Selamat Jalan, Mr. Crack

Usia 32 tahun, Habibie menemukan teori Crack Progression, yang telah dipakai di seluruh industri penerbangan karena pengaruhnya terhadap peningkatan standar keamanan pesawat udara.

Kamis, 12 September 2019 | 10:31 WIB
0
645
Selamat Jalan, Mr. Crack
BJ Habibie (Foto: Facebook/Tomi Lebang)

Di dunia yang dihuni tujuh miliar penduduk, ada segelintir orang -mungkin tak sampai selusin- yang disebut dengan jenaka sebagai gipsy aeronautics. Orang-orang itu ada di berbagai belahan bumi, saling mengenal, dan kerap saling berkomunikasi. Mereka adalah manusia dengan pengaruh yang begitu besar dalam menentukan arah dan memberi rekomendasi sana-sini untuk siapa dan apa saja menyangkut dunia penerbangan.

"Di dalamnya ada penentu Boeing, Airbus, dll. Ada yang tinggal di Amerika, Eropa, dan Asia. Mereka menempati podium terhormat dalam dunia penerbangan," kata Jusman Syafi'i Djamal, bekas Menteri Perhubungan, yang mengisahkan ini kepada saya semasa ia masih menjabat sebagai Presiden Direktur PT Dirgantara Indonesia.

Nah, kata Jusman yang murid Habibie ini: "Satu dari gipsy aeronautics itu adalah BJ Habibie."

Dan Habibie berpulang di usia 83 tahun, selepas magrib kemarin. Tentu saya tak perlu menuliskan profilnya panjang lebar. Semua orang, semua media, semua tokoh berbicara tentang Habibie hari ini.

Di luar berbagai gelar yang tersampir di pundak Habibie, yang paling lestari tentu julukannya sebagai orang pintar. Orang Indonesia terpandai yang dikenal dunia. Menjadi seperti Habibie adalah cita-cita semua anak Indonesia pada masa-masa kecil saya.

Baca Juga: Setelah Istri

Guru yang baik, akan mendidik anak Indonesia agar sepintar Habibie. Ingat lirik lagu Umar Bakri yang dinyanyikan Iwan Fals? "… Umar Bakri, Umar Bakri. Banyak ciptakan menteri. Umar Bakri… Profesor dokter insinyur pun jadi. Bikin otak orang seperti otak Habibie."

Habibie memang seorang jenius. Di usia 32 tahun, ia menemukan teori Crack Progression atau theory of Habibie. Teori yang telah dipakai di seluruh industri penerbangan di dunia karena pengaruhnya terhadap peningkatan standar keamanan pesawat udara.

Sebelum Habibie merumuskannya, para insinyur ahli pesawat kesulitan menemukan secara presisi, lokasi retak rambut yang merambat di logam dalam sayap seiring dengan seringnya pesawat mendapat tekanan saat lepas landas dan mendarat, serta ketika mengalami turbulensi di udara. Ukuran retakan itu mulanya sangat kecil, sampai 0.005 millimeter, tapi kian lama kian besar dan merambat. Jika tidak segera diatasi, sayap pesawat bisa patah saat lepas landas.

Habibie merumuskan teori yang memandu para insinyur menemukan letak titik awal retakan itu, yang disebut Crack Propagation Point. Habibie menghitungnya begitu rinci sampai tingkat atom. Karena itulah ia dijuluki Mr. Crack.

Teori Habibie membuat industri bisa membangun pesawat dengan bobot berkurang sampai 25 persen, lebih mudah bermanuver, lebih entang saat lepas landas, dan tentu saja lebih aman. Habibie juga mengantongi paten lain seperti jenis material komposit temuannya untuk bagian dalam sayap itu, bahkan purwarupa pesawat yang bisa lepas landas dan mendarat lurus dari landasan (Vertical Take Off and Landing) yang dibeli NASA.

Begitulah. Habibie yang berpulang selepas magrib kemarin, tak akan terangkum dalam satu tulisan obituari. Jejaknya begitu dalam di semua bidang kehidupan sebagai orang pintar, negarawan, demokrat sejati, pahlawan kebebasan pers, suami teladan, dan sebagainya. Habibie tak terangkum oleh satu dimensi hidup sahaja. Tidak heran jika cita-cita anak Indonesia di masa kecil saya, adalah "menjadi seperti Habibie" belaka.

Karena itulah, setiap orang mengenang kepergiannya dengan ingatan berbeda, tapi satu muara jua: Habibie orang baik. Dan kita semua merasa kehilangan.

Selamat jalan Pak Habibie. Selamat jalan cita-cita masa kecilku.

***