Siasat Licik China Jualan Vaksin Sinovac, MUI Jadi “Tumbal”

Angka 78% Belum Memasukkan perhitungan dari data kelompok penerima vaksin yang “terinfeksi sangat ringan”, namun tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.

Senin, 18 Januari 2021 | 22:42 WIB
0
214
Siasat Licik China Jualan Vaksin Sinovac, MUI Jadi “Tumbal”
Sertifikat

Penggunaan Vaksin Sinovac, China, di Indonesia menimbulkan reaksi pro dan kontra. Selain efikasinya yang dipandang masih terendah diantara sejumlah proto-vaksin sejenis lainnya, legalisasi penggunaan Sinovac di Indonesia dinilai memiliki “udang di balik batu”.

Pasalnya, setelah terbit izin penggunaan darurat vaksin Sinovac di Indonesia oleh BPOM, vaksin ini juga diketahui telah mengantungi sertifikasi “Suci dan Halal” dari MUI.

Dalam perkembangannya, sertifikasi halal dari MUI tersebut digunakan China sebagai “alat” menjual vaksin Sinovac ke negara-negara dengan penduduk mayoritas Islam.

Siasat licik China inilah yang kemudian memunculkan kontroversi: Indonesia, dalam hal ini MUI, diperalat untuk kepentingan Negara Tirai Bambu tersebut. Ajaibnya, Pemerintah RI seakan tutup mata dengan kontroversi vaksin Sinovac, baik di dalam Indonesia maupun di dunia.

Sadar atau tidak, ternyata Sertifikat “Suci dan Halal” yang disematkan pada vaksin Sinovac oleh MUI dimanfaatkan China untuk memasarkan Sinovac ke Negara-Negara Islam, seperti ditulis JPNN.com, Selasa (12 Januari 2021 – 05:59 WIB).

Dilansir JPNN.com, Pemerintah China mengajak Indonesia untuk bersama-sama mendukung ketersediaan dan keterjangkauan vaksin Covid-19 di negara-negara berkembang dan negara-negara Islam.

Ajakan tersebut disampaikan Kantor Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China (MFA) melalui pernyataannya kepada ANTARA di Beijing, Senin (11/1/2021).

Langkah tersebut merupakan respons terhadap terbitnya sertifikat halal MUI pada vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan China, Sinovac.

Berkat dukungan pemerintah China dan Indonesia, Sinovac bersama mitranya di Indonesia berhasil melakukan kerja sama penelitian dan pengembangan, pengadaan, dan uji klinis tahap ketiga hingga akhirnya berhasil memperoleh sertifikat halal.

Vaksin yang dikembangkan oleh Sinovac telah tiba di Indonesia dalam dua tahap. Vaksin itu sudah bisa digunakan untuk keperluan darurat. Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI menyepakati bahwa Sinovac halal untuk digunakan.

Setelah ada pernyataan halal dari MUI ini, BPOM akhirnya mengeluarkan izin penggunaan darurat aksin Sinovac. Namun, anggota DPR dari F-PKS Ansori Siregar mengungkap fakta mengejutkan.

Kabarnya, ada ancaman dan tekanan, sehingga BPOM menerbitkan izin penggunaan darurat vaksin Sinovac sebelum Rabu, 13 Januari 2021. “Saya tidak respek dengan Anda,” tegas Ansori Siregar kepada Kepala BPOM Penny K Lukito.

Dia juga memarahi Dirut Biofarma Honesty Bashir karena hanya mengekor saja kemauan Meneg BUMN Erick Thohir. Siapa yang mengancam dan menekan mereka? Presiden Joko Widodo? Mengingat Jokowi ingin divaksin pertama pada Rabu, 13 Januari 2021.

Efikasi Sinovac

Sebelumnya, tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, merancang proses uji klinis vaksin Sinovac selesai kurang dari setahun sejak Agustus 2020.

Melansir Tempo.co, Minggu (17 Januari 2021 19:15 WIB), dari hasil selama 3 bulan pertama perjalanan risetnya telah dilaporkan kepada BPOM dan mengantar terbitnya izin penggunaan darurat pada 11 Januari 2021.

Tim memang menilai hasil sementara uji klinis vaksin Covid-19 dari China itu bagus. Tujuan utama dari uji klinis itu adalah untuk mengevaluasi efikasi atau khasiat vaksin Sinovac dalam mencegah Covid-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2.

