Dulu para pejuang menggunakan bambu runcing untuk mengusir penjajah. Musuhnya nyata, jelas, secara fisik ada, dari bangsa lain, mudah mengenalinya.
Sekarang zaman digital, masyarakat dapat berpartisipasi bela negara dengan menggunakan ponsel yang nyaris selalu berada dalam genggaman. Musuh sekarang bisa jadi adalah saudara sebangsa sendiri.
Dalam batas tertentu musuh sekarang bisa dibilang tidak nyata, namun bukan berarti tidak bisa dikenali.
Melalui tulisan yang berserak di media sosial misalnya, kita bisa mengidentifikasi apakah seseorang di balik suatu akun tersebut terindikasi paham intoleran, radikalisme dan terorisme.
Tiga ancaman tersebut (intoleran, radikalisme, terorisme) membayang-bayangi Pemilu yang akan berlangsung 17 April 2019, serentak memilih presiden, wakil presiden, anggota DPR dari pusat sampai daerah.
Paham-paham tersebut terlarang, karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, bertolak belakang dengan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Paham-paham tersebut tidak boleh dibiarkan, harus dilawan, jangan ada ruang untuk tumbuh kembang.
Jangan memilih presiden, wakil presiden, wakil rakyat yang memberi ruang pada tumbuhnya paham intoleran, radikalisme dan terorisme.
“Intoleran, radikalisme dan terorisme bisa mengubah wajah NKRI,” tutur Pepih Nugraha pendiri PepNews sekaligus penggagas acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai di Jakarta, Minggu 17 Februari 2019.
Pengerahan massa yang terus-menerus dengan mengumbar jargon-jargon agama, berdoa memaksa Tuhan memenangkan capres tertentu, menguatnya politik identitas, gejala-gejala tumbuh bibit intoleran, radikalisme, dan terorisme. Penelitian sejumah lembaga bahwa pro khilafah di Indonesia menunjukkan tren meningkat dari waktu ke waktu. Hal-hal ini yang menjadi kegelisahan di kalangan penulis.
Kegelisahan yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan 30 penulis, bersepakat menyatakan dukungan pada terciptanya pemilu damai.
Para penulis berjanji akan menulis dengan semangat menumbuhkembangkan nilai-nilai toleransi, menyikapi keberagaman sebagai kekuatan, anugerah, berkah. Menyatakan sikap dengan tegas, menolak paham radikal teroris demi menegakkan NKRI sesuai cita-cita para pendiri bangsa.
Bukan hanya penulis, masyarakat luas yang pekerjaannya tak ada hubungan dengan tulis-menulis pun bisa ambil bagian dalam bela negara di zaman digital ini. Dengan membuat konten-konten positif di media sosial masing-masing, konten yang menguatkan nilai-nilai kebangsaan, moderat, berpikir luas.
Karena nasib sebuah negara ditentukan oleh warga bangsa yang hidup dalam negara itu sendiri. Tidak cukup satu atau dua pihak, harus menjadi gerakan bersama untuk merawat nilai-nilai NKRI. Jangan memberi celah sedikit pun bagi ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Para penulis yang hadir dalam acara Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai mengharapkan masyarakat luas menyadari ancaman-ancaman yang sedang dihadapi bangsa ini.
Bahwa pemilu adalah acara rutin lima tahunan, sesuatu yang biasa. Jangan sampai terjadi, hanya gara-gara beda pilihan presiden misalnya, lantas pemilu menjadi tidak damai.
Itulah yang sedang berusaha dicegah.
Berikut ini pernyataan lengkap Deklarasi Penulis untuk Pemilu Damai:
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Menulis dengan hati nurani
Menulis dengan jiwa yang sehat
Melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme
Melawan segala bentuk penyebaran hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian
Kami Penulis Indonesia Berjanji;
Mengedepankan rasa aman dan nyaman melalui pilihan kata, fakta dan data
Kami penulis Indonesia Berjanji;
Mendorong terciptanya pemilu damai
Menegakkan yang benar
Membela yang tak bersalah
Dengan sepenuh jiwa raga
Tetap NKRI
Pemilu 2019 Damai, Damai, Damai!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews