TKN, Tim Pemenangan Nasional Jokowi-KHMA
BPN, Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga
TKN diketuai oleh Erick Thohir, BPN diketaui oleh Djoko Santoso
Walaupun Ercik Thohir minim pengalaman politik dan pemerintahan, tapi karena dia sukses mengurus hajat besar berskala internasional, Asian Games dan sejumlah bisnis olah raga dan hiburan yang digelutinya maka dia terpilih memimpin TKN.
Riwayat pendidikannya, Gelar sarjana Bachelor of Arts ia raih dari Glendale University, Amerika Serikat. Erick menyelesaikan program pendidikan masternya, Bisnis Administrasi, dari Universitas Nasional California, pada 1993. Pengalaman organisasinya hanya di organisasi olah raga.
Djoko Santoso, mantan panglima TNI era pemerintahan SBY, kalau sudah jadi panglima, tak perlulah dibeberkan riwayat pendidikan militernya, pernah melanjutkan studi S-1 Ilmu Politik dan S2 Manajemen Politik di Universitas Terbuka, Jakarta. Sejumlah organisasi, dari Buku Tangkis, persaudaraan haji, sampai organisasi petani tercatat sebagai penasihat. Terjun ke politik praktis di Partai Gerindra.
Kontrasnya profil kedua ketua tim pemenangan itu tergambar dari kinerja keduanya, baik yang nampak di media maupun hasilnya. Sebagai tokoh yang minim pengalaman politik, Erick Thohir nampak sekali kurang taktis menakhodai TKN. Beda dengan Djoko Santoso.
Kita memang tidak bisa melongok dapur tim pemenangan masing-masing. Kita hanya bisa membaca di media.
Berbeda dengan Djoko Santoso yang irit bicara tapi banyak bekerja, Erick Thohir, isu apa saja dikomentari. Nggak peduli isu penting atau isu recehan. Belum nampak ada kejutan atau terobosan dari TKN. Karena dia bukan politisi, komentarnya nampak garing. Dan tentu saja argumennya mudah dipatahkan.
Misalnya isu recehan soal poster penolakan Sandiaga Uno. TKN mengarang cerita bahwa Sandiaga sedang bersandiwara, sedang memainkan playing victim. Indikiasinya, ada yang ingin mencopot poster itu tapi dilarang oleh Sandi.
Sandiwaranya dimana? Kalau mau sandiwara playing victim, gampang saja. Tinggal menyewa beberapa orang dengan wajah galak, mengusir Sandiaga. Tanpa pikir panjang, Sandiaga meninggalkan pasar itu. Itu baru namanya sandiwara playing victim.
Melarang mencopot poster penolakan dikatakan bukti sandiwara, jauh panggang dari api. Sandiaga ingin mengirim pesan bahwa boleh berbeda pilihan politik, jangan memberangus pilihan orang lain yang disuarakan melalui sejumlah poster itu. Nah, kalau menuduh sikap Sandiaga ini pencitraan, masih masuk akal. Playing victim mah jauh,Bro.
Lagipula kalau mau menuduh Sandiaga bersandiwara, kan mudah saja, tinggal datangi Dirjon. Korek latar belakang pilihan politik Dirjon, atau cek pilihan politik mayoritas masyarakat setempat. Hal itu belum dilakukan, tapi sudah melompat pada tuduhan bersandiwara. Itu mah cara berpolitik recehan. Katanya kalau menuduh harus pakai data?
Isu lain soal tuduhan pada pers nasional yang menjadi brosur pemerintah. Pers yang terkooptasi. TKN menjawab tuduhan itu dengan sangat lugu. Erick Tohir membanggakan kedekatan pemerintah atau Capres petahana dengan pers. Erick mengatakan, pers adalah sahabat baik TKN, dan akan terus sebagai sahabat. Lho? Pernyataan itu kan malah semakin menegaskan bahwa pers adalah brosur pemerintah.
Beda kalau misalnya untuk melawan isu itu, TKN sok bijak dengan mengatakan, tidak benar pers sebagai corong pemerintah. Pers hanya memberitakan fakta yang terjadi. Kalau pers banyak memberitakan keberhasilan pemerintah, karena memang itu faktanya.
Bandingkan dengan BPN. Djoko Santoso irit bicara, dia tidak mau melayani isu recehan. Dia bicara jika memang ada hal yang penting untuk dibicarakan. Nampak hasil kerjanya lebih taktis. Misalnya, mendadak dia bikin kejutan dengan rencana pemindahan posko pemenangan ke daerah yang dikuasai lawan.
Atau sebelumnya, memboikot Metro TV yang dianggap keberpihakan media itu sudah diluar batas normal. Dia lebih fokus pada perkembangan elektablitas ketimbang menanggapi isu recehan.
Soal isu recehan bagi BPN itu urusan simpatisannya di medsos. Tanpa disuruh pun simpatisan militannya di medsos akan suka rela melakukan serangan balik yang akan menghasilkan goal cantik. Seperti tulisan ini.
Goaaaal…
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews