Masih kenal dengan pentolan Dewa 19, kan? Akhir- akhir ini sudah sangat jarang memainkan musik cinta. Sekitar tahun 1990 – an lagu lagu Dewa 19 amat memukau anak muda dengan lagu dan syair yang romantis. Ahmad Dhani sang musisi masih total sebagai seniman musik.
Bagi penulis seorang musisi adalah orang yang berjasa memberi hiburan dan semangat pada rakyatnya. Ia adalah pahlawan hiburan, tidak perlu melirik dunia lain toh musik kalau ditekuni bisa mengantarkan seseorang pada posisi terhormat sebagai legendaris.
Contohnya Iwan Fals dan Ebiet G Ade. Jika musikus total mengabdi pada dunianya ia akan selalu dikenang dan dirindukan. Ahmad Dhani salah satu musikus yang mempunyai kans kuat menemani Ebiet G Ade dan Iwan Fals.
Tapi dalam perjalanan waktu ternyata Ahmad Dhani telah berselingkuh dengan dunia politik. Politik itu adalah rimba, dan sebetulnya kurang elok juga jika akhirnya tercebur dalam perang urat syaraf dengan memaki-maki kasar pemimpin yang sedang berkuasa.
Ketika menulis lagu tentunya musisi bersentuhan dengan rasa. Ia akan sangat peka pada suara nurani, apakah nurani Ahmad Dhani akhirnya tumpul dengan keyakinan, pemihakan pada partai politik yang diikutinya.
Sekarang Ahmad Dhani terlibat dalam kasus hukum karena tuduhan penghinaan pada pemimpin negara. Ia menjadi begitu kasar hanya karena beda sudut pandang politik. Arogannya Ahmad Dhani dulu mungkin bisa di maklumi tertutup oleh bakatnya yang luar biasa dalam bidang musik.
Sekarang dengan posisinya yang fanatik terhadap salah satu kontestan dan amat membenci dengan lawan politiknya, ia terjun bebas di mata penggemarnya yang kebetulan tidak sejalan dengan pilihan politiknya. Suara- suaranya begitu sumbang di telinga Pro Jokowi.
Malah bersama Fadli Zon Mas Alang ia membuat lagu ditujukan kepada Jokowi berjudul Sontoloyo. Liriknya prokavotif dengan menampilkan sisi- sisi negatif pemerintahan sekarang. Masalah berekspresi itu memang hak warga negara, tetapi tidak etis dan tidak elok jika mengajarkan kebencian dalam lirik lagu.
Apakah Ahmad Dhani sudah lupa bahwa musisi itu seharusnya berdiri di pihak netral ia merangkul semua dan tidak terjebak dalam intrik politik. WR Supratman seorang penyair dan musisi, ia dikenang karena menciptakan lagu Indonesia Raya dan ia menjadi salah satu pahlawan bangsa.
Kebencian boleh jadi menjadi milik manusia, tetapi sengaja menebarkan kebencian bahkan memaki-maki pemimpin yang sedang berkuasa dalam sebuah forum yang didengar pubik apakah etis?!
Kekasaran polah tingkah Ahmad Dhani itu bukan cerminan musisi Indonesia yang masih terbalut etika ketimuran, apakah memang presiden itu pesakitan dengan dosa amat besar hingga dalam bathin Ahmad Dhani dipenuhi awan kelam menganggap bahwa Jokowi memang patut dihina-dina.
Penulis melihat ia tidak pernah merasa pada posisi salah karena ia meyakini lawannya adalah musuh yang harus diberi ganjaran makian dan diberi bunga-bunga kebencian... Ahmad Dhani saya dulu selalu terkenang dengan lagulagumu ketika sedang terperangkap perasaan cinta tapi sekarang… rasanya lagu cintamu itu meragukan.
Mari kita sama-sama berkompetisi tetapi tidak perlu menggunakan trik menebarkan kebencian….
Pak Jokowi yang sabar ya… suatu saat Ahmad Dhani pun akan berbalik seperti halnya La Nyala Mattaliti… yang dulu gencar menebarkan hoaks terhadap Jokowi dengan Obor Rakyat sekarang memohon maaf karena ia telah menjelek-jelekkan Jokowi.
Kalau Pak Jokowi, penulis yakin ia tetap tersenyum dihadiahi lagu” Sontoloyo”. Mari berdoa agar Ahmad Dhani kembali ke habitatnya sebagai musisi bukan politisi yang sekarang identik dengan “misuh-misuh tidak jelas”.
Kami rindu Ahmad Dhani yang arogan di bidang musik bukan di gelanggang politik yang bikin meradang jiwa karena masyarakat akhirnya terbelah dalam dukung mendukung calon presiden dan wakil rakyat.
berikut cuplikan lagu sontoloyo:
kau bilang ekonomi meroket
padahal nyungsep meleset...
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews