Berbahayakah FPI? Tanya Seorang Istri

Kehadiran FPI sesungguhnya mewakili keberadaan Indonesia. Dimana pendiriannya, tidak dapat dilepaskan dari dukungan politik kelompok tertentu.

Kamis, 7 Januari 2021 | 19:22 WIB
0
301
Berbahayakah FPI? Tanya Seorang Istri
Kementrian Agama (Foto: Minews.id)

Duduk di ruang tengah, mengecek surat eletronik, istri saya masuk ruangan dan langsung bertanya “berbahayakah FPI?”

Saya kemudian menjawab “itu sepenuhnya urusan kementerian, saya tidak ada data”. Sebelum itu, Mentri Agama RI mengemukakan bahwa FPI tidak memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) di Kementerian Dalam Negeri.

Rupanya pertanyaan ini kemudian masih saya ingat, hingga tiga hari setelahnya.

Saya tak akan menjawab kepadanya secara khusus. Saya memilih untuk mengetikkan ini, sehingga bisa menjadi ajang bertukar pikiran sekaligus dengan pembaca.

Front Pembela Islam dalam Pandangan Para Sarjana

Setidaknya, FPI telah menjadi bahan kajian di pelbagai perguruan tinggi. Tidak saja di perguruan tinggi dalam negeri tetapi juga perguruan tinggi luar negeri.

Wilson (2014) menuliskan FPI terkait dengan pemilihan umum. Terbit di ISEAS Perspective, Singapura.

Begitu pula dengan Jahroni (2004) telah menuliskan di Studia Islamika, jurnal yang dikelola Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Tulisan Jahroni menguraikan dinamika FPI, 1998-2003. Facal (2020) mengemukakan bahwa FPI telah berkontribusi dalam tumbuhnya sikap intoleransi di kalangan masyarakat muslim Indonesia.

Ketiga tulisan tersebut, kesemuanya terbit dalam jurnal-jurnal kenamaan dalam kajian keilmuan. Tidak saja isinya, proses review dan juga penerbitan yang terjaga dengan baik. Sehingga maklumat yang disampaikan dapat diterima sebagai sebuah informasi.

FPI dalam Sorotan Media Massa.

Bagitu pula dengan media massa nasional seperti Kompa, dan Republika senantiasa memberitakan pelbagai aspek terkait FPI.

Adapun media global juga memberitakan FPI ketika pembubaran. Bahkan tiga media yaitu Channel News Asia, The Strait Times, dan The Star, menyebut FPI dengan Islam garus keras.

Aljazirah, media yang berkantor pusat di Qatar, menyajikan berita terkait pemimpin FPI, Rizieq Shihab di mata publik.

Berita pembubaran FPI diliput pula Nikkei Asia, media terbitan Jepang. Serta diliput pula oleh media Jerman, Deutsche Welle (DW).
New York Times, Amerika Serikat juga menyebut FPI sebagai organisasi Islam garis keras. Sementara itu, Israel Hayom mendeskripsikan FPI dalam pelbagai aktivitas yang menyerang kelompok yang tidak sejalan dengannya.

Potret Sisi Lain FPI.

Baik dalam terbitan jurnal ilmiah, maupun media massa sesungguhnya merupakan potret FPI. Keputusan pemerintah terkait dengan pembubaran FPI merupakan kewenangan sepenuhnya pemerintah, sehingga pembubaran ini dapat diuji melalui wadah hukum yang tersedia.

Dengan kasus-kasus penyerangan, termasuk diantaranya pembubaran diskusi buku di Salihara, 4 Mei 2012. Maka, ini tentu potret kelam yang menghiasi keberadaan FPI.

Namun, juga kadang FPI mendapatkan tempat yang simpatik di hati masyarakat. Dimana ketika banjir menerjang perumahan Antang, Makassar, FPI-lah merupakan kelompok pertama yang turun memberikan bantuan penanganan banjir.

Soal berbahaya atau tidak, artikel ini tidak akan menjawab itu. Namun, kehadiran FPI sesungguhnya mewakili keberadaan Indonesia. Dimana pendiriannya, tidak dapat dilepaskan dari dukungan politik kelompok tertentu.

***