Tujuan sekundernya seperti mengevaluasi keamanan dan imunogenisitas vaksin. “Tingkat efikasi dari interim report itu 65,3 persen,” kata ketua tim riset Prof Kusnandi Rusmil yang dihubungi pada Kamis malam, 14 Januari 2021.

Tingkat efikasi itu, jelasnya, didapat setelah diketahui ada 18 peserta uji klinis di kelompok penerima plasebo dan 7 di kelompok penerima vaksin yang masih terinfeksi Covid-19 pasca dua kali penyuntikan atau dosis penuh. 

Sayangnya tingkat efikasi dengan 18 peserta uji klinis kelompok penerima plasebo dan 7 di kelompok penerima vaksin yang masih terinfeksi Covid-19 pasca dua kali penyuntikan atau dosis penuh itu baru dibuka sekarang ini.

Sebelumnya, saat mengumumkan izin EUA (Emergency Use of Authorization) penggunaan darurat vaksin Sinovac, baik BPOM maupun FK UNPAD terkesan tidak mau membuka data hasil uji klinis dari dua kelompok tersebut.

Adapun jumlah relawan dan rentang usianya, sesuai permintaan pihak Sinovac. “Mereka menetapkan yang di Indonesia itu jumlahnya 1.620 orang relawan umurnya antara 18-59 tahun,” kata Kusnandi.

Di Brazil, hasil terbaru yang dikeluarkan oleh tim peneliti di Butantan Institue, penyelenggara uji klinis di sana mengatakan, efikasi vaksin Sinovac hanya 50,4%, hampir 30% ada di bawah angka yang diberitakan hanya seminggu sebelumnya, yaitu 78%.

Pertama kali memang dinyatakan bahwa efikasi uji klinis Sinovac melebihi syarat FDA: lebih dari 50%. Berikutnya keluar angka 78%, dan yang terbaru kembali ke pengumuman pertama: Sedikit di atas 50%.

Menurut Arie Karimah, Pharma-Excellent alumni ITB, rendahnya efikasi akan berarti bahwa dibutuhkan waktu makin lama bagi Brazil untuk mengatasi pandemik Covid-19. Turunnya angka efikasi secara drastis ini menurut mereka dikarenakan:

Angka 78% Belum Memasukkan perhitungan dari data kelompok penerima vaksin yang “terinfeksi sangat ringan”, namun tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.

Dengan dimasukkannya angka tersebut, artinya mengurangi Persentase Kelompok Plasebo yang terinfeksi, sehingga angka efikasi menjadi turun. Efikasi diperoleh dari membagi jumlah kelompok plasebo yang terinfeksi dengan total volunteer terinfeksi.

Jadi, mereka ingin mengatakan, Sinovac: 50,4% efektif mencegah infeksi Sangat Ringan yang Tidak memerlukan perawatan di rumah sakit; 78% efektif mencegah infeksi Ringan yang Memerlukan perawatan di RS;100% efektif mencegah infeksi sedang hingga parah.

“Kompetitor mereka dari Barat: Pfizer, Moderna, dan AstraZeneca tidak memerlukan breakdown seperti ini. Mereka berikan satu data hasil rata-rata,” ujar Arie Karimah.

Ada beberapa kasus kematian pasca-vaksin Covid-19 buatan Pfizer dan BioNTech. Seorang dokter di Florida, Amerika Serikat, Dr. Gregory Michael, 56 tahun, meninggal dunia setelah 16 hari divaksin.

Di Jerman, tercatat 10 orang meninggal dunia pasca-divaksin dengan vaksinasi yang sama: buatan Pfizer dan BioNTech. Dan di Norwegia, 23 orang dinyatakan meninggal dunia pasca-vaksin produk yang sama.

Meski telah menimbulkan korban puluhan orang, namun 3 negara tersebut menyatakan akan tetap menggunakan vaksin buatan Pfizer dan BioNTech.

The Norwegian Medicines Agency menyatakan, “Ini bukan alarm. Nyata-nyata bahwa vaksin ini memiliki resiko yang sangat rendah, dengan pengecualian bagi relawan berusia manula dengan tingkat kesehatan yang rendah.”

Di Norwegia sendiri, vaksin Pfizer dan BioNTech diujicobakan terhadap 25 ribu orang dari pelbagai usia dan jenis kelamin. Vaksinasi itu sendiri dimulai pada 27 Desember 2020.

***