Kesabaran Revolusioner, Kunci Kemenangan Politik PDI Perjuangan

Sepanjang tahun 1993-1996 operasi senyap Suharto untuk menghabisi Megawati terus dilakukan Suharto lewat tangan intel-intelnya.

Senin, 10 Januari 2022 | 07:09 WIB
0
313
Kesabaran Revolusioner, Kunci Kemenangan Politik PDI Perjuangan
Megawati Soekarnoputri (Foto: dok. Pribadi)

(Refleksi ulang tahun PDI Perjuangan ke 49

Saat ini PDI Perjuangan mengalami kemenangan politik selama dua periode berturut- turut dan menjadi partai terbesar sepanjang masa reformasi. Praktis setelah kejatuhan Suharto kemenangan partai berbasis Sukarnois ini mewarnai sejarah politik negeri ini. 

Kondisi seperti ini didapatkan dengan tidak mudah dan melalui sejarah panjang penuh air mata dan berdarah-darah.

Pada hakikatnya setelah berlalunya Suharto ingatan rakyat terhadap Bung Karno dan "jalan politik seharusnya" Indonesia masih terekam dengan baik. "Jalan Revolusi Sosial Gotong Royong" menjadi agenda politik penting setelah kemenangan kaum Sukarnois di bidang politik dan menjadi Pandu bagi negeri ini menemukan "peta jalan masa depan". 

Kebangkitan kaum Sukarnois di bawah komando Megawati bukan hal yang mudah dan penuh hambatan. Dimulai dari rencana Suharto mengeliminasi kekuatan Sukarno dengan menggabungkan beberapa aliran politik di bawah satu Partai di tahun 1973 lewat Partai Demokrasi Indonesia (PDI) didalam satu partai yang terdiri dari banyak aliran politik maka terpecah-pecah jadi beberapa faksi namun kaum Sukarnois di tubuh PDI menyatukan beberapa faksi lewat teori konflik. Sepanjang tahun 1973 sampai 1992 PDI selalu berisi konflik internal Partai . 

PDI dibuat konflik internal politik sehingga Orde Baru yang menginginkan politik stabil dan mapan lewat operasi politik menjadi tidak signifikan karena kemapanan di masa Orde Baru semacam kemapanan semu rakyat dibuat seakan-akan harmoni lewat todongan bayonet dan ancaman bui. Disinilah kekuatan Sukarnois menguasai internal Partai tahap demi tahap dan melakukan konsolidasi. 

PDI di tahun 1973 yang dibangun dengan bermacam-macam aliran yang berbeda perlahan-lahan menjadi kekuatan Sukarnois di bawah tanah. Tapi PDI tetap dibuat lemah oleh Suharto dengan menempatkan elite-elitenya yang terus diawasi Orde Baru.

Kebangkitan kekuatan Sukarnois di lapangan riil baru muncul tahun 1986 saat Ketua Umum PDI Suryadi mengundang Megawati masuk ke dalam Partai. Padahal saat itu keluarga Bung Karno diancam Orde Baru untuk tidak masuk ke dalam ranah politik termasuk mematikan karir Guntur Sukarnoputera yang di tahun 70-an sempat dijadikan maskot PNI dalam merekrut massa untuk Pemilu 1971.

Setelah Pemilu 1971 karir Guntur Sukarnoputera di politik dihabisi dan praktis keluarga Sukarno tidak ada yang masuk dalam politik. 

Kehadiran Megawati tahun 1986 ke dalam politik praktis bukan situasional bukanlah kehadiran "yang tiba-tiba ada" tapi itu sudah bagian dari kerja alam. Takdirlah yang membawa Megawati memimpin jutaan kaum Sukarnois bangkit dari situasi terpuruk dari dibui sampai dibuang menjadi pengendali sejarah.

Megawati yang dibesarkan lewat didikan Bung Karno secara tak langsung memahami pola negara Republik bekerja. Ia sedari kecil diajari mengenal karakter-karakter politisi yang melingkari Istana paham dengan karakter para politisi, siapa yang berkhianat dan siapa yang loyal.

Pola tingkah laku ini diresapi betul oleh Megawati. Sejak kecil Megawati dikenalkan kebudayaan bangsa, diajarkan tari-tarian bangsa ini yang merupakan wujud kekayaan luhur budi pekerti, Megawati juga dikenalkan dengan dunia protokoler jadi seakan-akan Bung Karno sudah menyiapkan Megawati pada satu hari menjadi pemimpin negeri ini. 

