin UUD 1948 pasal 28.
Balik lagi ke penting atau nggak penting deklarasi ini, menurut saya menjadi penting, dilihat dari besarnya peran penulis sebagai pembuat pesan. Terlepas dibayar (buzzer) atau tidak dibayar, ada tanggung jawab moral yang besar untuk turut mejaga pesta demokrasi. Terlau mahal kalau sebuah demokrasi harus di bayar dengan revolusi. Ingat peristiwa Reformasi’98. Tak terhitung nilai kerugian moril dan materil.
Maka saya katakana, deklarasi penulis untuk Pemilu damai adalah penting untuk diucapkan dan dilakukan. Saya dan para penulis lainnya, ambil bagian dan siap menjaga pesta demokrasi agar tetap tercipta perdamian. Bukan hanya saat pilpres dan pileg 17 April 2019, tapi hingga hasil diumumkan dan peralihan kepada kepala Negara yang baru. Siapapun kepala Negara yang baru tersebut, Capres-cawapres dari pasangan 01 atau 02, hasil yang ditetapkan nanti harus dihormati dan diterima.
Pemilu Damai bukanlah sebuah harapan tapi sebuah proses, hasil akhirnya adalah Kepala Negara yang baru. Jika proses demokrasi bisa dilalui dengan terkendali, artinya masyarakat Indonesia sudah sampai pada tataran kesadaran yang lebih baik.
Tinggal para poliikus yang bakal menjadi wakil rakyat dan duduk menjadi anggota dewan, yang juga harus menjaga tutur kata dan prilakunya, agar Kepala Negara dan perangkat pemerintahan yang juga baru bisa melanjutkan membawa masyarakat Indonesia ke cita-cita para pendiri bangsa ini. Membawa masyarakat pada kehidupan yang makmur, aman dan damai.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews