Kalau sosok Soekarno punya nama besar karena gagasan dan jasanya kepada bangsa, berbeda dengan Fadli Zon yang punya nama besar karena kontroversinya.
Sosok politisi muda yang gemar membuat puisi ini hampir selalu gatal jika tak mengeluarkan puisi-puisinya yang "picisan" tersebut.
Kita jadi ingat dengan kegemaran SBY saat masih memimpin negeri ini. Gemar bikin album di tengah kesibukannya. Tapi, justru tidak produktif lagi setelah pensiun.
Bisa saja Fadli Zon pun demikian. Produktif saat menjabat sebagai anggota dewan. Entah nanti jika sudah pensiun. Jadi, sepertinya ia sangat menikmati sekali produktivitasnya merangkai kata meski harus melukai hati sebagian anak bangsa.
Fadli Zon dan Trending Kontroversi
Bukan Fadli namanya jika tidak jadi perbincangan di media maupun dalam trending Youtube. Seperti rekannya Fahri Hamzah dan Rocky Gerung yang berhari-hari selalu tayang dalam headline media mainstream.
Sosok yang pernah berfoto di depan Makam Karl Mark ini, tercatat beberapa kali terlibat dalam beberapa kasus ujaran kebencian.
Fadli Zon dan Fahri Hamzah pernah dilaporkan dalam kasus ujaran kebencian medio Maret 2018 lalu. Fadli dianggap ikut menyulut kebencian karena meretweet cuitan Fahri Hamzah tentang berita Hoax MCA (Muslim Cyber Army).
Fadli merasa aman-aman saja karena bukan sebagai sumber primer melainkan ikut menyebarkan sumber primer tersebut.
Logika Fadli, jika ia ditangkap, maka sumber primer juga harus ditangkap. Arinya jika sumber primer ditangkap, Fadli pun bisa terkena jeratan pasar karena ikut menyebarkan hoax alias menjadi sumber sekunder.
Inilah yang selama ini dijadikan oleh Fadli Zon saat "ikut-ikutan" menyebarkan hoaks maupun ujaran kebencian.
Selain pernah terkena kasus hoax MCA, Fadli juga banyak dikritik karena ikut-ikutan membela unggahan hoaks Andi Arief.
Twit wasekjen Andi Arief tentang tujuh kontainer kertas surat suara yang tercoblos itu dibela habis-habisan oleh Fadli Zon. Bahkan Fadli Zon berusaha untuk mendelegitimasi KPU dengan prasangka-prasangka yang memojokkan KPU.
Sebagai wakil rakyat yang cerdas, Fadli Zon seharusnya bisa memberikan pernyataan-pernyataan yang menyejukkan dan berdasarkan fakta dan data.
Nyatanya selama ini Fadli Zon kerap kali terjebak dalam rendahnya literasi digital seperti netizen umumnya yang ikut menyebarkan tanpa melakukan cross check terlebih dahulu.
Padalah, sebagai wakil rakyat, Fadli Zon bisa saja meminta asisten atau staf ahlinya untuk menelusuri berita-berita panas sebelum diunggah di akun sosial medianya.
Fadli Zon melukai hati warga NU
Tapi, Fadli tetaplah Fadli. Politisi yang pernah berfoto dengan bangga bersama Trump ini memang unik. Bahkan terlampau unik sampai-sampai pusinya pun mengkritik ulama kharismatik sebagai makelar doa.
Inilah yang akhirnya dihadapi oleh Fadli Zon saat ini. Fadli seperti tak bisa berkutik lagi dari musibah kepeleset jempolnya.
Fadli merasa puisinya itu harus segera diunggah demi tak kehilangan momen. Celakanya justru puisinya tersebut yang banyak dipersoalkan warga NU karena dianggap melecehkan dan merendahkan Ulama, Kyai Sepuh NU, Mbah Moen.
Kata-kata yang dianggap menyakiti warga NU adalah "Direvisi sang Bandar",
Menurut beberapa pengamat, kalimat tersebut ditujukan pada Mbah Moen. Wajar saja jika banyak santri maupun tokoh NU yang mempertanyakan puisi Fadli.
Para santri sudah terlanjur terluka dengan ujaran kebencian yang dibungkus dengan puisi.
Kini yang "ditembak" oleh Fadli Zon bukan orang sembarangan, tetapi Kyai Sepuh, Kyai Maimun Zubair.
Baru kali ini Fadli Zon benar-benar kena batunya. Pasalnya sudah ratusan santri di Jember dan Kudus yang turun ke jalan menuntut Fadli untuk meminta maaf.
Fadli Zon dituntut meminta maaf kepada Mbah Moen
Fadli tetaplah Fadli, sosok yang tak akan pernah merasa bersalah dan pandai berkelit.
Fadli menganggap tak ada yang salah dengan puisinya. Ia juga berkilah bahwa puisinya tersebut bukan diperuntukkan apalagi menyudutkan Mbah Moen.
Meskipun Fadli mencoba meredakan api yang terbakar dengan mengunggah foto dirinya bersama Mbah Moen, namun tak ada kata maaf yang tercuitkan.
Putra Mbah Moen, Taj Yasin Maimoen saja sampai meradang dengan puisi Fadli Zon.
Ia berharap agar Fadli Zon tidak kerap kali membuat gaduh, apalagi ia adalah sosok publik figur.
Puisi Fadli Zon dianggap merendahkan kyai dan menurunkan martabat Mbah Moen. Siapa yang tak marah jika orang tua yang sangat disayangi dan dihormati diperlakukan seperti itu?
Meskipun sudah banyak tokoh yang meminta Fadli Zon untuk meminta maaf, tampaknya tidak ada tanda-tanda bahwa Fadli akan melakukannya.
Sama seperti kasus-kasus sebelumnya. Tidak ada kamus "maaf" bagi Fadli Zon. Ia akan terus berkeras membela pendapatnya sendiri. Termasuk saat menyebarkan hoax Ratna Sarumpaet.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews