Andai Aku Hanum Rais

Rabu, 16 Januari 2019 | 07:48 WIB
0
510
Andai Aku Hanum Rais
Hanum Rais (Foto: Media Indonesia)

Bangga mempunyai sosok orang tua yang dikenal banyak orang, apalagi kalao ayahku itu seorang Amien Rais. Dulu ayahku itu membela Indonesia dengan sekuat tenaga, keningnya tak pernah lepas dari peluh perjuangan.

Aku ingat tahun 1998 Ayahku yang menjadi ketua geng untuk meruntuhkan rezim saat itu dan aku ingat banget bagaimana Ayah ku juga mendukung Ibu Mega ketika menjadi Presiden, semua itu tentu demi kemajuan dan keamanan bangsa tercinta Indonesia Raya.

Namun aku mulai sedih ketika Ayah tampak kehilangan arah perjuangannya, ya aku paham ayahku punya kepentingan politik namun aku tak menyangka Ayah bisa lupa bahwa yang terpenting adalah keselamatan orang banyak bukan hanya segelintir orang. Ayah paham betul bagaimana Ibu Mega mengajak untuk tak saling membenci dan jangan pernah mewariskan kebencian pada generasi muda.

Namun Ayahku sudah tua, mungkin kepikunan memicunya seperti ini. Kadang dimalam sepi aku menangis memohon supaya Allah membukakan pintu hatinya agar kembali memikirkan bangsa bukan kelompoknya. Aku tak ingat sejak kapan Ayah mendendam dengan Jokowi?

Ah, mungkin ketika calon presiden pilihan Ayah kalah suara 5 tahun lalu, padahal TPS nya dekat dari rumah, tapi ternyata tetatangga kami malah memilih lawan politik Ayah.

Berkali-kali Ayah mencari perhatian, dari mengucapkan akan berjalan kaki Yogyakarta - Jakarta, atau memberikan isu sensitif namun tak sekalipun Jokowi mengajak Ayah ke Istana untuk sekedar bertanya kabar. Kalian tahukan sakitnya chatting yang cuman dibaca doang tapi enggak di reply? Ayah selalu mengecek handphonenya, Ayah selalu menatap layar ponselnya "kapan sih Pak Presiden menelponku?"

Tahun ini adalah tahun Politik, aku mulai kasihan melihat Ayah, Ayah seperti habis tenaga bahkan kemarin Minggu di Solo ayah sengaja mengerahkan massa untuk mengadakan pertemuan akbar Alumni 212 padahal aku sudah bilang izinnya enggak ada, enggak usah kesana pasti sepi.

Namun Ayah yang mulai pikun tetap berpikir yang hadir adalah 7 juta ummat di Monas, nah benar sajakan Ayah malah tiba ketika orang-orang sudah bubar.

Ayahku (Amien Rais) Mulai Bermimpi

Sore itu Ayah mendekatiku, Ayah berkata bahwa Ayah sudah melihat kode alam kalau Pak Probowo akan menang. Hatiku teriris perih emanatap mata Ayah, Aku serasa mengalami dejavu "ah Ayah kaulupa betapa sakitmu ketika mendapati kekalahan 5 tahun lalu?"

Bahkan aroma lantai posko kemenangan masih tercium sampai saat ini karena begitu khusyuknya Ayah sujud syukur kemenangan atas hitungan bodong kelompok mu. Ingin ku dekap Ayah dan bilang, "Sudahlah Ayah", tapi Aku tak kuasa karena aku tahu Ayah sudah tua dan bisa jadi hanya itu kebahagiaannya, hidup dalam mimpi.

Peristiwa paling memalukan bagiku adalah saat tante RS digebukin (ngakunya) which is dimata Ayah beliau memang bak pahlawan Cut Nyak Dien, sementara aku malah melihat tante mirip Ayah, orang yang sudah tua dan takut kehilangan pamor "sakit"!

Ayah memintaku untuk mendiagnosa lebam di wajah tante, aku sudah meyakinkan Ayah bahwa lebamnya mirip banget dengan beauty vlogger yang habis oplas di Korea. Namun aku tahu Ayah pasti tak akan percaya, dan demi kesehatan Ayah aku sampaikan bahwa secara medis itu benar-benar gebukan yang sangat sadis.

Aku bahkan sampai menangis karena melihat senyum kepuasan di wajah Ayah atas diagnosa palsuku, Ayah lupa bahwa aku hanya seorang Dokter Gigi bukan ahli visum. Tapi sekali lagi ges aku begini karena aku anak Ayah, hanya ingin Ayah bahagia.

Well, plis jangan benci Ayahku karena kalian tak pernah tahu betapa dia sudah dalam kesepian, Ayahku hidup dalam mimpi dan meskipun mimpi itu tak nyata tapi bisa membuat dia terus bernafas. Kebencian adalah energinya, menghina adalah semangatnya dan mimpi adlaah hidupnya.

***