Sampai di sini, saya tidak tahu, MK ini mau serius atau main-main dalam persidangannya, hanya untuk memunculkan berbagai kekonyolan di dalamnya?
Menguraikan masalah rumit seperti analisis IT (Information Technology), ternyata bisa seimajinatif sebagaimana yang terjadi dalam persidangan PHPU di Mahkamah Konstitusi (setidaknya pada pagi ini, 20/6/2019).
Menyaksikan sidang PHPU (Penghitungan Hasil Pemilihan Umum) hingga pagi ini, buyar imajinasi kita (saya setidaknya), bahwa masalah IT yang kita duga didominasi generasi milenial atau anak-anak muda. Para saksi ahli IT yang dibawa Kubu Prabowo, ternyata punya penampilan khas. Atau setidaknya, saya baru menyaksikan, ahli-ahli IT ini tak setenang para ahli IT yang saya temu selama ini. Gesture mereka lebih mirip para pengkutbah agama. Belum lagi kostum yang dikenakan.
Di situ kita (setidaknya saya) curiga, jangan-jangan generasi milenial kita, hanya akrab dengan Games of Thrones? Tidak akrab dengan IT dalam konteks imajinasi technology, yang memungkinkan bagaimana ‘penyusupan C1’ begitu seru. Kayak pendekar Kapak Naga Geni 212 dengan jurus dewa mabuknya.
Lebih mabuk lagi, para saksi ahli IT itu, bisa dengan enteng mengatakan tentang ke-sumir-an sumber data yang mereka peroleh. Juga dengan enteng mengatakan kenapa hanya menganalisa sebagian, karena tidak bisa mengakses atau mendapat data secara komplit.
Bagaimana bisa mengaku orang kampung yang bisa mengakses seluruh isi dunia, tapi data tentang di Bogor siapa menang dalam Pilpres 2019, yang dipersengketakan, tidak diketahuinya? Ini ahlul IT atau bahlul IT?
Belum pula kemudian ada saksi ahli IT lainnya lagi, yang mengaku tidak mudah untuk bisa mendapatkan data. Ada banyak kata “mungkin”, serta kata-kata yang aneh dalam analisis seperti “siluman”. Bahkan ada yang mengaku jelas-jelas hanya memakai data C1 dari Situng, karena itu akses yang terbuka. Padahal kita tahu, situng bukanlah dasar keputusan KPU untuk menentukan PHPU.
Pemilihan Umum Serentak 2019, juga termasuk Pilpres, dilakukan oleh 80% lebih dari 190-an juta rakyat pemilik hak suara dalam sistem demokrasi kita. Bagaimana kemudian bisa ditentukan oleh segelintir ahli IT, yang kita tidak tahu kualifikasi atau level keahliannya?
Apakah di Indonesia belum ada asosiasi profesi para ahli IT? Bagaimana standar kualifikasi para ahli IT ini, berikut sertifikasinya? Sementara kita tahu, sejak 2004 kita telah mulai dengan sistem pemilu dengan penyelenggara yang lebih independen dan dengan sistem lebih terbuka serta partisipatif.
Sampai di sini, saya tidak tahu, MK ini mau serius atau main-main dalam persidangannya? Hanya untuk memunculkan berbagai kekonyolan di dalamnya? Memberi ruang kepantasan pada pihak-pihak yang tidak pantas mendapatkan? Atau jangan-jangan karena kita salah baca ‘IT’ itu dengan ‘AITI’? Ahli Ilmu Teknologi Imajinasi? Wallahu’alam bissawab!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews