Ketika “Jebakan Betmen” Kemah Pemuda Islam Salah Sasaran

Jumat, 30 November 2018 | 09:02 WIB
0
849
Ketika “Jebakan Betmen” Kemah Pemuda Islam Salah Sasaran
Dahnil Anzar Simanjuntak (Foto: Kompas.com)

Awalnya, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mengadakan Kemah Pemuda Islam yang diisisiasi Menpora Imam Nahrowi pada 16-17 Desember 2017 di Prambanan, yang diikuti gabungan pemuda GP Ansor dan Pemuda Muhammadiyah.

Diberitakan di berbagai media, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dan Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Ahmad Fanani diperiksa Polda Metro Jaya terkait penggunaan dana Rp 2 miliar untuk gelaran acara tersebut.

Mereka diperiksa terkait dugaan penyimpangan dana Kemah Pemuda Islam yang digelar  Kemenpora pada 2017 tersebut. Keduanya didampingi oleh Ketua Majelis Hukum dan HAM Muhammadiyah DR. Trisno Raharjo dan Ghufron, SH selaku Ketua Tim Satgas Advokasi PP Pemuda Muhammadiyah.

Sebelumnya, Senin (19/11/2018), polisi juga telah memanggil Abdul Latif dari Kemenpora, dan Safarudin dari GP Ansor. “Saya berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT terhadap fitnah yang sedang menerpa,” kata Dahnil kepada wartawan.

“Inilah konsekuensi sikap perjuangan saya melakukan amar makruf nahi munkar sejak awal. Upaya kriminalisasi berkali-kali saya hadapi, sejak kasus Siyono, Novel Baswedan, sampai sekarang,” lanjutnya, seperti dilansir Sangpencerah.id, Jumat (23/11/2018).

Dahnil diberitakan telah menerima dana Rp 2 miliar yang seolah masuk ke dalam rekening pribadinya. Padahal, dana tersebut masuk ke rekening PP Muhammadiyah. Selain itu, dana juga diberikan oleh Kemenpora kepada GP Ansor (NU) sebesar Rp 3 miliar.

Semua dana yang dikeluarkan Kemenpora tersebut digunakan untuk penyelenggaraan acara Kemah Pemuda Islam itu. BPK telah menyatakan belum ditemukan unsur penyelewengan dananya. Menpora Imam Nahrowi juga berkata senada.

Tetapi berbeda dengan sikap penyidik kepolisian. Polisi masih menelusuri tindak pidananya, tanpa diketahui siapa sebenarnya pelapor kasus ini sebelumnya. Menariknya, meski begitu, pemberitaan media telah diluncurkan dengan gencar.

Nama baik Dahnil telah telah dirusak. Karena informasi telah ditelan sebagai kebenaran oleh masyarakat. Walau prosedur penyelidikan kepolisian belum menemukan unsur delik pidana yang dilapor atas Dahnil. Hoax, yang bekerja seperti fitnah.

Sayangnya, diterima sebagai kebenaran walaupun fakta bisa dengan mudah diperoleh untuk membantahnya. Dahnil memiliki hak untuk menuntut keadilan kepada media dan kepolisian. Akankah Dahnil mendapatkan keadilan terkait masalah ini?

Rasanya, tidak mungkin. Sebab, keberadaan Dahnil di kubu oposisi, apalagi menjadi Jubir dari paslon capres – cawapres, Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, tak akan memberikan peluang itu. Sebab, sebagian besar media mainstream “dikuasai” capres Joko Widodo.

Sekalipun pihak Pemuda Muhammadiyah telah mengembalikan uang Kemenpora sebesar Rp 2 miliar itu, toh pihak Polri masih bersemangat untuk mengusut Dahnil. Sementara pimpinan GP Ansor yang juga menerima dana Rp 3 miliar, nyaris tak tersentuh.

Pengembalian dana Kemah Pemuda Islam oleh Pemuda Muhammadiyah itu sama saja artinya dengan hajatan yang diinisiasi Kemenpora tersebut “dibiayai” oleh Pemuda Muhammadiyah sendiri, bukan Pemerintah (Kemenpora).

Jika Polda Metro Jaya tetap ngotot memproses Dahnil tanpa “menyeret” Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, maka tak salah kalau kemudian muncul tudingan, Dahnil telah dikriminalisasi terkait Kemah Pemuda Islam.  

Sebelumnya, Dahnil mengaku tidak mengetahui terkait pelaporan dugaan 'mark-up' dana Kemah Pemuda Islam, yang sempat menjerat organisasi Pemuda Muhammadiyah. Ia pun mengaku sudah bertemu dengan Menpora Imam Nahrawi.

Dalam pertemuan itu, ia mengaku telah menyebutkan kepada Menpora bahwa BPK RI tidak mempermasalahkan terkait dana Kemah Pemuda Islam. Dahnil juga menyebut bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara bersama pihak kepolisian.

“Katanya polisi memeriksa ini (dana kemah) berdasarkan laporan dan audit dari BPK. Tapi, BPK membantah tidak melakukan gelar perkara dengan mereka (polisi). Yang kita tanyakan, polisi asal-usul ini darimana,” kata Dahnil saat ditemui di sela-sela sidang Tanwir di gedung AR Fachrudin unit B, Universitas Muhammadiyah Jogjakarta, Minggu (25/11/2018).

Dahnil mengaku menyampaikan itu kepada Menpora Imam Nahrawi. “Kok bisa seperti ini. Ini ada yang sedang mencari-cari (kesalahan). Padahal acaranya bagus. Pak Presiden hadir di situ, bahkan pak presiden mengubah jadwal yang tadinya datang tanggal 16 mengubah menjadi tanggal 11,” tuturnya.

Menurut Dahnil, seharusnya Presiden Joko Widodo seharusnya tak boleh diam ketika terjadi kriminalisasi terhadap Pemuda Muhammadiyah. Karena dari awal, Pemuda Muhammadiyah justru ingin membantu Presiden di tengah situasi yang ada saat itu dianggapnya sedang carut marut.

“Tapi justru hari ini kami dicari-cari (kesalahan) dan dikriminalisasi,” katanya. Sampai saat ini, Dahnil mengaku tak tahu, siapa yang melaporkan dugaan mark-up dana Kemah Pemuda Islam yang diselenggarakan di Prambanan pada 2017 silam.

Sebab, sampai saat ini, menurut Dahnil, pihak kepolisian sendiri menyembunyikan siapa pelapornya. Dugaan adanya upaya kriminalisasi atas Dahnil ini terkait posisinya strategis (Jubir) di Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandi.

“(Siapa pelapor) Nggak jelas dan Kemenpora juga sedang mencari, karena ada unsur fitnah. Karena gini, kalau anda mau cari-cari laporan ormas dan OKP (Organisasi Kemasyarakatan Pemuda) maka bisa ditangkap ormas dan OKP di seluruh Indonesia,” tuturnya.

Jubir Cerdas

Aroma politis terkait diperiksanya Dahnil Anzar Simanjuntak yang kini mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah sulit disembunyikan. Apalagi, pihak kepolisian nyaris tak berani “menyentuh” Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.

Padahal, dana Kemah Pemuda Islam yang digelontor Kemenpora sekitar Rp 5 miliar itu tidak hanya diterima Pemuda Muhammadiyah saja, tetapi juga diberikan kepada GP Ansor sekitar Rp 3 miliar, lebih besar dari Pemuda Muhammadiyah, Rp 2 miliar.  

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo – Sandi memang tidak salah memilih Dahnil untuk dijadikan sebagai Jubir BPN. Dahnil memang dikenal cerdas dalam komunikasi politik. Ini bisa dilihat saat diskusi di TV One pada 16 November 2018 lalu.

Dalam diskusi itu menghadirkan Dahnil dan Lukman Edi yang membahas tentang seringnya Prabowo – Sandi meminta maaf. Dalam diskusi itu terlihat bagaimana kemampuan logika dan argumentasi Dahnil, yang keren.

Mungkin sekarang ini Dahnil adalah salah satu yang terbaik dari tokoh-tokoh politik yang ada. Seorang Lukman Edy politisi yang lebih senior dan mantan seorang menteri pula, jadi terlihat beda kelas dengan Dahnil.

Sikapnya yang kalem serta pemilihan kalimat yang santun, namun diksi-diksinya efektif dan tajam, menjadi sesuatu yang langka saat ini. Ia nampak sangat matang di balik usianya yang masih relatif muda.

Tidak salah Prabowo – Sandi menggandeng Dahnil menjadi juru kampanyenya. Dahnil bisa menjadi benteng yang kuat secara komunikasi untuk menghadapi serangan-serangan musuh politik.

Maka, keberadaan Dahnil ini tentu cukup menyulitkan bagi lawan politik Prabowo – Sandi. Menjadi bisa dimaklumi jika Dahnil harus dipinggirkan agar serangan-serangan bisa efektif mengenai sasaran.

Jadi, sangat wajar saja jika sebagian masyarakat berpikir, kasus Kemah Pemuda Islam yang muncul dan dikaitkan dengan Dahnil ini sebagai “akal-akalan” saja. Kita lihat bagaimana Dahnil merespon tuduhan korupsi Kemah Pemuda Islam yang dikembangkan saat ini.

Ia sangat elegan, berkelas. Ibarat sepakbola, yang awalnya ia diserang dan tertekan, dengan beberapa konferensi pers kondisi menjadi berbalik. Dengan munculnya kasus Kemah Pemuda Islam ini masyarakat diperkenalkan dengan salah satu calon pemimpin masa depannya.

Karena pemimpin hebat dihadirkan oleh tekanan dan masalah, bukan dengan kelapangan dan kemudahan.

Selamat datang Dahnil Anzar Simanjuntak, jaga selalu integritas Anda!

***