Hal-hal seperti ini yang terdengar dari mahasiswa mahasiswa diera milenial yang sudah sarat dengan kecanggihan tehnologi ini, bukan lagi banyak bicara tanpa tindakan.
Tuduhan The King Of Lip Service kepada Presiden Jokowi baru baru ini dilihat dari kemampuan analisa saya pribadi adalah hanya sebagai bentuk keputusasaan para mahasiswa yang tidak mendapat nama selama Ir. Joko Widodo menjadi Presiden.
Bisa kita lihat bahwa pejabat pejabat yang bercokol saat ini yang menjadi maskot maskot dari beberapa partai besar, maupun pentolan organisasi non Pemerintah yang biasa menghiasi layar kaca televisi adalah mantan mantan aktivis dari mahasiswa dimasa lalu.
Sebut saja bung Adian Napitupulu, Budiman sudjatmiko, Fahri Hamzah, Desmon Mahesa dan masih banyak lagi mungkin yang tak tersebut (pembaca boleh tambahkan aktivis yang mungkin tidak penulis sebutkan) mereka mampu berkibar dari parlemen jalanan sampai kini menjadi pejabat dinegeri ini, ketika mahasiswa kala itu mampu memaksa Soeharto mundur dari Kursi Presiden setelah 32 Tahun berkuasa.
Setelah sekian lama menyampaikan kritik kritik yang seolah terhalang oleh dingding tebal dan membaja, bahkan mahasiswa banyak di klaim hilang pada saat itu, pada tahun 1998 akhirnya tertuntaskan semua Soeharto resmi lengser.
Harus diakui keberhasilan kehebatan dan jiwa aktivis mahasiswa saat itu adalah jiwa seorang mahasiswa sejati yang bahkan hingga saat ini tak akan mungkin bisa dilampaui oleh aktivis aktivis mahasiswa kekinian.
Dari sini sedikit saya menganalisa bahwa mungkin mahasiswa mahasiswa yang menuduhkan "The King Of Lip Service" ke Ir. Joko Widodo adalah orang-orang yang berkeinginan besar di masa depan bisa seperti aktivis aktivis mahasiswa 98 yang tercatat dalam sejarah dan gampang diingat nama namanya karena keberanian dan tekadnya, bukan karena absurdnya.
Namun sayangnya situasi dan kondisi pemerintahannya tidaklah sama, bahkan sangatlah jauh, bila diartikan The King Of Lip Servis adalah layanan bibir, he.. he.. he kira kira begitu mungkin atau Adapun arti nomina dari kata lip service yaitu janji di bibir saja, janji yang berpura-pura saja atau janji yang tidak jujur.
Yah jika penulis ditanya bagaimana perbandingan pengetahuan dan intelektual kritik aktivis 98 dan yang menuduhkan Joko Widodo "The King Of Lip Service", jauh kemana mana sampai tidak kelihatan ujungnya,
Dunia juga tahu bagaimana kualitas dan Integritas Joko Widodo sebagai Presiden, masyarakatnya juga tahu bahwa mereka diperlakukan adil dari Jawa sentris menjadi Indonesia Sentris. Tidak sempurna iya, tapi apa para pengkritik juga manusia sempurna?
Jokowi sangat paham anak - anak muda ingin menunjukkan eksistensi dan jati dirinya sehingga dirinya meminta para rektor untuk tidak menghalangi para mahasiswa berpendapat, pesannya hanya jaga tatakrama dan sopan santun.
Peluang mencari nama besar sebagai aktivis mahasiswa sangat terbuka lebar tanpa harus menuduhkan hal-hal yang justru menjatuhkan wibawa seorang mahasiswa terlebih dari kampus ternama.
Pengen dengar gitu dimasa pandemi Covid - 19 yang tengah meningkat tajam di Indonesia Mahasiswa Universitas ternama Indonesia telah menemukan vaksin mujarab atau menemukan skema penanganan efektif dan efisien sehingga sangat membantu Pemerintah dalam menanggulangi Virus corona. Sehingga viral dan nama mereka tercatat dalam sejarah.
Atau misalnya dalam menanggulangi banyak pengangguran setelah lulus kuliah, karena pemerintah dianggap tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan, mahasiswa universitas ternama Indonesia telah menciptakan sebuah aplikasi yang dapat menyalurkan tenaga kerja keberbagai pelaku usaha dan meminta Pemerintah mendukung aplikasi dan program tersebut.
Dan berbagai inisiatif lain yang lebih bermanfaat buat masyarakat yang bisa mereka perbuat.
Pengen rasanya hal-hal seperti ini yang terdengar dari mahasiswa mahasiswa diera milenial yang sudah sarat dengan kecanggihan tehnologi ini, bukan lagi banyak bicara tanpa tindakan.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews