Aksi Mogok Buruh Mengganggu Pemulihan Ekonomi

Jika ada mogok kerja maka jangan marah saat dibubarkan oleh aparat, karena mereka sedang melaksanakan tugasnya.

Minggu, 5 Desember 2021 | 21:13 WIB
0
113
Aksi Mogok Buruh Mengganggu Pemulihan Ekonomi
Demo Buruh


Aksi mogok buruh yang akan dilaksanakan pada 6-10 Desember 2021 akan mengganggu pemulihan ekonomi nasional, terutama untuk mengatasi dampak Corona. Penyebabnya karena roda perekonomian bisa tersendat akibat berhentinya produksi di banyak pabrik.

Akhir tahun 2021 ini buruh bergejolak karena mereka menolak kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) tahun 2022 yang dianggap sangat kecil. Untuk mewujudkan keinginannya, mereka berdemo bulan lalu lalu melanjutkan dengan mogok kerja massal bulan ini. Bahkan ancamannya, pemogokan akan dilakukan secara nasional.

Sebenarnya demo dan mogok kerja setelah pengumuman kenaikan upah minimum adalah hal yang biasa, tetapi dianggap luar biasa saat pandemi. Pasalnya, jika ada pemogokan buruh maka bisa mengganggu pemulihan ekonomi nasional. Padahal pemerintah sedang gencar menstabilkan finansial negara untuk mengatasi dampak pandemi, tetapi malah dihalangi oleh para buruh.

Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia menyatakan bahwa pemogokan buruh bisa mengganggu perekonomian nasional karena menghambat investasi. Dalam artian, para penanam modal asing bisa membaca berita tentang pemogokan buruh di surat kabar lalu memikirkan ulang, haruskah berinvestasi di Indonesia sedangkan buruhnya selalu agresif dalam meminta kenaikan upah?

Ketika para investor batal untuk masuk ke Indonesia maka akan banyak yang merugi, termasuk buruh sendiri. Pasalnya, melalui dana penanaman modal asing, bisa jadi bahan bakar untuk memulihkan ekonomi nasional. Penyebabnya karena pemerintah tidak mau menambah hutang untuk tambahan modal pemulihan ekonomi karena bisa membebani rakyat di masa depan.

Jika banyak investor yang menanamkan modal di Indonesia, akan ada banyak hal positif. Nantinya akan banyak proyek yang bisa mengurangi pengangguran dan menyehatkan kondisi finansial negara. Ketika kondisi keuangan Indonesia sehat maka tidak ada inflasi dan harga barang jadi stabil.

Akan tetapi, jika sebaliknya alias investor ogah menanamkan modal asing, maka akan sangat kehilangan peluang emas. Saat ini untuk menarik perhatian investor masih fluktuatif karena di masa pandemi banyak yang menahan uangnya. Namun ada yang ingin menanamkan modal di Indonesia karena menganggap situasinya kondusif dan pasarnya besar, dan jangan sampai jadi batal gara-gara ancaman mogok kerja.

Padahal para pengusaha, termasuk yang berkebangsaan asing, sudah tertib dan menaati aturan dari pemerintah. Gaji buruh pasti diberi sesuai dengan upah minimum provinsi. Walau masih masa sulit tetapi pengusaha berusaha untuk memberi gaji secara utuh, tidak dipotong karena alasan pandemi.

Namun ketika buruh terus berulah dan mengancam pemogokan kerja, mereka tidak bisa diajak untuk kompak dalam mengatasi dampak pandemi dengan sama-sama bekerja keras. Akibatnya produksi di pabrik jadi terhenti, karena mogok kerja dilakukan selama beberapa hari. Padahal jika produksi berhenti sehari saja, kerugiannya sudah bayak sekali.

Ketika perusahaan terus-menerus merugi maka sesungguhnya buruh juga dirugikan. Penyebabnya karena kondisi keuangan jadi minus dan akhirnya dilakukan pengetatan anggaran. Kemungkinan terburuknya ada 2, melakukan pemotongan gaji karyawan atau pensiun dini. Maka buruh yang rugi karena 2 opsi itu sama-sama tidak enak.

Oleh karena itu hentikan saja aksi mogok kerja karena akan merugikan diri sendiri. Seharusnya para buruh bisa berpikir panjang, masih mending ada kenaikan gaji walau hanya 1%, daripada tidak sama sekali, atau bahkan ancaman pemotongan gaji. Bersyukurlah pada upah yang diterima karena faktanya gaji selalu naik tiap tahun, dan belajar berhemat.

Jika ada mogok kerja maka jangan marah saat dibubarkan oleh aparat, karena mereka sedang melaksanakan tugasnya. Di masa pandemi semua orang wajib bekerja sama, termasuk para buruh, karena baik pekerja maupun boss melakukan simbiosis mutualisme alias saling membutuhkan.

Muhammad Ridho, Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute