Seharusnya, dalam konteks penunjukkan calon Kapolri itu, Wapres Ma’ruf Amin berada bersama Presiden Joko Widodo, dan menjembatani komunikasi antara Presiden dengan MUI.
Mengamati tindak-tanduk Majlis Ulama Indonesia (MUI) dalam lima tahun terakhir, tidak heran kalau MUI menyampaikan ‘keberatan’ atas penunjukkan Listyo Sigit Prabowo (LSP) sebagai calon tunggal Kapolri, oleh Presiden.
Apa yang dilakukan MUI jelas menyalahi tupoksinya sebagai ormas wadah para ulama. Orientasi MUI adalah pada peningkatan kualitas kehidupan mental dan spiritual umat Islam di Indonesia. MUI bukan DPR, bukan Wantimpres, bukan juga DPA di masa lalu.
Terlepas pertimbangannya apa, penunjukkan calon Kapolri adalah hak prerogatif Presiden. Meski dikemas dengan kalimat seperti apapun, publik tahu bahwa keberatan MUI karena LSP beragama Katholik. Bagi saya, apa yang dilakukan MUI sungguh tidak strategis, bahkan cenderung arogan.
Kenapa MUI terkesan ingin tampil sebagai kekuatan ‘setara’ dengan kekuasaan Presiden? Paling tidak ingin omongannya didengar dan dituruti. Kenapa MUI tidak melihat ditunjuknya LSP jadi calon Kapolri, sebagai peluang besar untuk meningkatkan kualitas kehidupan mental dan spiritual umat Islam?
Caranya? Nanti setelah LSP dilantik, MUI bisa mengundang atau datang bertemu Kapolri. Sampaikan apa saja yang diharapkan MUI dari Kapolri LSP. Misalnya, minta agar polisi-polisi nakal ditertibkan sampai tuntas, Polri lebih serius dalam memberantas praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dan narkoba - karena pihak yang paling dirugikan dari praktik KKN dan narkoba adalah umat Islam sebagai mayoritas, dan seterusnya.
Jika MUI merasa sebagai lembaga terhormat dan disegani, maka dengan memberikan kepercayaan dan dukungan kepada Kapolri LSP yang Katholik untuk melakukan pembenahan di institusi Polri dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, maka niscaya pesan dan permintaan MUI akan lebih kuat gemanya untuk dipenuhi.
Dengan kepercayaan dan dukungan MUI, secara moral LSP sebagai Kapolri akan lebih kuat dalam menjalankan tugas-tugasnya, termasuk mengimplementasikan harapan dan pesan dari MUI. Bahkan secara politis informal, posisi LSP akan lebih kuat jika dalam tugasnya menegakkan hukum, harus berhadapan orang atau lembaga tertentu yang memiliki kekuatan politik.
Yakinlah perbedaan agama antara LSP dengan pengurus MUI itu jika terbangun hubungan yang baik, akan menjadi kekuatan besar bagi Polri untuk menjalankan amanat MUI. LSP akan total dalam menjaga integritas dirinya sebagai Kapolri dan institusi Polri. Kecuali ... jika MUI merasa khawatir dengan kebijakan-kebijakan LSP sebagai Kapolri, khususnya pembenahan di tubuh Polri dan pemberantasan KKN.
T
api justru sikap yang ditunjukkan MUI adalah penentangan, karena LSP beragama Katholik, bukan Islam. Suka atau tidak, sikap MUI itu ditangkap oleh publik sebagai indikasi bahwa MUI arogan, tidak menjunjung kebhinekaan, merasa tidak egaliter terhadap umat lain, dan tidak strategis dalam menjalankan tupoksinya.
Alangkah naif MUI jika berpemikiran, karena LSP beragama Katholik, maka kebijakan-kebijakan Polri baik yang bersifat internal maupun eksternal akan merugikan umat Islam. Dengan pernyataan MUI yang disampaikan oleh Wakil Ketua MUI Anwar Abbas 12 Januari 2021 lalu, seolah MUI merasa khawatir, nanti Kapolri LSP yang beragama
Katholik akan menindas umat Islam. Kalau itu alasannya ... kekanak-kanakan sekali.
Baca Juga: Latar Belakang Jokowi Tunjuk Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri
Tapi alangkah bijaknya jika MUI meminta kepada Kapolri LSP berjanji: dalam waktu tidak lebih dari tiga bulan, tidak ada lagi genk motor yang meresahkan, perdagangan narkoba dibabat habis, Polri lebih giat, independen, dan transparan dalam memberantas korupsi, serta tidak ada lagi suap di jalan raya, waktu bikin SIM, atau dalam mendapatkan layanan lain dari Polri. Pasti Kapolri Jenderal LSP akan all out untuk memenuhinya.
Cuma saya merasa aneh dengan pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Ketua MUI Anwar Abbas 12 Januari 2021 lalu itu. Bagaimanapun Anwar Abbas berbicara mewakili institusi MUI, yang Ketua Dewan Pertimbangannya adalah Ma’ruf Amin yang sekarang menjabat Wapres.
Seharusnya, dalam konteks penunjukkan calon Kapolri itu, Wapres Ma’ruf Amin berada bersama Presiden Joko Widodo, dan menjembatani komunikasi antara Presiden dengan MUI sebelum penunjukkan calon Kapolri dilakukan.
Tapi dengan pernyataan Wakil Ketua MUI Anwar Abbas itu, bisa disimpulkan komunikasi itu tidak ada atau tidak membuahkan kesepakatan. Apa mungkin Anwar Abbas ngomong tanpa konsultasi dengan pengurus, termasuk Wantim?
Jika Anwar Abbas nyelonong ngomong gitu aja, masak organisasi dari para ilmuwan keIslaman sistem komunikasinya kayak gitu? Jika yang dikatakan Anwar Abbas itu resmi mewakili MUI, lalu Ma’ruf Amin berdiri di mana? Kan seharusnya Ma’ruf Amin bersama Presiden. Ini...??
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews