Kasus Selangor, Bawaslu Jangan Grusa-Grusu

Mudah-mudahan, kasus ini segera tuntas terungkap dan siapa pun yang bersalah mendapat sanksi hukum yang setimpal.

Jumat, 12 April 2019 | 16:07 WIB
0
761
Kasus Selangor, Bawaslu Jangan Grusa-Grusu
Fritz Edward Siregar (Foto: PublikReport.com)

Ketika awal kasus video yang diviralkan sebagai aksi penggerebekan tempat pencoblosan ilegal, di Selangor Malaysia, seorang sahabat langsung menyoroti anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar yang menyatakan Bawaslu akan merekomendasikan ditundanya pencoblosan Pemilu Serentak 2019 di Seluruh Malaysia. Pernyataan Fritz itu memang terlalu prematur dan bisa dinilai punya kepentingan politik partisan.

Penelusuran netizen yang meramaikan jagat media sosial hingga tengah malam kemarin, memperlihatkan bahwa video penggerebekan itu banyak mengandung kejanggalan. Bisa  saja terbuka sebuah kemungkinan adanya rekayasa dalam kasus pencoblosan ilegal di Selangor ini. Bahkan pernyataan ketua Panwaslu Kuala Lumpur saat diwawancarai televisi juga sempat dipertanyakan.

Secara resmi kita masih harus menunggu kesimpulan akhir kasus ini dari KPU juga Bawaslu. Dua lembaga itu telah mengirimkan komisioner KPU Hasyim Asy'ari dan Ilham Saputra serta anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo ke Malaysia. Mereka menargetkan kasus ini bisa dituntaskan pengusutannya 13 April besok atau sehari sebelum pencoblosan bersama pada 14 April.

Walaupun begitu, kita sudah bisa menilai adanya ketidakwajaran sikap personel Bawaslu dalam kasus ini sebelumnya seperti yang diperlihatkan Fritz Edward Siregar. Pertanyaan yang mengemuka saat ini adalah apakah Bawaslu masih bisa diharapkan untuk menjadi wasit yang adil bersama KPU?

Seharusnya, tanpa adanya kasus pencoblosan di Selangor itu, Bawaslu sudah lebih mawas diri dan tidak gegabah sehingga tidak sampai dinilai berlaku partisan untuk pasangan tertentu.

Bukankah Bawaslu sudah pernah dinyatakan bersalah dan diberi sanksi peringatan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dalam kasus "kardus Sandiaga"? Dalam kasus ini, Sandiaga dituduh memberikan mahar politik  kepada PAN dan PKS masing-masing sebesar Rp 500 miliar agar kedua parpol itu mendukungnya jadi cawapres Prabowo Subianto.

Keputusan DKPP yang diketok 1 Februari lalu itu, memberikan peringatan kepada ketua Bawaslu dan dua anggotanya, terkait penghentian pengusutan kasus itu. Alasan Bawaslu menghentikan pengusutan kasus itu karena Andi Arief selaku saksi menolak panggilan Bawaslu, dinilai DKPP tidak tepat. Andi Arief tidak pernah menyatakan menolak memberikan keterangan. Bawaslu seharusnya masih bisa meminta keterangannya dengan memanfaatkan alat komunikasi.

Kini, beberapa hari menjelang pemilu 17 April nanti, seharusnya Bawaslu menyadari perlunya situasi yang kondusif, di tengah gencarnya upaya mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu dengan berbagai hoax dan serangan langsung terhadap IT KPU.

Bawaslu sebagai partner KPU sudah seharusnya berperan penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menciptakan situasi yang kondusif.

Kalau kita lihat dalam kasus pencoblosan surat suara ilegal di Selangor Malaysia itu, sikap Bawaslu sebagaimana tecermin dari pernyataan Fritz terlalu cepat menarik kesimpulan hingga merekomendasikan pencoblosan di seluruh Malaysia perlu dihentikan. Pernyataan itu keluar hanya selang satu jam lebih setelah video pertama tentang pencoblosan di Selangor diunggah akun Twitter J.S. Prabowo @marieteman pada pukul 13.30. 

Pernyataan Fritz itu dimuat dalam berita detik.com pada pk 14.31 dengan judul Surat Suara Tercoblos, Bawaslu akan Minta KPU Hentikan Pencoblosan di Malaysia. Sungguh respon yang sangat cepat, kurang bijak dan grusa-grusu. Seharusnya sebelum mengeluarkan pernyataan, ada cek dan ricek yang lebih intens meski panwaslu di Malaysia sudah mengirimkan laporan.

Terlebih lagi, jika dilihat dari perjalanan awal pengungkapan kasus ini yang berasal dari timses pasangan capres-cawapres No 02. Video yang viral itu juga berasal dari kubu 02, pembuat video juga  dari kubu 02. Bahkan yang menggerebek dan orang-orangnya muncul di video juga dari kubu 02.

Identifikasi Kasus  Selangor

Kasus pencoblosan ilegal di Selangor ini, pertama kali diunggah akun Twitter J.S. Prabowo@marietenan pada Kamis 11 April 2019 pukul 13.30. Video berikutnya diunggah pada pukul 14.06. Video ketiga diunggah pk 17.13 dan video keempat diunggah pk 18.06. Lokasi perekaman disebut di Bandar Baru Bangi di Universiti, Selangor Malaysia, Selangor, di sebuah ruko.

Dalam unggahan video kedua yang menampilkan sosok lelaki berambut cepak, akun J.S. Prabowo @marieteman sempat mengucapkan terima kasih kepada kader Partai Demokrat yang jadi lakon di video itu. Lelaki itu ternyata dikenal sebagai Brem Nulangi. 

Oleh akun investigasi forensik #99@PartaiSocmed, dia disebut rekrutan baru Partai Demokrat. Brem Nulang disebut berasal dari NTT dan sudah lama tinggal di Kuala Lumpur. Dia diketahui mengelola perusahaan jasa keamanan di sana. Dia juga disebut punya jaringan pertemanan yang cukup luas dengan TKI di Malaysia. 

Di dalam video juga ada suara dan kabel merah yang dipegang seorang lelaki yang merekam. Dia inilah yang menyuruh dua wanita yang mencoblos surat suara agar segera keluar karena polisi akan datang. Belakangan diketahui, ternyata dia adalah Parlaungan asal Sumatera Utara, yang di laman facebooknya tertulis bekerja di International Islamic University Malaysia.

Dalam video berita TV One, dia memang masih memegang kabel merah yang rupanya kabel power bank untuk hp. Sayangnya saat menunjukkan kertas suara ke kamera, yang tercoblos malah nama caleg Partai Demokrat yang tercoblos.  Ada sebuah foto Parlaungan yang menunjukkan dia adalah timses pasangan 02.

Yang unik dari video yang beredar yang juga jadi garapan akun investigasi forensik el diablo @digembokASLI, adalah suasana santai dalam ruangan yang katanya digerebek itu. Ada anak-anak, ada dua wanita yang sedang mencoblos dengan santainya.

Ada juga seorang lelaki yang disuruh mempraktekkan mencoblos. Hebatnya lagi, perekam video malah meminta dua wanita itu keluar karena polisi katanya segera datang. Sementara lelaki yang mencoblos di sudut lain, masih sempat diajak merokok, ditanya ongkos mencoblos berapa, sebelum disuruh pergi juga.

Dari video yang beredar di media sosial itu juga banyak kejanggalan, baik terkait surat suara, pelaku pencoblosan yang disuruh kabur, tas kresek tempat surat suara, amplop yang disebut tidak sama dengan amplop yang resmi  untuk pemilu.

Pernyataan ketua Panwaslu Kuala Lumpur saat diwawancarai televisi yang disebut  sering dibisiki tim 02 saat diwawancarai televisi juga jadi sorotan.

Seharusnya, dengan fakta seperti itu, Bawaslu Pusat bisa menahan diri dengan tidak memberikan pernyataan yang seolah memastikan apa yang ada di video itu benar. Demikian juga laporan dari Panwaslu Kuala Lumpur yang sempat dinilai tidak fair seharusnya tidak langsung jadi rujukan. 

Beberapa keganjilan yang ditunjukkan Partai Nasdem yang salah satu calegnya disebut terlibat aksi ini, juga suara TKN Jokowi-Ma'ruf di Malaysia yang heran karena pelaku kok disuruh kabur, tentu perlu jadi masukan. Sikap mereka yang menghendaki kasus ini diusut secara tuntas dan pemberian sanksi hukum yang tegas untuk pelakunya, patut diapresiasi. 

Bagaimana mungkin surat suara dalam pengawasan PPLN, Panwas Luar Negeri, dan pihak keamanan di Kedubes bisa keluar dalam jumlah cukup besar ke sebuah ruko kosong ke wilayah yurisdiksi di luar Kedutaan Indonesia?

Mungkinkah kejadian di Malaysia ini sarat dengan kepentingan politik untuk mendelegitimasi Pemilu dan pihak penyelenggara Pemilu oleh pihak-pihak yang takut kalah dengan menyebut bahwa Pemilu curang?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu tentu perlu jawaban. Untuk itu, semuanya harus dikaji. Dengan demikian, Bawaslu dan juga KPU harus bersinergi untuk memperoleh informasi yang valid.

Siapa pun yang terlibat kasus ini, harus diperiksa dan dimintai keterangan. Mudah-mudahan, kasus ini segera tuntas terungkap dan siapa pun yang bersalah mendapat sanksi hukum yang setimpal.

 

Bacaan:  1 , 2 , 3