Salah Sangka tentang Habibie

Bangsa ini harus memetik teladan darinya, bagaima mencintai dengan tulus baik kepada Keluarga, juga kepada bangsa dan negara.

Sabtu, 14 September 2019 | 06:20 WIB
2
660
Salah Sangka tentang Habibie
BJ Habibie (Foto: Tribunnews.com)

Sangat terasa kepergian Bapak BJ Habibie, seakan-akan Tuhan tidak lagi menyisakan Tokoh Panutan di Negeri tercinta ini. Seakan-akan beliau adalah tokoh terakhir yang masih tersisa dinegeri.

Wajar saja ada pemikiran seperti itu, karena saat ini hampir setiap hari kita melihat apa yang dinamakan Tokoh bangsa, dengan mudah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang merendahkan orang lain, bukan malah memberikan kesejukan ditengah berbagai ketengangan dan karut-marut keadaan.

Itulah yang akhirnya membuat ketokohan beliau semakin kuat diingat dihati, karena pembandingnya semakin jauh dari sikap ketokohan itu sendiri. Pak Habibie betul-betul bisa menempatkan diri sebagai bapak Bangsa.

Saya adalah salah seorang yang awalnya berpikir bahwa beliau merupakan bagian dari Rezim Orde Baru, sehingga ketika beliau pidato laporan pertanggungjawabannya sebagai Presiden, di Ruang Sidang Umum MPR 1999, saya termasuk orang yang menyambut puas ketokan palu Amien Rais sebagai Ketua MPR.

Tapi setelahnya saya tersadar bahwa saya masih terseret oleh eforia tumbangnya Orde Baru, dan baru menyadari kalau pada kepemimpinan Bapak BJ Habibie banyak perubahan yang mendasar sudah dilakukannya. Seketika itu juga saya merasa sedih mengingat beliau di bully saat memasuki ruang sidang.

Amien Rais sukses memainkan perannya dalam mematahkan harapan Pak Habibie untuk melanjutkan memperbaiki keadaan Indonesia. Banyak yang menginginkan agar beliau kembali Ikut mencalonkan diri sebagai Presiden, namun beliau menolaknya.

Jawaban beliau sangat menohok, dan membuat hati pilu mendengarnya.

"Bagaimana mungkin saya bisa mengajukan diri sebagai calon Presiden, pada kenyataannya Laporan pertanggungjawaban saya sebagai Presiden baru saja ditolak."

Padahal beliau menjabat hanya lebih satu tahun, tapi diawal kepemimpinannya, beliau menyelamatkan Indonesia yang hampir sekarat, menerima warisan nilai tukar rupiah terhadap dollar sebesar hampir Rp. 17.000,-

Namun Pemerintahannya bisa menurunkan nilai tukar rupiah turun drastis menjadi Rp. 6.000,- luar biasa.

Rupanya begitu perekonomian mulai stabil, orang-orang yang mabuk dengan kekuasaan kembali bermunculan, padahal disaat Indonesia hampir terpuruk semua menghilang dan berusaha menyelamatkan kekayaannya.

Yang membikin hati saya pilu saat itu, beliau meninggalkan Indonesia untuk menepi dari hiruk-pikuk dunia politik. Beliau kembali kehabitatnya di dunia kedirgantaraan di Jerman. Disana beliau lebih dihargai dan dihormati karena Ilmu yang dimilikinya.

Situasi politik di Indonesia masih dibawah kendali Amien Rais, dalam Pemilu tidak langsung yang dilaksanakan tahun 1999, Abdurahman Wahid ( Gus Dur), terpilih sebagai Presiden, dan Megawati sebagai Wakil Presiden.

Baca Juga: Selamat Jalan, Mr. Crack

Nasib Gus Dur pun hampir sama dengan Habibie, Gus Dur dipaksa suruh turun dari jabatannya setelah dua tahun berkuasa, dan otomatis Megawati menggantikan posisinya sebagai Presiden.

Situasi ini membuat saya semakin rindu dengan sosok Pak Habibie, saya semakin jadi tahu kenapa Tuhan menjauhkannya dari situasi yang begitu buruk di Indonesia. Dan pada kenyataannya, sampai akhir hayatnya beliau tidak sama sekali menyentuh dunia politik.

Beliau benar-benar menempatkan diri sebagai bapak bangsa. Makanya kepergian beliau kemarin, betul-betul membuat rasa kehilangan seorang tokoh Panutan.

Ada perasaan berdosa jika ditanyakan Anda ada dimana saat Pak Habibie di bully di Senayan, karena memang saat itu perasaan saya tidak sedang dengannya.

Almarhum tidak berpura-pura mencintai bangsa ini, meskipun pernah diperlakukan secara dzolim oleh elit politik negeri ini.

Sedikit pun tidak mengurangi kecintaannya pada negeri ini, meski sempat menepi dari hiruk-pikuk politik yang pernah membuatnya begitu nista dimata bangsa ini.

Bangsa ini harus memetik teladan darinya, bagaimana mencintai dengan tulus baik kepada Keluarga, juga kepada bangsa dan negara.

Selamat jalan Bapak Bangsa..semoga Allah menempatkan mu di Jannah-Nya

***