Setelah aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di beberapa kota di Papua dan Papua Barat, terkuak sudah aktor intelektual dibalik aksi tersebut.
Kapolri pernah mengatakan dengan tegas, bahwa ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) dan KNPB Komite Nasional Papua Barat, dalam aksinya menggerakkan mahasiswa yang tergabung dalam AMP (Aliansi Mahasiswa Papua, dalam penelusuran lebih jauh muncullah nama Benny Wenda dan Veronika Koman.
Benny Wenda merupakan Warga Negara Inggris yang bermukim di Oxford Inggris sedangkan Veronika Komang merupakan WNI yang saat ini berada di Australia.
Mereka ditengarai memiliki jaringan dengan pihak asing, bahkan pada rekening veronika koman membuktikan adanya aliran dana yang masuk dari luar negeri dan rekening ke luar Papua.
Untuk tokoh dari dalam negeri hampir semuanya telah ditangkap, terakhir Agus Kossay berhasil dibekuk di daerah Sentani ketika ia sedang mengendarai motor hasil curian. Sedangkan Steven Itlay ditangkap di Mimika.
Sebelumnya mantan Presiden BEM Universitas Cenderawasih Fery Kombo juga telah ditangkap ketika hendak bertolak ke Wamena di Bandar Udara Sentani Jayapura dengan menggunakan identitas Palsu.
Dari beberapa berita dan kejadian yang ada, maka semakin tampak pula adanya keterkaitan Benny Wenda yang sekarang bermukim di Oxford, Inggris.
Dengan gerakan separatis yang ada di Papua dan Papua Barat, terungkap pula peran Veronika yang ternyata berperan sebagai pengirim berita dan foto – foto peristiwa di tanah air (seperti kejadian di Malang, Surabaya dan Papua) ke Benny Wenda dan NGO (Non Goverment Organization) asing, dengan jaringannya Veronika telah pergi ke Australia dimana tempat suaminya bermukim,
Melalui akun sosial medianya, Veronika selalu aktif menyebarkan berita hoax ke luar negeri dengan harapan ada beberapa negara maupun NGO asing yang bersimpati terhadap aksi unjuk rasa anakis, dan juga membuat seolah – olah Indoensia telah melakukan pelanggaran HAM terhadap warga Papua.
Polda Jawa Timur telah menetapkan Veronika Koman dalam DPO, dimungkinkan dalam beberapa hari kedepan pihaknya akan mengirimkan RED NOTICE ke Interpol jika yang bersangkutan tidak segera kembali ke tanah air.
Memang tak dipungkiri, salah satu negara kecil pasifik yakni Vanuatu juga sangat sering menyuarakan dukungan terhadap OPM (Organisasi Papua Merdeka) secara lantang di forum Internasional.
Tercatat, negara tersebut sejak zaman Orde Baru hingga sekarang, suaranya selalu konsisten mendukung OPM, namun negara – negara lain di Pasifik Selatan seperti Papua Nugini, Australia dan Selandia Baru, secara tegas menolak dan tidak mengakui eksistensi OPM di wilayahnya, mereka tetap berpendirian bahwa Papua merupakan wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahkan pemerintah negeri kanguru dimungkinkan akan menyerahkan Veronica Koman pada Interpol manakala Red Notice sudah dikirim ke Interpol. Pemerintah Papua Nugini juga beberapa kali mengatakan, pihaknya tidak akan men-tolerir wilayahnya sebagai tempat persembunyian atau pangkalan tentara OPM yang lari ketika dikejar aparat TNI.
Memang ada tentara OPM yang kemudian ditahan di Rumah Tahanan Papua Nugini, walaupun kemudian dilepaskan lagi setelah senjatanya dirampas.
Oleh karena itu, sudah semakin terang bahwa pihak asing baik NGO, perorangan maupun Negara Vanuatu lah yang menggerakkan aksi unjuk rasa anarkhis di Papua dan Papua Barat beberapa waktu lalu.
Mereka menggunakan isu rasis untuk menggoreng dan menggerakkan masyarakat untuk melakukan aksi anarkhis hingga tak segan – segan menunjukkan perlawanan kepada Polisi. Dengan harapan terjadi chaos dan menarik perhatian internasional, kemudian dunia menyerukan diadakannya referendum bagi Papua.
Namun harapan akan referendum tampaknya sirna, karena semua masyarakat tidak mendukung aksi anarkhis yang memakan korban harta, benda, nyawa dan tentunya hal tersebut merugikan masyarakat kecil Papua.
Akhirnya masyarakat Papua sadar bahwa mereka cinta damai dan cinta NKRI, tentu dengan kejadian beberapa waktu yang lalu sekarang masyarakat Papua haruslah hati – hati jika akan melakukan unjuk rasa, jangan sampai disusupi oleh antek asing yang dengan sengaja mengorbankan masyarakat demi kepentingan mereka yang tengah duduk manis di luar negeri sembari melihat berita tentang aksi anarkhis di Papua.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews