17 Januari 2019 mungkin menjadi salah satu hari yang akan diingat oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Alasannya tentu saja sudah dapat ditebak, pada tanggal tersebut KPU melangsungkan Debat Perdana Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Perideo 2019-2024.
Pada debat perdana ini, tema yang akan menjadi pembahasan adalah hukum, hak asasi manusia (HAM), korupsi, dan terorisme. Namun ada yang menarik dari debat perdana semalam. Misalnya paslon 02 yang sering tidak sesuai fakta.
Tapi ini bukan hoax atau kabar bohong lho. Mari kita contoh paslon 01 yang berpikir postif, tidak menuduh, dan bersikap optimis. Maka saya menggunakan kata khilaf, jika dalam bahasa Indonesia berarti lupa atau kelupaan.
Kalau dalam catatan saya pribadi, memang keduanya tidak terlalu berani lagi membahas isu HAM secara mendalam. Alasannya, jika menggunakan pendapat Pak Jokowi, pelanggaran HAM masa lalu tidak mudah menyelesaikannya, karena masalah kompleksitas hukum. Saya sepakat dengan yang disampaikan oleh beliau, karena berbicara HAM, maka berbicara yang bertanggungjawab pada suatu kejadian.
Sebagai contoh, kejadian kerusuhan 1998, banyak yang menganggap bahwa Soeharto sebagai Presiden pada saat itu adalah orang paling bertanggungjawab. Tapi seperti yang sudah diketahui, Soeharto sendiri sudah meninggal dunia pada tahun 2008.
Kemudian pembaca tentu ada yang berpikir, kan bisa orang yang diberikan perintah dijadikan sebagai pihak yang bertanggungjawab. Menurut saya, kondisi pada tahun tersebut untuk pembuktian pemberian perintah itu sulit untuk dideteksi. Karena tidak ada surat yang menyatakan perintah tersebut, maka menurut saya, perintah yang diberikan bersifat rahasia dan tanpa surat. Ditambah kondisi teknologi saat itu, belum seperti saat ini.
Kekhilafan berikutnya muncul saat isu korupsi menjadi pembahasan debat. Pembahasan ini menarik untuk dicermati, ketika Pak Jokowi menyampaikan bahwa Partai Gerindra, menurut data yang dikeluarkan oleh ICW, mencalonkan 6 orang yang pernah menjadi terpidana korupsi.
Kemudian Pak Prabowo mencoba mengelak dengan mengatakan bahwa dia belum menerima laporan tersebut. Mari berpikir positif saja, kalau Pak Prabowo saat itu lupa sudah membaca laporan dan menandatanganinya untuk dibawa ke KPU guna verifikasi berkas calon legislatif. Hus, jangan menyebar kebencian. Kita harus berpikir positif seperti Pak Jokowi dan Kiyai Ma’ruf.
Selanjutnya, ketika prabowo menyampaikan pertanyaan kepada Pak Jokowi, kurang lebih pertanyaannya seperti ini, “Bagaimana bisa seorang gubernur yang gajinya hanya 8 juta kemudian dia mengelola provinsi? Misalnya mengelola Provinsi Jawa Tengah yang lebih besar dari Malaysia dengan APBD yang begitu besar.”
Memang betul gaji pokok dari Kepala Daerah Provinsi sebesar 3 juta perbulan, ditambah tunjangannya sebesar 5,4 juta perbulan. Namun kita harus merujuk pada PP Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah di Pasal 9. Pada ketentuan itu, ada klasifikasi lagi mengenai biaya penunjang operasional , pembaca bisa download disini.
Selain itu, meskipun yang menjadi isu debat kali ini seputar hukum, HAM, korupsi dan terorisme, namun paslon 02 tetap menggunakan dasar argumentasi kondisi ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Misalnya pada saat berbicara mengenai korupsi dan terorisme. Pada saat korupsi, menurut pandangan paslon 02 muncul karena pendapatan dan tunjangan yang belum layak pada petugas hukum maupun pada Aparatur Sipil Negara (ASN).
Mari kita lihat datanya, menurut PP Nomor 94 Tahun 2012, gaji pokok hakim itu sebesar Rp. 2.064.100 – Rp. 4.978.000. Namun untuk tunjangan hakim, jika merujuk pada PP No. 94 Tahun 2012 itu sebesar RP. 8.500.000 – Rp. 40.200.000. Sementara untuk ASN sendiri terbagi menjadi beberapa golongan lagi. Hal ini merujuk pada PP No. 30 Tahun 2015.
Sekali lagi, mari kita berpikir positif pada statement paslon 02, mungkin bagi mereka mungkin gaji sebesar itu masih kurang.
Namun memang perlu diperhatikan, ASN atau yang biasa dikenal di masyarakat dengan PNS, merupakan pekerjaan yang berkenaan dengan publik. Dalam artian, mereka berkedudukan sebagai pejabat publik, tugasnya itu melayani publik. Jadi kesejahteraan publik itu akan terlihat dengan dasar pejabat publiknya. Jika pelayan publiknya sudah sejahtera, maka rakyatnya bisa dikatakan sejahtera.
Tapi perlu diperlu dicermati, kalau anggaran itu lebih dominan untuk membiayai gaji pelayan publik, maka besaran anggaran untuk yang lainnya itu akan tidak seimbang. Bahkan ada kemungkinan, nantinya masyarakat hanya akan menginginkan menjadi PNS. Sementara kalau dilihat di negara-negara maju, postur anggaran untuk pejabat publik seperti PNS, itu tidak terlalu seberapa. Sekali lagi, kita harus berpikir positif, mungkin paslon 02 sedang khilaf.
Lagi-lagi, meskipun debat perdana ini tidak membahas mengenai ekonomi, paslon 02 tetap menggunakan basis data untuk melegitimasi setiap rencana program untuk isu hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Contohnya nih, saat Pak Prabowo menyampaikan bahwa dia ingin meningkatkan tax ratio Indonesia. Menurutnya saat ini tax ratio Indonesia berada di 10% bahkan lebih rendah, sedangkan untuk targetnya ke angka minimal 16%.
Mari kita lihat datanya, menurut data yang dikutip oleh Narasi.tv dan tirto.id yang diambil degan bersumber pada APBN 2019, rasio perpajakan Indonesia sejak tahun 2014 hingga 2018 adalah 13,7% untuk tahun 2014, kemudian pada tahun berikutnya sebesar 11,6%.
Pada tahun 2016 dan 2017 itu sebesar 10,8% dan 10,7% dan pada tahun kemarin, tax ratio Indonesia sebesar 11,6%. Memang ada penurunan pada tahun 2016 dan 2017, namun angkanya tidak sampai pada dibawah 10% seperti yang disampaikan oleh paslon 02.
Sekali lagi, mari kita berpikir positif untuk paslon 02, mungkin mereka sedang khilaf atau salah melihat data. Bagi pembaca yang pendukung paslon 02 mungkin ada yang beralasan, wajar mereka tidak membawa teks pada saat debat. Nah, itulah pentingnya membawa teks pada saat debat.
Kita dapat melihat teks apabila ada kelupaan mengenai data. Karena manusia itu tempatnya lupa, jadi kita harus mempersiapkan hal tersebut dengan matang. Memang betul paslon 02 tidak membawa teks pada saat tampil di depan panggung, tapi mereka membawa kisi-kisi itu, bahkan sampai dibungkus dengan map berwarna. Sungguh niat sekali mereka, seperti ingin melamar pekerjaan aja.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews