Presiden Jokowi dan Politik Merangkul

Kita acungi empat jempol buat Presiden Jokowi yang suka banget bikin orang banyak sering terperangah dengan segala sepak terjangnya mengubah peta dan budaya politik di Indonesia.

Rabu, 23 Desember 2020 | 18:38 WIB
0
261
Presiden Jokowi dan Politik Merangkul
Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandiaga (Foto: Facebook/Abi Hasantoso)

Rizieq. Aa Gym. Abdul Somad. Haikal Hasan. Bachtiar Nasir. Martak. Rocky Gerung. Neno Warisman. Ratna Sarumpaet. Emak-emak Pendukung 02. Kader-kader Liqo. Para Pengusung Khilafah dan seterusya.

Nama-nama dan kelompok suporter tersebut di atas pasti lagi kecewa berat. Mengetahui ada nama cawapres hasil ijtima masuk jadi pembantu Presiden Jokowi menyusul capres hasil ijtima yang sudah terlebih dahulu, sejak Kabinet Indonesia Maju terbentuk akhir bulan Oktober 2019 lalu.

Mereka semua tidak menyangka jika pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 2 pada kontestasi Pilpres 2019 lalu mau jadi pembantu-pembantu Presiden Jokowi. Hasil ijtima ulama ternyata cuma pepesan kosong saja. Bukti bahwa doa-doa dagangan mereka menjual agama tidak pernah didengar Tuhan.

Politik adalah tak lebih dari urusan kekuasaan, kursi jabatan, kesetiaan, uang, dan pengkhianatan.

Para politikus busuk dan ustadz-ustadz penjual ijtima ulama itu pasti merasa dikhianati oleh pasangan Capres-Cawapres Hasil Ijtima Ulama. Mereka tak habis pikir mengapa dua jagoan mereka tidak setia lagi. Bingung mengapa dua pion mereka begitu mudah pindah ke lain hati hanya demi kursi menteri.

Di sini lah hebatnya gaya berpolitik Presiden Jokowi dengan merangkul lawan-lawan politiknya.

Presiden Jokowi tahu Capres-Cawapres Hasil Ijtima Ulama ini adalah orang-orang yang haus kekuasaan dan jabatan. Capres - Cawapres Hasil Ijtima Ulama ini adalah orang-orang yang tak memiliki integritas dan menghalalkan segala cara untuk bisa berkuasa. Apalagi mereka yakin akan tetap bisa maju mencalonkan diri lagi pada Pilpres 2024 nanti.

Presiden Jokowi memperlihatkan kejeniusannya dalam berpolitik. Ini kali pertama dalam sejarah pemilihan presiden yang berlangsung secara demokratis “one man one vote” selama empat kali penyelenggaraan sejak tahun 2004 ada pasangan yang kalah tapi mau jadi para pembantu presiden.

Tapi di sisi lain politik merangkul Presiden Jokowi ini juga menjadi jebakan betmen buat mereka. Jika dalam sisa waktu empat tahun ini mereka tidak perform sebagai pembantu presiden maka jangan berharap banyak mereka nanti bisa menang di Pilpres 2024 karena rakyat akan bisa menilai dengan mata kepala sendiri mana pembantu presiden yang bisa kerja dan mana yang tidak.

Pada titik ini patutlah kita acungi empat jempol buat Presiden Jokowi yang suka banget bikin orang banyak sering terperangah dengan segala sepak terjangnya mengubah peta dan budaya politik di Indonesia. Ia juga justru memperkuat adagium politik: tak ada yang abadi dalam politik, yang abadi cuma kepentingan dan kekuasaan saja, hingga semuanya merasa happy ending, semua merasa senang dan semua merasa menang.

***