HMI yang Melawan Zaman, Tantangan Lingkungan yang Berubah

HMI dapat menjadi lokomotif untuk gelombang kedua pembaruan pemikiran Islam Indonesia yang sudah dipraktikkan melalui kader-kader HMI, diantaranya Cak Nur, Deliar Noer.

Jumat, 19 Maret 2021 | 11:01 WIB
0
202
HMI yang Melawan Zaman, Tantangan Lingkungan yang Berubah
HMI (Koleksi Kalaliterasi)

Anas Urbaningrum (1997) dan Sufirman (2012) bersama-sama dalam kurun waktu yang berbeda mengingatkan HMI terkait dengan lingkungan yang berubah secara konsisten. Dalam percakapan warung kopi, ini di warung kopi saja, bahwa tidak ada yang tidak berubah termasuk perubahan itu sendiri.

Termasuk milieu masa kini dimana terjadi perubahan terus menerus. Sama sekali tidak statis.

Namun, dua agenda yaitu orientasi kader dan keahlian professional yang dikemukakan Anas Urbaningrum justru terkubur dalam-dalam.

Artikel yang ditulisnya sebelum Kongres Yogyakarta 1997, justru tidak dijadikan sebagai arus utama gerakan organisasi.

Bahkan Cak Anas sendiri memilih jalan suci politik praktis yang kemudian menjembloskannya ke penjara berbekal keputusan pengadilan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi. Terungku akan menggenapkan hukuman menjadi 8 tahun, setelah sebelumnya divonis dengan 14 tahun penjara.

Sementara Sufirman, 15 tahun setelahnya mengingatkan kembali dalam momentum Dies Natalis 65 tahun.

Kali ini, momentum Kongres Surabaya, 2021. Kongres yang berlangsung di tengah pagebluk Covid-19.

Ketika kongres Pekanbaru (2015) sebelumnya, praktik menggunakan fasilitas publik dengan ketiadaan bekal dana yang cukup kembali terulang.

Tribun News Sultra (18 Maret 2021) melaporkan di Baubau bahwa ratusan kader HMI naik kapal Pelni tapi tak punya uang. Pada akhirnya memunculkan keributan di pelabuhan.

Begitu pula laman web Merdeka (22 November 2015) memberitakan kejadian jelang kongres Pekanbaru kader HMI Makassar yang makan di warung. Tidak hanya membuat rugi pemilik warung di Jalan Lintas Timur, Indragiri Hulu, dengan tidak membayar, bahkan mengancam balik akan mengamuk.

Kemegahan kongres yang ditandai dengan kehadiran presiden, atau wakil presiden tidak mampu melunturkan semangat pesta pora yang dalam kasus tertentu justru merusak.

Diperlukan pembentukan kesamaan persepsi terkait etika di ruang publik. Sehingga fasilitas publik tidak dinikmati dalam satu tahun anggaran semata.

Tantangan demi tantangan, akan mewarnai perjalanan HMI. Dimana relevansi akan kejuangan dan perjuangan juga perlu mendapatkan aktualisasi.

Slogan persatuan menjadi barang langka. Sehingga mendengungkannya ke persatuan Indonesia, menjadi terasa gamang.

Kita menengok sejenak fase 1986, dimana asas tunggal menjadi wujudnya HMI dengan sandingan MPO.

Padahal, kalau sudah menjadi pemahaman bahwa tidak ada negara Islam. Justru Pancasilalah yang menjadi kalimatun sawa, maka MPO tidak diperlukan lagi dalam konteks penyelamatan Islam sebagai asas berorganisasi.

Dalam kaitan dengan wujudnya faksi ataupun organisasi sandingan, sebuah kondisi yang berterima. Dikemukakan bahwa perlu lebih banyak wadah untuk ekspresi energi anak muda.

Begitu pula pasca Kongres Balikpapan 2021, PB HMI pertama kali mempraktikkan kepengurusan ganda. Dilanjutkan 2003-2005. Setelah itu 2010-2012 bukan lagi dua, tetapi sampai tiga kepengurusan.

Kondisi yang berterusan, pada masa sekarang, justru di Surabaya berlangsung kongres. Begitu pula di Tapanuli Utara terlaksana Pleno III. Keduanya dilaksanakan oleh PB HMI.

Bahkan dua kepengurusan juga wujud sampai ke komisariat. Di cabang Gowa Raya, setidaknya komisariat Syariah dan Hukum, komisariat Ushuluddin, dan komisariat Sains dan Teknologi, menjalankan kepengurusan ganda.

Tidak dalam konteks mengemukakan legalitas, itu akan memberikan diskusi yang panjang dimana ada pro dan kontra. Sebagai sebuah fenomena, itu faktual.

Dalam satu pandangan, jangan sampai HMI justru bertindak melawan zaman. Persatuan, kesatuan, dan soliditas, menjadi keperluan untuk mewujudkan kolaborasi.

Kita menyaksikan kemajuan Samsung, tidak mengandalkan potensi dirinya sendiri. Ada dukungan Google dalam produksi gawai sehingga bisa mendominasi pasar dan menyingkirkan Nokia dan juga BlackBerry dari genggaman konsumen.

Kalaulah HMI menyasarkan untuk menjadi organisasi yang memberi sumbangsih bagi kemajuan Indonesia dan Islam, maka tidak lagi terjebak pada romantisme zaman revolusi Yogyakarta semasa pendirian.

Namun, HMI dapat saja menjadi lokomotif untuk gelombang kedua pembaruan pemikiran Islam Indonesia yang sudah dipraktikkan melalui kader-kader HMI, diantaranya Cak Nur, Deliar Noer.

***