Megawati tumbuh besar di masa kejatuhan Sukarno. Ia juga menyaksikan kehancuran bangsa ini lewat rekayasa politik pasca Gestok 1965, impian-impian besar bangsa ini jatuh ke dalam kubangan negara-negara penguasa Kapitalis, praktis setelah kejatuhan Sukarno Indonesia gagal menjadi bangsa Berdikari dan malah terjatuh menjadi negeri 'Separuh Jajahan" Amerika Serikat. 

Majunya Megawati menjadi politisi tidak seperti "anak pejabat" yang mendapatkan kemudahan politik tapi dilalui dengan jalan berliku. Ia masuk ke dalam lingkungan rakyat saat pertama masuk ke dalam dunia politik ia menjadi calon anggota legislatif dari Jawa Tengah. Disinilah ia merasa ingatan rakyat terhadap Bung Karno masih sangat kuat. Setiap akan pidato di lapangan puluhan truk membawa massa rakyat dengan mengangkat foto Bung Karno menjadi jelmaan suara rakyat paling bawah, padahal dalam kampanye ada semacam larangan tak tertulis untuk membawa foto-foto Bung Karno tapi rakyat terus menerobos barikade aparat.

Di sinilah Megawati kemudian sadar bahwa ada "kesabaran revolusioner" dari rakyat untuk kembali membangkitkan kekuatan Sukarnois. 

Setelah Megawati masuk ke DPR karir politik Megawati semakin moncer di internal Partai karena saat itu muncul kesadaran massa bahwa "kekuatan Sukarnois-lah" yang bisa memenangkan sejarah dan Suharto saat itu mulai sadar bahwa kekuatan Sukarnois tidak bisa dianggap main-main. Awalnya Suharto menolak kepemimpinan PDI dibawah Suryadi pada kongres Medan tahun 1993 dan membatalkan kepengurusan Suryadi lalu aparatnya membentuk Kongres Luar Biasa (KLB) Surabaya tiba-tiba muncul nama Megawati dicalonkan menjadi ketum PDI. Intel-intel Suharto saat itu merekayasa digagalkannya Mega tampil jadi pemimpin PDI dan KLB direkayasa menjadi "deadlock" namun Mega yang telah memenangkan suara sejumlah 154 DPC diumumkan kemenangannya justru jam 00:00 mendahului aparat intel Sospol dalam penggagalan Megawati. Jumlah angka kemenangan 154 suara ini yang kelak menjadi nomor plat mobil Megawati untuk mengenang kemenangan di Sukolilo. 

Setelah kemenangan kongres Sukolilo Surabaya 1993 Megawati langsung menghadap Suharto di Istana melaporkan secara sah ia menjadi ketua umum PDI dan secara implisit menyiratkan kebangkitan Sukarnois di depan mata Suharto. 

Sepanjang tahun 1993-1996 operasi senyap Suharto untuk menghabisi Megawati terus dilakukan Suharto lewat tangan intel-intelnya. Puncaknya dilakukan operasi politik besar-besaran yang melibatkan banyak perwira tinggi TNI AD dan beberapa elemen ormas untuk menghajar Megawati dan mengangkat ketua boneka Suryadi. Maka terjadilah peristiwa berdarah 27 Juli 1996 yang mengakibatkan banyak korban nyawa. Kudatuli 1996 adalah usaha paling brutal pemerintahan Suharto untuk menghabisi kaum Sukarnois. 

PDI dibawah Megawati berkali-kali dipancing untuk melanggar hukum dan dijebak menabrak konstitusi namun Megawati dengan "politik diam-nya" berhasil menggagalkan usaha Suharto dan tahun 1997 Megawati menolak ikut Pemilu karena skenario kudeta intel-intel Suharto di tubuh PDI dianggap melawan akal sehat Demokrasi.

Tapi dalam diam-nya Megawati sudah terpancang secara strategis melawan kebiadaban Orde Baru lewat ucapannya yang terkenal "Bendera Sudah Saya Kibarkan" 

Dan karma sejarah seperti berputar Suharto dijatuhkan mahasiswa juga dikhianati menteri-menterinya serta kehilangan dukungan dari negara patronnya Amerika Serikat. 

Setelah kejatuhan Suharto, PDI yang kemudian mengubah namanya menjadi PDI Perjuangan harus dihadapkan pada situasi politik paling liberal sepanjang sejarah negeri ini dan memenangkan 33,4% suara Pemilu - terbesar sepanjang reformasi-. 

Kemenangan PDIP dalam tiap momen kompetisi politik liberal menunjukkan kekuatan sejatinya di satu sisi menjalankan ikut dalam situasi politik liberal dan di sisi lain menerapkan paham Demokrasi Terpimpin ala Bung Karno di dua hal inilah Megawati memenangkan pertarungannya. 

Di tahun 2004 PDIP konsisten menjadi partai diluar pemerintahan. Namun saat menjalankan peran di luar pemerintahan Megawati secara bertahap melakukan pembenahan infrastruktur Partai lewat kaderisasi dan pembentukan mesin politik sampai unit terkecil di tingkat akar rumput. 

Keberhasilan terbesar PDIP sebagai sebuah Partai adalah kaderisasinya yang teratur, pengembangan sekolah Partai dan pembentukan unit-unit kantor politik sampai tingkat wilayah paling kecil inilah yang tidak dimiliki partai lain. 

Selain berhasil mengembangkan sistem kaderisasi lewat sekolah Partai, PDI Perjuangan juga responsif terhadap perkembangan jaman. Saat ini dunia sedang menghadapi jaman digitalisasi, pelatihan kader bukan hanya persoalan masyarakat sehari-hari tapi juga sebagai Partai Pelopor PDIP menyiapkan generasi pembuka bagi munculnya generasi baru yaitu Gen Z dan Gen Alpha untuk menghadapi jaman baru. 

Sekarang peta geopolitik sudah sangat berubah begitu juga dengan sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem politik sangat dipengaruhi oleh perkembangan dunia digital kita menghadapi jaman baru, jaman Metaverse. Sebagai Partai yang progresif dan menyediakan tempat bagi kader-kader pelopor untuk disiapkan menghadapi perkembangan itu. PDI Perjuangan melakukan dorongan bagi generasi post millenial mempersiapkan menghadapi jaman digital, persiapan terhadap jaman Metaverse yang dilandasi tetap pada nilai-nilai politik Sukarnois. Pengembangan ilmu pengetahuan, riset dan teknologi tak bisa dilepaskan dari arah politik yang didasarkan ideologi disinilah PDI perjuangan secara intens mempersiapkan kader yang responsif terhadap perkembangan jaman. 

Kemampuan PDIP yang jarang diberitakan adalah situasi kehidupan kader-kader tingkat bawah yang membaur secara organik di tengah rakyat dan kemampuan kader Partai membahasakan suara rakyat inilah yang jadi kantung-kantung dan jadi basis-basis kantung suara PDI Perjuangan sehingga selalu memenangkan Pemilu. 

PDIP merupakan satu partai yang punya perhatian tinggi pada kebudayaan nasional secara teratur pemimpin di DPP PDI Perjuangan mengadakan agenda kebudayaan dan pertemuan dengan pelaku-pelaku budaya. 

Baca Juga: Kontemplasi Ketua Umum PDIP

Sekolah Partai kini jadi jantung kerja PDIP para kader bukan saja dididik lewat pemahaman ideologi dan teori kerja politik tapi juga dididik tentang kerja kepemimpinan dan sampai saat ini PDIP merupakan penyuplai terbesar pemimpin-pemimpin dari tingkat daerah sampai Nasional. 

PDI Perjuangan bukanlah partai kemarin sore dan partai yang tidak bergantung siapa yang berkuasa ia secara organik tumbuh dan berkembang. PDIP punya tugas besar yang belum selesai "Menghidupkan kembali mimpi-mimpi Bung Karno yang tertunda". 

Maka untuk mewujudkan mimpi itu kita perlu situasi terorganisir dan kesabaran revolusioner dalam pembentukannya. 

PDI Perjuangan juga meyakini budaya adalah jalan politik pemersatu. Keyakinan inilah yang membuat PDI Perjuangan selalu menampilkan ragam budaya Nusantara dalam peristiwa-peristiwa penting seperti rakernas, kongres, dan HUT partai. 

Selamat ulang tahun PDI Perjuangan 

Anton DH Nugrahanto 

***